الأحد، 9 ديسمبر 2012

'iffah


A.                ‘Iffah

1.      Kalimah ‘Iffah yang disebut dalam Al – Qur’an menunjukkan kepada macam – macamnya seperti dibawah ini :

a.       Memelihara Faraj dari yang haram

Firman Allah SWT. :
“ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “ ( Q.S. An - Nur : 33 )

Dalam ayat diatas ada perintah supaya bersungguh - sungguh melatih diri agar bersifat ‘iffah bagi mereka yang belum mampu kawin karena belum dapat memberi nafaqah. Ayat ini datang setelah ada perintah agar seseorang menjaga diri supaya jangan jatuh dalam fitnah dan agar menjauhkan diri dari melakukan maksiat dengan memejamkan mata. Kemudian turunlah perintah agar nikah, yang dengan nikah itu ia dapat terpelihara dari melakukan maksiat. Kemudian turun pula perintah agar menahan nafsu yang mengajak kepada keburukan dan supaya dikendalikan sampai dia mampu untuk nikah.

Yang berhubungan dengan menjaga faraj ialah menjauhi sesuatu yang tidak pantas seperti berpakaian yang melebihi batas dengan menampakkan perhiasan yang memikat hati, oleh karena itu Allah memerintahkan agar melakukan penjagaan dengan firman-Nya : “ Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[1050] mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.” ( Q.S. An - Nur : 60 )

Sesungguhnya tidak ada dosa bagi perempuan - perempuan yang lanjut usianya yang tidak ingin kawin lagi, meninggalkan pakaian luar dengan tidak menampakkan sesuatu perhiasannya yang tersembunyi atau tidak dengan maksud bergaya supaya dilihat oleh orang lain.

b.      Kebersihan jiwa dan kejujuran

Firman Allah Ta’ala dalam melarang memakan harta anak - anak yatim ,
“ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” ( Q.S. An - Nisa : 6 )

Apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu uji akal dan kepandaian anak yatim dalam memelihara hartanya sebelum ia baligh, sehingga apabila kamu telah mengetahui kedewasaan pada mereka maka berikanlah harta mereka tanpa mengundurkan dari batas baligh. Dan janganlah kamu memakan harta mereka diluar kepatutan dan tergesa - gesa karena khawatir mereka akan baligh.

Para wali anak yatim itu ada dua macam : Wali yang kaya dan wali yang miskin. Maka bagi yang kaya hendaknya menjaga kesucian dirinya dari harta anak yatim, cukuplah ia memakan rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya dan tetap merasa belas kasihan kepada anak yatim dengan menjaga hartanya. Adapun sebagai ongkos jerih payahnya sekedar menurut yang patut dan untuk memelihara amanah.

c.       Enggan meminta makanan atau uang padahal dalam keadaan sangat membutuhkan

Firman Allah Ta’ala :

“ Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” ( Q.S. Al - Baqarah : 273 )

Yang dimaksud ialah orang - orang yang menyediakan dirinya untuk jihad sampai mereka tidak berusaha dan  ada yang berkata mereka adalah Ash habus Shuffah. Siapa yang mempunyai kelebihan makan dibawanyalah makanan itu untuk mereka makan di sore hari ini. Orang - orang yang tidak mengerti akan keadaan mereka mengira bahwa mereka adalah orang - orang yang berkecukupan disebabkan mereka selalu menjaga kehormatan diri mereka dari minta - minta, tetapi orang yang melihat mereka dengan teliti akan melihat wajah mereka pucat dan keadaannya sangat menyedihkan dan tidak ada sama sekali diantara mereka yang minta - minta. Jika ada yang terpaksa meminta maka ia meminta dengan jalan yang halus tanpa mendesak.
2.      Hal-hal yang dapat menumbuhkan iffah

Pertama: Iman dan Taqwa
Inilah asas yang paling fundamental di dalam memelihara diri darisegala hal yang tercela.Jiwa yang terpateri oleh iman dan taqwamerupakan modal yang paling utama untuk membentengi diri dari hal-halyang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Allah memberikan jaminan kepadaorang-orang yang amal solehnya didasari oleh iman dengan kehidupanyang baik, Barang siapa mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupunperempuan, sedangkan dia orang beriman, maka sesungguhnya kami akanberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beribalasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yangtelah mereka kerjakan [An Nahl: 97]
Lalu terhadap orang beriman yang taqwa Allah mmberikan Al-Furqan, yaitupetunjuk yang dapat membedakan antara Al Haq dengan Al Bathil. Haiorang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Diaakan memberikan kepadamu Al Furqan dan menghapuskan segala kesalahanmudan mengampuni [dosa-dosa]mu. [Al Anfal: 29]
Dan manakala iman dan taqwa dalam jiwa seorang muslim telah rapuh,maka itulah pertanda mudahnya dirinya terjebak dalam kesesatan danperbuatan tercela. Maka memelihara dan memupuk iman ini merupakankewajiban yang harus mendapatkan prioritas utama.
Kedua: Nikah
Inilah salah satu rambu jalan yang jelas menuju kesucian diri. Bahkannikah adalah sarana yang paling baik dan paling afdhol untukmenumbuhkan sikap iffah pada diri seorang muslim. Nikah adalah sesuatuyang fithri pada diri seorang muslim, di mana padanya Allah menjadikanrasa cinta serta kasih sayang dan kedamaian.
Firman Allah ta’ala : “  Dan di antarakekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismusendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa cinta dan kasih sayang.”  [Ar Rum: 21]
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda: Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah mampu untukmenikah, maka hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih [dapat]menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan, dan barang siapayang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena itu dapatmengobatinya. [Muttafaq Alaih]
Dalam hadits lain beliau bersabda:Apabila seorang hamba telah menikah, maka ia telah menyempurnakansetengah agamanya, maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah padayangsetengah lagi. [HR. Al Baihaqy, shohih]
Ayat dan hadits-hadits tadi merupakan nash-nash yang jelas mendoronguntuk nikah, di mana ketenteraman hati, cinta dan kasih sayang dapatdiraih oleh seorang muslim. Dan yang lebih utama lagi adalah bahwanikah merupakan sarana yang dapat memelihara pandangan dan kehormatandiri seetiap muslim.
Ketiga: Rasa Malu
Malu adalah akhlak indah dan terpuji.Malu adalah sifat yang sempurnadan perhiasan yang anggun.Terlebih indah jika malu ini menghiasiseorang muslimah.Sifat malu selalu tumbuh dalam sikap yang baik danmemadamkan keinginan untuk berbuat tercela.Allah telah mentakdirkansifat malu ini hanya ada pada manusia untuk membedakannya dengan hewan.Malu adalah potret pribadi yang agung dan terpuji. Tentang keutamaanmalu ini Rasulullah Shallalhu Alaihi wa Sallam bersabda:Malu dan iman adalah bersaudara, maka jika salah satu dari keduanyaitu dicabut, tercabut pulalah yang lainnya. [HR. Al Hakim, shohih]
Sesungguhnya setiap agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islamadalah rasa malu. [HR. Malik, Ibnu Majah, Al Hakim, shohih]


3.      Menjadi wanita yang ‘afifah

Bila seorang muslim dituntut untuk memiliki ‘iffah maka demikian pula seorang muslimah. Hendaknya ia memiliki ‘iffah sehingga ia menjadi seorang wanita yang ‘afifah, karena akhlak yang satu ini merupakan akhlak yang tinggi, mulia dan dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan akhlak ini merupakan sifat hamba-hamba Allah yang shalih, yang senantiasa menghadirkan keagungan Allah dan takut akan murka dan azab-Nya. Ia juga menjadi sifat bagi orang-orang yang selalu mencari keridhaan dan pahala-Nya.
Berkaitan dengan ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslimah untuk menjaga kehormatan diri, di antaranya:
Pertama: Menundukkan pandangan mata (ghadhul bashar) dan menjaga kemaluannya.
Allah Ta’ala berfirman : “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 31)

Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata: “Allah Jalla wa ‘Ala memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka.
Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, liwath (homoseksual) dan lesbian, dan juga menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.” (Adhwa-ul Bayan, 6/186)
Kedua: Tidak bepergian jauh (safar) sendirian tanpa didampingi mahramnya yang akan menjaga dan melindunginya dari gangguan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tidak boleh seorang wanita safar kecuali didampingi mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 1341)
Ketiga: Tidak berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Karena bersentuhan dengan lawan jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa yang akan membuat hati itu condong kepada perbuatan keji dan hina.

                 Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah berkata: “Secara mutlak tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, sama saja apakah wanita itu masih muda ataupun sudah tua.
Dan sama saja apakah lelaki yang berjabat tangan denganya itu masih muda atau kakek tua. Karena berjabat tangan seperti ini akan menimbulkan fitnah bagi kedua pihak. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata tentang teladan kita (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam):
“Tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali tangan wanita yang dimilikinya (istri atau budak beliau).” (HR. Al-Bukhari, no. 7214)

                 Tidak ada perbedaan antara jabat tangan yang dilakukan dengan memakai alas/ penghalang (dengan memakai kaos tangan atau kain misalnya) ataupun tanpa penghalang.Karena dalil dalam masalah ini sifatnya umum dan semua ini dalam rangka menutup jalan yang mengantarkan kepada fitnah.”
(Majmu’ Al-Fatawa, 1/185)
Keempat: Tidak khalwat (berduaan) dengan lelaki yang bukan mahram.
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dalam titahnya yang agung:“Tidak boleh sama sekali seorang lelaki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila bersama wanita itu ada mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Kelima: Menjauh dari hal-hal yang dapat mengundang fitnah seperti mendengarkan musik, nyanyian, menonton film, gambar yang mengumbar aurat dan semisalnya.

                 Seorang muslimah yang cerdas adalah yang bisa memahami akibat yang ditimbulkan dari suatu perkara dan memahami cara-cara yang ditempuh orang-orang bodoh untuk menyesatkan dan meyimpangkannya. Sehingga ia akan menjauhkan diri dari membeli majalah-majalah yang rusak dan tak berfaedah, dan ia tidak akan membuang hartanya untuk merobek kehormatan dirinya dan menghilangkan ‘iffah-nya. Karena kehormatannya adalah sesuatu yang sangat mahal dan ‘iffah-nya adalah sesuatu yang sangat berharga.Memang usaha yang dilakukan untuk sebuah ‘iffah bukanlah usaha yang ringan. Butuh perlu perjuangan jiwa yang sungguh-sungguh dengan meminta tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah Bersabda :“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-’Ankabut: 69)

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق