MAKALAH
KONSEP TILĀWAĦ DI DALAM
Al-QURAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata
Kuliah
Tafsir
Al-quran 3 (Nažar Tarbawī)
Dosen
Pembimbing:
Dr.
Aam abdussalam, M.Pd.
Dr.
Toyib Zakaria, M.A.
Oleh
:
Dini
Rinjani (1105816)
Ranty
lembayu (1104403)
Dewi
purwasani (1104971)
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
2012
Kata Pengantar
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Dzat Ilahi Rabbi Allāh
Swt, yang telah memberikan ridha, rahmat, dan hidayah-Nya. Sehingga kami telah
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Tilāwaħ di dalam Al-Quran”. Tak lupa shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Alam Nabi Muhammad Saw, beserta
Keluarganya, Sahabat-sahabatnya, Tabiin Tabiat, dan sampai kepada kita selaku
Umatnya sampai akhir zaman.
Makalah ini berisikan
pemaparan tentang konsep tilawah dalam Al-quran Adapun maksud dari penyusunan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir
Al-quran 3 (Nažar Tarbawī).
Sebelumnya,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dr. Aam abdussalam,
M.Pd.Dr. Toyib Zakaria, M.A. Selaku dosen
mata kuliah yang telah membantu penyusun selama menyusun makalah ini,
rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penyusun untuk menyelesaikan
penulisan makalah ini, dan semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah
ini, tidak bisa kami sebut satu persatu. Dan semoga Allāh Swt memberikan
balasan yang berlipat ganda.
Kami selaku penyusun
sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam hal
isi maupun sistematika dan tehnik penulisannya. Oleh sebab itu, penyusun sangat
mengharapkan adanya kritikan yang membangun dari para pembaca sekalian. Semoga
makalah ini memberikan manfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca
sekalian. Aamiin.
Bandung, 11nopember 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu mukjizat terbesar Nabī Muhammad Saw
adalah Al-Qur`ān. Al-Qur`ān merupakan wahyu Illahi yang diberikan Allāh
kepada utusan-Nya Muhammad Saw, melalui perantara malaikat Jibril. Tak kan
pernah ada hentinya kita sebagai umat Muhammad untuk selalu membaca dan
mengkaji makna yang terkandung di dalamnya, karena Al-Qur`ān merupakan pedoman hidup
seluruh manusia agar selamat dunia dan akhirat. Bahasa yang terkandung didalam
Al-Qur`ān begitu indah dan menakjubkan, sehingga mampu membuat kita merenungi
kata demi kata untuk memahaminya. Selain itu juga didalam Al-Qur`ān terkandung
begitu banyak ilmu pengetahuan yang membuat kita berpikir lebih rasional dengan
disandarkan kepada ayat-ayat Allāh Swt tersebut.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Ayat
al-Qur`ān yang pertama kali turun pun berisikan perintah untuk membaca. Membaca
adalah kunci ilmu pengetahuan, sehingga sejak awal Islam memang mencurahkan
pehatian pada penguasaan ilmu. Sebab ia merupakan alat untuk tersebar luasnya
agama islam. Ini menunjukkan bahwa agama sangat menekankan pentingnya aktifitas
membaca, menelaah dan meneliti segala sesuatu yang ada di alam raya ini. Dan
aktifitas membaca tersebut hanya diperintahkan kepada manusia, karena hanya
manusialah makhluk yang memiliki akal dan hati, yang menjadi pembeda utama
dengan makhluk lainnya. Dengan hati dan akal itulah manusia bisa memahami
fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, sehingga memiliki kemampuan untuk
mengemban amanah sebagai khalīfatullah fil ar ḍ.
Sudah tak asing lagi terdengar oleh kita semua, kata-kata tilāwaħ,
baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun khusunya di dalam Al-Qur`ān.
Kata tilāwaħ memiliki makna, baik ketika berdiri sendiri, ataupun sering
disandarkan dengan kata lain, seperti “tilāwaħ Al-Qur`ān”. Lalu
sebenarnya apa yang dimaksud tilāwaħ itu? Dan bagaimanakah konsep
pendidikan tilāwaħ dalam Al-Qur`ān. Oleh
karena itu, maka kami tertarik dan mencoba untuk membahasnya dalam sebuah
makalah.
B. Rumusan masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan tilāwaħ ?
2.
Ada
berapa pengulangan kata tilāwaħ didalam
al-qur’an?
3.
Bagaimanakah
konsep tilāwaħ didalam al-qur’an?
4.
Bagaimana
implikasi kependidikan dari konsep tilāwaħ
dalam al-qur’an?
C. Tujuan pembuatan makalah
1.
Mengetahui
maksud tilāwaħ .
2.
Mengetahui
pengulangan kata tilāwaħ didalam
al-qur’an.
3.
Mengetahui
konsep tilāwaħ didalam al-qur’an.
4.
Mengetahui
implikasi kependidikan dari konsep tilāwaħ dalam al-qur’an.
D. Sistematika makalah
Dalam rangka mempermudah dan memahami
penyusunan makalah ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan makalah
yang meliputi :
Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan makalah.
Bab II Konsep
Tilāwaħ dalam Al-Qur`ān.
Bab III Implikasi
Kependidikan Konsep Tilāwaħ dalam Al-qur`ān.
Bab IV Penutupan
meliputi kesimpulan dan saran- saran.
BAB II
Konsep tilāwaħ dalam al-quran
A. Definisi tilāwaħ
Tilāwaħ menurut kamus besar bahasa indonesia memiliki
arti pembacaan (ayat Al-quran) dengan baik dan indah.(nasional 2008). Sedangkan dalam
kamus Al-Munawir kata (التلاوة) sama (القراءة) yang artinya bacaan. (Munawwir, 1997, hal. 138). Begitupun dalam
Kamus Kontemporer Arab-Indonesia تَلَا artinya membaca, تلاوة artinya bacaan atau tilāwaħ . (Muhdlor, 1998) Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengertian tilāwaħ menurut bahasa adalah bacaan.
Tilāwaħ menurut istilah seperti yang diungkapkan Ziad Khaled Moh
al-Daghameen dalam tulisannya “Al-Qur`an : Between The Horizons of Reading
and Recititation", yang dikutip oleh (Harun, 2008)
menyebutkan, tilāwaħ adalah
mengikuti petunjuk dan aturan-aturan (sunan) kitab suci. Ini berarti
keharusan berkesinambungan dalam memahami makna dan kebenaran-kebenaran (haqa,iq)-nya
dalam hati. Berbeda dengan tilāwaħ lebih
dikhususkan untuk al-Quran saja. Menurut Abu Hilal al-‘Askari yang dikutip dari
Ar-Raghib al-Asfahani di dalam al-Furûq al-Lughawiyah dan Murtadha
az-Zubaidi di Tâj al-‘Urûs menyatakan bahwa at-tilâwah itu dikhususkan
untuk mengikuti kitabullah dengan membaca (qira’ah) dan mematuhi (irtisâm)
kandungannya baik perintah, larangan, motivasi atau ancaman. Jadi at-tilâwah
itu lebih khusus dari qira’ah, setiap tilāwaħ adalah qira’ah, tetapi tidak setiap qira’ah
adalah tilāwaħ . (Banjar, 2011). Jadi, dapat
disimpulkan pengertian tilāwaħ secara
istilah adalah membaca dan memahami isi kandungan Al-Qur’an serta memahaminya.
B. Kata tilāwaħ dalam al-quran
Dalam Al-Qur`ān kata tilāwaħ menurut kamus Al-Mu’jam, dan
akar ('Isa, 1994)kata asalnya yang terkait dengan tilāwaħ disebut dan diulang
sebanyak 42 kali. Diantaranya adalah sebagai berikut (Baqi, 2009) :
Akar
kata Tilāwaħ
|
Banyaknya
|
Surat
dalam Al-Qur`ān
|
تلاوته
|
1 Kali
|
Al-Baqaraħ: 121
|
تلا
ها
|
1 Kali
|
Asy-Syam: 91
|
تتلوا
|
6 Kali
|
-
Al-Baqaraħ:
102
-
Yūnus:
62
-
Ar-Ra’du:
30
-
Al-Qoṣoṣ:
45
-
Al-Ankabut:
48
|
يتلوا
|
7 Kali
|
-
Al-Baqaraħ:
129
-
Al-Baqaraħ:
151
-
Alī-‘Imrān:
164
-
Al-Qoṣoṣ:
59
-
Al-Jumu’aħ:
2
-
Aṭ - ṭalaq:
11
-
Al-Bayyinaħ:
2
|
تتلون
|
2 Kali
|
-
Al-Baqaraħ:
44
-
Alī-‘Imrān:
101
|
يتلون
|
5 Kali
|
-
Al-Baqaraħ:
113
-
Alī-‘Imrān:
113
-
Al-Hajj:
72
-
Faṭir: 29
-
Az-Zumar:
71
|
يتلوه
|
1 Kali
|
Hūd: 17
|
يتلونه
|
1 Kali
|
Al-Baqaraħ:121
|
تتلى
|
14 Kali
|
-
Al-anfal:
8
-
Yūnus:
15
-
Maryam:
58
-
Maryam:
73
-
Al-Hajj:
72
-
Al-Mu`minūn:
66
-
Al-Mu`minūn:
105
-
Lukmān:
7
-
Saba:
43
-
Al-Jatsiyaħ:
25
-
Al-Jatsiyaħ:
31
-
Al-Ahqof:
71
-
Al-Qolam:
15
-
Al-Muṭafifin:
13
|
يتلى
|
7 Kali
|
-
An-Nisā:
127
-
Al-Maidah:
1
-
Al-Isara:
107
-
Al-Hajj:
30
-
Al-Qoṣoṣ:
53
-
Al-‘Ankabūt:
51
-
Al-Ahzab:
34
|
Jumlah
|
42 Kali
|
|
C. Konsep tilāwaħ dalam al-quran
1. Al-Quran surat Al-Ankabut ayat 51
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ
أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٥١)
Artinya:Dan Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah
menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka?
Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi
orang-orang yang beriman.(QS. Al-Ankabut:51)
a.
Makna
Mufrodat
Apakah tidak
|
أَوَلَمْ
|
Mencukupi mereka
|
يَكْفِهِمْ
|
Bahwasannya kami
|
أَنَّا
|
Kami telah menurunkan
Kepadamu
|
أَنْزَلْنَا
|
Kitab
|
الْكِتَابَ
|
Dibacakan
|
يُتْلَى
|
Kepada mereka
|
عَلَيْهِمْ
|
Sesungguhnya
|
إِنَّ
|
Didalam
|
فِي
|
Itu
|
ذَلِكَ
|
Benar-benar ada rahmat
|
لَرَحْمَةً
|
Dan pelajaran
|
وَذِكْرَى
|
Bagi kaum
|
لِقَوْمٍ
|
Mereka beriman
|
يُؤْمِنُونَ
|
Sumber: (Kurnia,
et al. 2012, 801)
b.
Asbabun
Nuzul
Yahya bin Ja’dah ra. Menjelaskan, bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan beberapa orang muslin yang menemui Rasullullah saw. Sambil
membawa kitab berisi tulisan yang mereka dengar dari kaum Yahudi. Rasul saw.
Pun bersabda, “cukuplah kesesatan kaum itu yang tak menyukai kitab yang
diturunkan kepada nabi mereka, dan mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang
dibawa oleh selain nabi.(Hatta 2009, 402)
c.
Makna
global
Allāh
menjelaskan tentang kebodohan mereka yang mendorong mereka meminta
mukjizat-mukjizat hissiy untuk menunjukan kebenaran kerasulannya, padahal telah
diberikan kepada mereka mukjizat yang bersifat abadi untuk selama-lamanya,
yaitu Al-Qur’an yang dibacakan kepada mereka pada malam dan siang hari.
Didalamnya terdapat kisah tentang umat-umat sebelum mereka dan berita tentang
orang-orang sesudah mereka. Juga hukum yang memutuskan diantara mereka. Dan
didalam Al-Qur’an terkandung penjelasan tentang orang-orang sesudah mereka.
Juga hukum yang memutuskan diantara mereka. Dan didalam alqur’an terkandung
penjelasan tentang perkara yang haq dan tolakan terhadap perkara yang batil.
Bahkan didalamnya terkandung peringatan akan turunnya azab atas orang-orang
yang mendustakan orang-orang yang
berbuat maksiat.(Al-Maragi 1993, 12)
d.
Pendapat
para mufassir
Menurut tafsir al-azhar, al kitab yang dimaksud dalam ayat ini
adalah al-quran. Al-quran ini sampai dari tuhan sebagai wahyu, yang telah dibacakan
pula kepada mereka. Orang-orang quraisy pun tahu bahwa al-quran memiliki
kualitas bahasa yang tinggi.manusia-manuasia yang tadinya tidak berarti,
manusia yang tadinya tidak berharga, tidak mempunyai tujuan hidup, tidak
mempunyai cita-cita, lalu dibacakan kepadanya al-quran, maka kepada manusia itu
jadi berubah. Sebagaimana dalam ayat lain dikatakan hendaklah orang menyambut
baik seruan Allāh dan rasul. Karena seruan Allāh dan rasul untuk membuat dirimu
menjadi hidup. Maka orang yang tidak menerima seruan Al-quran samalah al-quran
samalah arti hidupnya dengan mati.(Hamka 1988)
Adapun menurut tafsir Al-aisar maksud dari ayat ini adalah tidaklah
cukup bagi kalian satu mukjijat, bahwa Allāh ta’ala telah menurunkan kepadaku kitab-Nya,
lalu aku membacakannya kepada kalian pada pagi dan sore hari? Maka, mukjijat
manakah yang lebih besar selain kitab yang dibawa olehrasul ummi? Dimana
ayat-ayatnya mengandung petunjuk dan cahaya, pada waktu yang sama ia sebagai
rahmat dan peringatan yaitu nasihat bagi kaum yang beriman. Ia adalah mukjijat
yang akan tetap ada, kokoh dan tegak. Mereka yang membacanya akan memperoleh
nasehat dan rahmat sehingga mereka saling menyayangi. Al-quran adalah rahmat
dan pengingat, yakni sebagai pelajaran dan nasihat bagi orang-orang yang
mengimaninya, dan mengimani orang yang diturunkan kepadanya Al-quran itu.(Jabir 2008)
Menurut pak M.Quraish Syihab(shihab 2009)
yang dimaksuda dengan ayat ini adalah. Dan mereka yakni tokoh-tokoh
kafir makkah, berkata: “mengapa tidak diturunkan kepadanya bukti-bukti,
yakni mukjijat-mukjijat yang bersifat indriawi dari tuhan yang diakui sebagai
pemelihara dan pembimbingnya?” katakanlah: “sesungguhnya bukti-bukti,
yakni mukjijat-mukjijat yang kamu minta itu, semata-mata berada disisi Allāh,
yakni dibawah wewenang dan terserah kepada-Nya kepadaku dan aku hanya seorang
pemberi berita gembira yang jelas bagi yang taat kepada Allāh peringatan yang
nyata bagi yang membangkang. Penggunaan bentuk mudhari’ (kata kerja masa kini
dan datang) pada kata yatlu mengisyaratkan bahwa ayat-ayat al-quran,
sejak masa nabi muhammad saw, kini, dan masa datang akan terus dibaca.
Adapun menurut tafsir ibnu katsir ayat ini memiliki makna, apakah
tidak cukup bagi mereka satu tanda bahwa kami telah menurunkan kepadamu sebuah
kitab agung yang mengandung kabar sebelum mereka, kabar setelah mereka dan
hukum di antara mereka. Sedangkan engkau adalah seorang yang ummi, tidak mampu
membaca dan tidak mampu menulis serta tidak bercampur dengan seorang ahli kitab
pun. Maka, engkau datangkan kepada mereka dengan berita-berita yang ada pada
shuhuf-shuhuf pertama dengan memberikan penjelasan yang benar tentang apa yang
mereka perselisihkan serta dengan kebenaran yang tegas, jelas dan nyata.
Didalam al-quran ini sungguh mengandung penjelasan kebenaran dan penghapus
kebatilan serta peringatan dengan isinya yang mengandung lepasnya bencana dan
turunnya siksaan bagi para pendusta dan para pelaku maksiat terhadap kaum yang
beriman.(a. b. syaikh 2004)
Menurut tafsir al-maragi apakah kurang cukup dalil yang menunjukan
kebenaranmu bagi mereka. Yaitu kami telah menurunkan Al-Kitab kepadamu, yang
dapat mereka baca dan mereka pelajari dimalam dan siang hari. Sedang kamu
adalah orang ummy yang tidak pandai membaca dan menulis, serta kamu belum
pernah berguru dengan seorang ahli kitabpun? Kamu telah mendatangkan kepada
mereka berita-berita tentang apa yang terdapat di dalam kitab-kitab yang
dahulu, kamu menjelaskan mana yang benar tentang apa yang mereka perselisihkan
di antara sesamanya.(Al-Maragi 1993, 15)
2. Al-quran surat Al-Mutafifin ayat 13
إِذَا تُتْلَى
عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٣)
Artinya: yang apabila dibacakan kepadanya
ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang
dahulu" (QS. Al-Mutafifin:13)
a.
Makna Mufrodat
Apabila
|
إِذَا
|
Dibacakan
|
تُتْلَى
|
Kepadanya
|
عَلَيْهِ
|
Ayat-ayat kami
|
آيَاتُنَا
|
Berkata
|
قَالَ
|
Cerita-cerita dongeng
|
أَسَاطِيرُ
|
Orang-orang yang terdahulu
|
الأوَّلِينَ
|
Sumber : (Kurnia, et al. 2012, 1173)
b.
Asbabun
Nuzul
Ibnu Abi Hatim mengatakan, “Ayat ini turun berkenaan denganUbay bin
Khalaf.” Rabbmu yang telah menciptakanmu, lalu menjadikan anggota tubuhmu dalam
keadaan sempurna, tidak cacat lagi bermanfaat, dan menjadikanmu sebagai sosok
yang seimbang dan selaras. (Zuhaili, et
al. 2009, 588)
c.
Makna
global
Dalam ayat-ayat ini dijelaskan bahwa Allāh telah menyediakan sebuah
kitab yang mencatat semua perbuatan orang yang berdosa. Orang-orang yang
melampaui batas agama adalah mereka yang mendustakan hari akhir. Apabila
ayat-ayat al-qur’an dibacakan, merekapun menyatakan bahwa apa yang didengarnya
itu tidak lain merupakan dongengan orang-orang purbakala. Perbuatan mereka
seperti itu, yang telah menjadi kebiasaan, menutup jiwa dan hatinya sehingga
sulit untuk menerima kebenaran.(ash-Shiddieqy 2003, 4525)
d.
Pendapat
para mufassir
Menurut tafsir al-maraghi cerita al-qur’an tentang syurga, tentang
neraka, tentang ancaman, tentang azab, siksaaan Tuhan kepada yang durhaka
dianggapnya dongeng belaka. Karena dari zaman purbakala telah datang
rasul-rasul Allāh menyampaikan berita itu. Berita tentang hidup kekal sesudah
mati, tentang pembalasan yang akan diterima kelak. Mereka anggap itu dongeng
sebab mereka memandang bahwa dalam hal itu tidak ada bukti. Tidak ada orang
yang telah masuk ke dalam kubur yang hidup kembali buat meberitahukan
pengalaman-pengalaman yang mereka tempuh di alam lain itu.(Hamka 1985)
Menurut tafsir al-qurthubi yang dimaksud dengan ayat ini adalah
yang artinya “yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata: “itu
adalah dongengan orang-orang terdahulu,” menurut mayoritas ulama yang dimaksud
dengan تُتْلَى dengan dua
huruf ‘ta’ ialah qira’ah atau membaca. Adapun menurut abu haiwah, abu simak,
asyhab al uqaili, dan as-sullami إِذَا تُتْلَىdengan
huruf ‘ya’ firman Allāh ta’ala أَسَاطِيرُ
الأوَّلِينَ (dongengan-dongengan) yakni uah pembicaraan dan sendagurau
mereka yang mereka tulis dan hias dengan penuh kebohongan, bentuk tunggalnya
adalah”ustuurotun”dan “istoorotun”
penjelasannya telah di sebutkan sebelumnya. (Al-Qurthubi 2009, 187-188)
Adapun menurut tafsir ulama unisba maksud dari ayat ini adalah,
menolak kebenaran ayat-ayat yang disampaikan nabi dan para rasulnya. Mereka
mengatakan, ajaran yang disampaikan nabi merupakan dongeng dan kisah
orang-orang terdahulu.al-quran adalah informasi-informasi oarng-orang kuno yang
telah ketinggalan zaman. Orang-orang terdahulu terkenal pembohong dan penyebar
kesalahan. Jadi, orang-orang pendusta itu berdalih, al-quran yang disampaikan
nabi Muhammad bukan wahyu Allāh Swt. Penolakan semacam ini seringkali
dikemukakan orang kafir saat disampaikan ajaran yang benar. (juz'ama 2008, 135)
Menurut tafsir al-azhar ayat ini mengandung arti (p. d. hamka 1985, 80)Cerita al-quran tentang syurga, tentang neraka, tentang
ancaman azab siksaan tuhan kepada yang durhaka dianggapnya dongeng belaka.
Karena dari zaman purbakala telah datang rasul-rasul Allāh menyampaikan berita
itu. Berita tentang hidup kekal setelah mati, tentang pembalasan yang akan
diterima kelak. Mereka anggap itu dongeng sebab mereka memandang bahwa dalam
hal itu tidak ada bukti. Tidak ada orang yang telah masuk ke dalam kubur yang
hidup kembali buat memberitahukan pengalaman yang mereka tempuh di alam “lain”
itu.
Dan menurut al-aisar ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang
melampaui batas dan banyak berbuat dosa ketika dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Allāh untuk mengingatkan dan sebagai pelajaran untuk mereka, maka
mereka akan menolaknya dan berkata “ itu adalah dongengan rang-orang zaman
dahulu,” maksudnya dongeng dan cerita orang-orang terdahulu yang masih
tertulis. Mereka mendustakan dan mengingkari Al-Quran. (s. a. Al-jazairi 2009, 845)
Menurut tafsir al-mishbah maksud ayat ini adalah, pengingkaran
terhadap hari pembalasan mengakibatkan seseorang enggan melakukan kebaikan
kalau tidak mendapat ganjaran segera dan juga berani melakukan kejahatan
terhadap yang lemah. Sebaliknya, kepercayaan tentang adanya hari pembalasan
menjadikan selalu awas dan waspada, dan kalau dia mengahdapi orang lemah, ia
tetap berhitung bahwa, kalau kini ia kuat dan dapat berlaku berwenang-wenang
atasnya, ada hari dimana manusia semua akan diperlakukan Allāh secara adil dan
ketika itu ia terancam mendapat balasan kejahatannya. Keyakinan bahkan dugaan
ini akan mampu menjadikan manusia berpikir dua kali sebelum melangkahkan kaki
melakukan dosa. (shihab,
tafsir al-mishbah 2009, 146)
Menurut sumber lain, mereka memperolok kebenaran dan menganggapnya
kebohongan saja.(Ali 1995, 1580)
Orang-orang
yang apabila dibacakan al-qur’an, mengatakan: “Al-Qur’an itu bukan wahyu yang
diturunkan dari Allāh, tetapi nkumpulan cerita orang-orang purbakala, yang
diterima dari orang lain.”(ash-Shiddieqy 2003,
4525)
3. Al-quran surat Al-Baqarah ayat 121
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ
وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (١٢١)
Artinya:orang-orang
yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan
yang sebenarnya[84], mereka itu beriman kepadanya. dan Barangsiapa yang ingkar
kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi.(QS. Al-Baqarah:121)
a.
Makna Mufrodat
Orang-orang
yang
|
الَّذِينَ
|
Telah kami
beri mereka
|
آتَيْنَاهُمُ
|
Kitab
|
الْكِتَابَ
|
Mereka
membacanya
|
يَتْلُونَهُ
|
Sebenar-benarnya
|
حَقَّ
|
Bacaannya
|
تِلاوَتِهِ
|
Mereka
itulah
|
أُولَئِكَ
|
Mereka
beriman
|
يُؤْمِنُونَ
|
Kepadanya
|
بِهِ
|
Dan barang
siapa
|
وَمَنْ
|
Dia ingkar
|
يَكْفُر
|
Kepadanya
|
بِهِ
|
Maka mereka
itulah
|
فَأُولَئِكَ
|
Merekalah
|
هُمُ
|
Orang-orang
yang merugi
|
الْخَاسِرُونَ
|
b.
Asbabun nuzul
Ayat ini turun disebabkan orang-orang Yahudi meminta Nabi untuk
berdamai dan mereka berjanji kepada beliau, bahwa jika beliau ingin berdamai
dengan mereka, maka mereka akan mengikuti dan setuju dengan ajaran yang beliau
bawa.(Zuhaili, et al. 2009, 20)
c.
Makna
global
Menurut tafsir an-nur dalam ayat-ayat ini Allāh menjelaskan ada
segolongan orang Yahudi yang bisa diharapkan akan beriman, yaitu golongan yang
memahami Kitabnya dan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Mereka bisa memahami rahasia-rahasia agama dan meyakini apa yang didakwahkan
oleh Nabi Muhammad saw adalah benar sesuai dengan kemaslahatan manusia. Itulah
orang-orang yang jiwanya bersih.(T. M. ash-Shiddieqy 2000, 120)
d.
Pendapat
mufasir
Menurut tafsir an-nur ayat ini memberikan penjelasan diantara ahli
kitab ada segolongan orang yang membaca Taurat dan meresapi isinya, serta
menghayatinya. Mereka juga memelihara lafal-lafal Taurat dan mamahami makna,
rahasia, serta hikmah yang terkandung didalamnya. Merekalah yang dipandang sebagai
orang-orang yang berakal , karena mereka memahami apa yang dibawa nabi muhammad
adalah benar dan mereka menjadikannya sebagai petunjuk. Mereka itu seperti
Abdullah ibn Salam dan kawan-kawannya yang telah beriman kepada nabi.(T. M. ash-Shiddieqy 2000, 198)
Menurut tafsir al-azhar ayat ini memberikan penjelasan kepada kaum
muslimin, bahwasanya apabila mereka membaca kitab al-quran yang diturunkan
kepada mereka dengan perantaraan nabi. Sebenar-benarnya membaca, yaitu difahamkan
isinya dan diikuti, orang yang semacam itulah yang akan merasai nikmat iman
kepadanya. Kalau kita sambungkan dengan ayat sebelumnya, bahwasannya yahudi dan
nasrani tidak bersenang hati, sebelum orang islam mengikuti agama mereka, maka
orang islam yang tidak memperhatikan, membaca dan mengikuti al-Quran yang akan
dapat mengikuti agama yang lain. Setelah ahli tafsir mengartikan yatlūnahu
dengan membaca dan mengikutinya. Al-azhar pun menggabungkan kedua arti itu,
membaca dan mengikuti. Jangan hanya semata-mata hanya membaca, padahal tidak
diikuti. Jadi, setelah membaca maka ikuti apa yang telah dibaca. (hamka, 1982)
Adapun menurut tafsir al-maraghi maksud dari ayat ini adalah diantara ahli kitab ada yang mempelajari
kitab taurat dengan penuh pengertian, hingga mampu memahami secara detail.
Mereka juga menjaga kefasihan kata-katanya dan memikirkan makna yang
terkandung, di samping memahami hukum dan rahasia-rahasia. Mereka adalah
orang-orang yang mengetahui bahwa yang dibawa muhammad adalah kebenaran.
Karenanya, golongan ini mau beriman kepada rasulullah saw. Dan memakai petunjuk
yang lurus ini. Di antara mereka, abdullah ibnu salam dan kaum yahudi lain yang
mengikuti jejaknya. Mereka adalah pemimpin yang keras kepala dan orang-orang
yang bodoh terhadap perkataan orang-orang kelompok pertama. Mereka adalah
orang-orang yang rugi karena kehilangan kebahagiaan di dunia, kemuliaan,
kejayaan yang Allāh anugerahkan kepada siapa saja yang membeda agama-Nya. (Al-maraghi, 1992)
Dari tafsir al mishbah (syihab, 2007)Setelah mengancam siapa diantara ahl kitab yang wajar diperingati
dan diancam karena mengubah kandungan al-kitab, dijelaskan di sini kelompok
yang wajar mendapat berita gembira. Mereka adalah orang-orang yang telah kami
berikan kitab yakni taurat dan injil, mereka membacanya dengan bacaan
yang sebenarnya yakni mengikuti tuntutanannya secara baik dan sempurna
serta sesuai dengan apa yang diturunkan Allāh tanpa melakukan atau mempercayai
perubahan yang ada, mereka itu yakni yang sungguh tinggi kedudukannya di
sisi Allāh beriman kepadanya yakni kepada kitab suci. Dan barang
siapa yang ingkar yakni kepada kitab suci, maka mereka itulah bukan
selain mereka orang-orang yang benar-benar rugi, celaka dan
binasa. Kalimat yatlūnahu haqqa tilāwātihi yakni mereka membaca dengan
tekun sambil mempelajari secara sungguh-sungguh kandungannya, lalau mengikuti
bacaan itu dengan pengalaman yang benar.
Menurut tafsir
al-aisar dalam ayat ini Allāh ta’ala memberitahukan bahwa mereka yang diberi
kitab taurat dan injil, lalu mereka senantiasa mengkajinya secara benar, mereka
tidak menyelewengkan dan tidak menyembunyikan isinya, mereka itulah orang-orang
yang benar-benar beriman kepada Al-kitab. Barang siapa dari ahli kitab yang
beriman kepada Allāh dan ia membacanya dengan sungguh-sungguh, maka sudah pasti
ia akan beriman kepada nabi muhammad yang ummi (buta huruf) dan mau masuk ke
dalam agamanya. Jalan petunjuk ilahi bisa ditempuh melalui tilāwaħ kitab Allāh ta’ala secara sungguh-sungguh,
yaitu dengan memperindah bacaan, menghayati isi petunjuknya, mengimani ayat
yang muhkamat maupun ayat mutasyabihat, menhalalkan apa yang dihalalkan dan
mengaharamkan apa yang diharamkan, serta menegakan batas-batas ketentuannya
sebagaimana menegakan (membaca dengan baik dan benar) huruf-hurufnya. (Al-jazairi, 2008)
Di dalam tafsir
al-muyasar dikatakan bahwa maksud dari ayat ini adalah orang-orang yang telah
diberi kitab mereka menjalankan isinya dengan penuh ketaatan, berpetunjuk
dengan petunjuknya, menghalalkan apa yang dihalalkan olehnya, mengharamkan apa
yang diharamkan olehnya, mengamalkan semua hukum-hukumnya, dan mempercayai
hal-hal yang hanya diketahui oleh Allāh maksudnya dari isi kitab tersebut maka
mereka itulah orang-orang yang benar-benar mempercayai dan memegangnya. Mereka
bukan termasuk orang-orang yang membeda-bedakan kitab-kitab Allāh dan para
rasul-Nya dengan berkata, “kami beriman kepada sebagian dan kafir kepada
sebagian yang lain.” Ketahuilah, barang siapa berperilaku seperti ini maka
ia telah keluar dari ketaatan kepada kami, membangkang dari syariat kami, dan
melanggar janji kami. Dan balasan baginya adalah kerugian, kebinasaan, dan
siksaan yang kekal. (al-Qarni, 2007)
Menurut tafsir
ibnu katsir yang dimaksud orang-orang dalam ayat ini adalah para sahabat
rasulullah. Barang siapa diantara ahlul kitab yang menegakan kitab Allāh yang
diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan sebenar-benarnya, maka ia akan
berfirman kepada apa yang engkau bawa. Jika kalian benar-benar menegakan
taurat, injil, dan Al-quran, beriman kepadanya dengan sebenar-benarnya, serta
membenarkan kandungannya yang memuat berita-berita mengenai pengutusan nabi
muhammad saw, sifat-sifatnya, perintah untuk mengikutinya dan membantu serta
mendukungnya, niscaya hal itu akan menuntun kalian kepada kebenaran dan
menjadikan kalian mengikuti kebaikan di dunia dan di akhirat.(syaikh, 2009)
Menurut
ath-tabari(isawi, 2009) Amru bin ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Al muammil
menceritakan kepada kami, ia berkata: sufyan menceritakan kepada kami, ia
berkata: yazin menceritakan kepada kami dari murrah, dari abdullah; tentang
firman Allāh “mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya” ia berkata,
‘mengikutinya dengan sebaik-baiknya”. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini
menjelaskan tentang maksud dari ayat ini adalah membaca dengan bacaan yang
sebenarnya adalah dengan menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram,
membacanya sesuai yang diturunkan Allāh, tidak mengubah perkataan dari
tempat-tempatnya, dan tidak mentakwilkan sesuatu diluar takwilnya.
4. Al-Qur’an surat al-anfal ayat 2
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ (٢)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang
beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allāh[595] gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal:2)
a.
Makna Mufrodat
Sesungguhnya
|
إِنَّمَا
|
Orang-orang
yang beriman
|
الْمُؤْمِنُونَ
|
Orang-orang
yang
|
الَّذِينَ
|
Apabila
|
إِذَا
|
Disebutkan
|
ذُكِرَ
|
Allāh
|
اللَّهُ
|
Gemetar
|
وَجِلَتْ
|
Hati mereka
|
قُلُوبُهُمْ
|
Dan apabila
|
وَإِذَا
|
Dibacakan
|
تُلِيَتْ
|
Kepada
mereka
|
عَلَيْهِمْ
|
Ayat-ayatnya
|
آيَاتُهُ
|
Maka ia
menambahkan mereka
|
زَادَتْهُمْ
|
Keimanan
|
إِيمَانًا
|
Dan kepada
|
وَعَلَى
|
Tuhan mereka
|
رَبِّهِمْ
|
Mereka bertawakal
|
يَتَوَكَّلُونَ
|
b. Asbabun Nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan pembagian harta rampasan Perang
Badar. Ayat ini tentang cara pembagian rampasan perang dan diperuntukan bagi
siapa, apakah bagi sahabat Muhajirin, atau sahabat Anshar, atau dua-duanya. (Zuhaili, et al. 2009, 178)
c.
Makna
global
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa Allāhlah yang menetapkan pembagian
harta rampasan perang. Selain itu menjelaskan tentang sifat-sifat mukmin yang
hak (benar), yaitu : gentarhatinyajikadiingatkan (disebut) nama Allāh,
bertambah imannya apabila ayat-ayat Allāh dibaca di depannya, menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allāh (tawakal), mendirikan sembahyang dan menafkahkan
sebagian hartanya.(T. M. ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur 2000, 1548)
d.
Pendapat
para mufassir
Menurut tafsir an-nur berpendapat bahwa semuua orang mukmin yang
benar dan hatinya tulus ikhlas dalam beriman adalah mereka yang memiliki lima
sifat seperti diuraikan berikut ini. Pertama, mereka yang apabila ingat kepada Allāh,
mengakui kebesaran-Nya, serta mengingat janji dan ancaman-Nya, maka timbulah
ketakutan dalam jiwanya. Kedua, mereka yang apabila dibacakan atau membacakan
al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad, maka bertambahlah imannya,
berangsur-angsur sempurnalah keyakinannya dan meningkatlah kesungguhan beramal.
Orang mukmin semakin banyak dalil yang diperolehnya semakin kuat hujjah yang
didapatinya, akan semakin tinggi imannya, semakin tertanam dalam akidahnya dan
semakin mengerjakan amalan yang baik. Ketiga, mereka sepenuhnya menyerahkan
diri kepada Allāh, tidak kepada sesuatu yang lain, mereka bertawakal dan
beramal degngan sesungguh hati, disamping mengerjakan ibadat agama. Ketiga
sifat tersebut ini merupakan sifat hati yang berkaitan dengan hati. Adapun dua
sifat lainnya yang berkaitan dengan amalan fisik.(T. M. ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur 2000, 1547)
Dalam tafsir al maraghi juz 7,8,9 hal 311 disebutkan bahwa orang
yang benar benar beriman yaitu, orang-orang yang ikhlas dalam keimanan mereka
adalah orang orang yang ingat kepada Allāh dalam hati mereka maka mereka merasa
takut terhadap kebesaran dan kekuasan Allāh terhadap janji ancaman dan perhitungannya
kelak terhadap hamba-hambanya. Dan apabila dibacakan kepada ayat-ayat Allāh
yang diturunkan kepada Nabi-Nya yang terakhir maka bertambah yakinlah mereka
dalam beriman, bertambah mantaplah mereka dalam ketentraman dan bertambah
semangat dalam beramal. Bahwa orang-orang yang beriman itu bertawakal kepada
Tuhan semata-mata, tanpa menyerahkan urusan mereka kepada selain Allāh siapa
saja yang yakin bahwa Allāh lah yang mengatur segala urusannya dan segala
urusan alam semesta ini, dia tidak mungkin menyerahkan urusan-urusaan itu
sedikitpun kepada selain Allāh.
Dalam tafsir dalam tafsir al-qurthubi jilid hal. 923 disebutkan
bahwa para ulama berkata “ayat ini merupakan dorongan kepada kaum Muslimin
untuk menaati perintah Rasulullah saw. Yang berkaitan dengan pembagian harta
rampasan perang. Kalimat “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya
bertambah iman mereka (karenanya), maksud ayat ini adalah keyakinannya semakin
bertambah. Keimanan seseorang pada hari ini merupakan tambahan dari keimamannya
di hari kemarin. Orang yang meyakini sesuatu hal untuk kedua dan ketiga
kalinya, maka hal itu merupakan tambahan bagi keyakinan sebelumnya. Ada yang
berpendapat bahwa maksudnya adalah dada mereka bertambah lapang dengan banyak
ayat dan dalil yang didengar.
Dalam tafsir ibnu katsir jili 4 hal 6 disebutkan bahwa Imam Bukhari
dan imam-imam lainnya telah menjadikan ayat ini dan ayat semisal lainnya
sebagai dalil yang membuktikan bahwa iman itu bertambah dan tingakatannya di
dalam hati berbeda-beda, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Makdud kalimat “Dan
kepada Rabb-lah mereka bertawakal” adalah mereka tidak mengharap selain Dia
kepada-nya tidak berlindung kecuali di sisi-Nya tidak meminta
kebutuhan-kebutuhannya kecuali dari-Nya. Mereka pun mengetahui bahwa apa yang
dikehendaki Allāh pastilah terjadi dan apa yang tidak Allāh kehendaki tidaklah
terjadi. Dialah yang mengatur kerajaan-Nya, Dialah yang tunggal dan tiada
sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menolak keputusan-Nya dan Allāh-lah yang
Mahacepat hisab-Nya.
Dalam tafsir al-Misbah volum 5 hal 375 dijelaskan bahwa ayat ini Allāh
menjelaskan sebagian sifat yang menyandang predikat mukmin yaitu: Orang-orang
mukmin yang mantap imannya dan kukuh lagi sempurna keyakinannya hanya mreka
yang membuktikan pengakuan iman dengan perbuatan sehingga apanbila disebut nama
Allāh sekedar mendengar kata itu, getarlah hati mereka karena mereka sadar akan
kekuasaan dan keindahan serta keagungan-Nya dan apabila dibacakan oleh siapapun
kepada mereka ayat-ayat-Nya, ia yakni ayat-ayat itu menambah iman mereka karena
memang mereka telah mempercayai sebelum dibacakan, sehingga setiap ia mendengarnya
kembali tebuka lebih luas wawasan mereka dan dan terpancar lebih banyak cahaya
ke hati mereka dan kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang mengahadapi segala
sesuatu sehingga hasilnya adalah dan kepada Tuhan mereka saja mereka berserah
diri.
Dalam Tafsir Al –Azhar juz 7,8,9 hal 250 disebutkan bahwa apabila
ada orang yang mengakui dirinya beriman, belumlah diterima iman itu dan
belumlah terhitung ikhlas, kalau hatinya belum bergetar mendengar nama Allāh
disebut orang. Apabila nama itu disebut, terbayanglah dalam ingatan orang yang
beriman itu betapa maha besarnya kekuasaan Allāh, mengadakan, menghidupkan,
mematikan, dan melenyapkan. Dan ingatan kepada Allāh itu bukan semata-mata
karena disebut, melainkan karena melihat pula bekas kekuasaan-Nya. Maka merasa
takutlah ia kalau-kalau usianya akan habis padahal ia belum melaksanakan apa
yang diperintahkan oleh Allāh.
5. Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 164
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (١٦٤)
Artinya: sungguh Allāh telah memberi
karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allāh mengutus diantara mereka
seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allāh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(QS. Al-Imran:164)
a.
Makna Mufrodat
Sungguh
telah
|
لَقَدْ
|
Memberi
karunia
|
مَنَّ
|
Allāh
|
اللَّهُ
|
Kepada
|
عَلَى
|
Orang-orang
beriman
|
الْمُؤْمِنِينَ
|
Ketika
|
إِذْ
|
Dia mengutus
|
بَعَثَ
|
Diantara
mereka
|
فِيهِمْ
|
Seorang
rasul
|
رَسُولا
|
Dari
|
مِنْ
|
Mereka
sendiri
|
أَنْفُسِهِمْ
|
Dia
membacakan
|
يَتْلُو
|
Kepadanya
|
عَلَيْهِمْ
|
Ayat-ayatnya
|
آيَاتِهِ
|
Dan
membersihkan mereka
|
وَيُزَكِّيهِمْ
|
Dan
mengajarkan kepada mereka
|
وَيُعَلِّمُهُمُ
|
Kitab
|
الْكِتَابَ
|
Dan hikmah
|
وَالْحِكْمَةَ
|
Dan jika
|
وَإِنْ
|
Mereka
dahulu
|
كَانُوا
|
Dari
|
مِنْ
|
Sebelum
|
قَبْلُ
|
Sungguh
dalam
|
لَفِي
|
Kesesatan
|
ضَلالٍ
|
Yang nyata
|
مُبِينٍ
|
b.
Asbabun
Nuzul
Ibnu Abbas berkata,”Ayat ini
turun ketika sebuah topi merah yang hilang setelah Perang Badar, lantas
sebagian orang berkata, “Mungkin Rasulullah mengambilnya, “Lalu Allāh
menurunkan ayat, dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat.”(Zuhaili, et al. 2009, 72)
c.
Makna
global
Sesungguhnya
Allāh s.w.t. telah memberi karunia dan memuliakan kaum Muslimin dengan mengutus Muhammad s.a.w. yang
beraal dari bangsa dan kabilah mereka sendiri; agar mereka mengikuti beliau dan
menjadikan beliau sebagai panutan bagi mereka. Beliau membacakan ayat-ayat
Allāh s.w.t. bagi mereka, menjelaskan segala hokum, menunjukkan budi pekerti
yang paling mulia,membersihkan hati mereka dari kotoran, najis, sangsi dan
keraguan, serta mengajarkan kepada mereka al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal,
sebelumnya mereka tenggelam dalam kegelapan dan terperosok dalam pelanggaran.
Mereka tidak memiliki cahaya yang dapat member mereka petunjuk. Juga tidak ada
pemimpin yang layak diikuti, tidak ada pula syariat yang bisa dijadikan
sandaran hukum. Mereka justru berada kesesatan yang besar dan nyata. (al-Qarni, Tafsir Muyassar, 2007)
d.
Pendapat
mufasir
Allāh telah menggambarkan sifat
nabi dengan gambaran yang masing-masingnya menunjukan suatu anugerah
yang agung dan tidak ternilai:, Sesungguhnya Nabi saw. Berasal dari mereka.
Maksudnya beliau berasal dari kalangan bangsa Arab. Dengan demikian, mereka
akan lebih cepat menanggapi ajakannya, mengambil hidayah dengan petunjuknya.
Sang nabi akan lebih dipercaya oleh mereka dibandingkan jika beliau bukan
berasal dari kalangan mereka. Nabi membacakan untuk mereka ayat-ayat Allāh yang
menunjukan kekuasaan, keesaan dan pengetahuan-Nya, agar jiwa manusia terarah
padanya untuk mengambil faedah dan teladan darinya. Sesungguhnya nabi
menyucikan dan membersihkan jiwa mereka dari lidah palsu, bujukan-bujukan wasaniy
dan kotorannya. Sebab bangsa Arab dan lainnya sebelum islam, hidup dalam
kekacauan akhlak, akidah dan etika. Kemudian Nabi Muhammad saw. Mencabut dari
mereka akar-akar wasaniy dan mengenyahkan kepercayaan batil dari akidah mereka.
Nabi saw. Mengajari mereka Al-Kitab
(Al-Qur’an) dan hikmah (hadis). Mengajarkan Al-Kitab berarti memaksakan mereka
agar mau belajar menulis dan membebaskan mereka dari kebuta hurufan menuju
cahaya ilmu dan pengetahuan. Nabi meminta agar mereka menulis Al-Qur’an dan
beliau membentuk sekretaris-sekretaris wahyu. (al-maraghi 1993)
Menurut tafsir al-Qurthubi firman Allāh SWT, يَتْلُو عَلَيْهِمْ, يَتْلُو
berada pada posisi nasab dan
ia adalah na’at (sifat) bagi رَسُولا. makna يَتْلُو
adalah membaca “tilaawatan” artinya perihal membaca. (Al-Qurthubi,
tafsir Al-Qurthubi 2008)
Adapun menurut tafsir al-muyassar ayat ini menjelaskan tentang,
sesungguhnya Allāh telah memberikan karunia dan memuliakan kaum muslimin dengan
mangutus Muhammad SAW. Yang berasal dari bangsa dan kabilah mereka sendiri,
agar mereka mengikuti beliau dan menjadikan beliau sebagai panutan bagi mereka.
Beliau membacakan ayat-ayat Allāh bagi mereka, menjelaskan secara hukum,
menunjukan budi pekerti yang paling mulia, membersihkan hati mereka dari
kotoran,najis, sangsi, dan keraguan, serta mengajarkan kepada mereka al-quran
dan as-sunnah. Padahal sebelumnya mereka tenggelam dalam kegelapan dan
terperosok dalam pelanggaran. Mereka tidak memiliki cahaya yang dapat memberi
mereka petunjuk. Juga tidak ada pemimpin yang layak diikuti, tidak ada pula
syariat yang bisa dijadikan sandaran hukum. Mereka justru berada dalam
kesesatan yang besar dan nyata. (al-Qarni
2007, 327)
Menurut M.Quraish Shihab volum 2 dijelaskan bahwa Allāh swt. mengutus Nabi Muhammad saw.
kepada seluruh manusia tetapi karena yang meraih manfaat dari kehadiran dan
memperoleh anugrah dari pengutusan beliau sebagai Rasūl Allāh hanyalah
orang-orang mukmin maka ayat diatas yang memang dalam konsteks pembicaraan tentang
anugrah ilahi. Sebagian ulama memahami kata min anfusuhim yang
diterjemahkan dari kalangan mereka sendiri, bukan dalam arti jenis manusia,
tetapi dari golongan mereka yakni orang Arab. Selain itu ada juga memahami kata
anfusihim dalam pengertian yang seluas-luasnya, pertama dari lingkungan
mereka sehingga Nabi yang luas itu, dikenal sejak kecil hingga dewasa
pengenalan yang sangat luas serta pengenalsifat-sifatnya yang terpuji (Shihab 2008, 264).
Dalam tafsir Al-Aisar jilid 2 hal. 247 ayat ini merupakan
penjelasan Allāh tentang anugrah Allāh kepada orang-orang yang beriman dari
bangsa Arab, berupa diutusnya seorang Rasul Allāh kepada mereka. Rasul ini
membacakan ayat-ayat Allāh kepada mereka sehingga mereka beriman dan mencapai
kesempurnaan iman; ia mensucikan jiwa-jiwa mereka dari bahaya syirik dan
kegelapan kekafran melalui hidayah yang ia bawa ia menyeru ke jalan Allāh
dengan beriman dan melaksanakan amal saleh berakhlak mulia dan beretika yang
luhur dan ia mengajarkan kepada mereka al-qur’an yang berisi aturan-aturan
syari’at, hidayah dan ilmu hikmah untuk memahami rahasia-rahasia yang
terkandung di dalam al-qur’an dan as-Sunnah. Nikmat besar begitu jelas bagi
siapapun yang mengingat kondisi kepada bangsa Arab pada zaman jahiliyah sebelum
kedatangan rasul tersebut kepada mereka (Al-Jaizari 2007, 247)
Adapun menurut tafsir ibnu katsir maksud dari ayat ini adalah di
mana rasul yang diutus kepada mereka itu adalah dari jenis mereka sendiri,
sehingga dengan demikian mereka akan dapat berkomunikasi dan menjadikannya
tempat rujukan dalam memahami firmannya. Firman Allāh yang memiliki arti “yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allāh” yakni memerintahkan kepada mereka
dari perbuatan munkar, agar dengan demikian mereka dapat menyucikan diri mereka
dari kotoran dan najis yang menyelimuti mereka ketika masih dalam keadaan
jahiliyah yang meliputi kemusyrikan. (DR 2004, 181)
BAB III
Implikasi tilāwaħ dalam kependidikan
Ada
beberapa tujuan pendidikan yang bisa diambil dari konsep tilāwaħ
menurut Al-Qur’an :
1.
Mengembangkan minat dan kebiasaan membaca
Membaca adalah suatu kegiatan fisik
dan mental. Melalui membaca informasi dan pengetahuan yang berguna bagi
kehidupan dapat diperoleh. Inilah motivasi pokok yang dapat mendorong tumbuhnya
dan berkembangnya minat membaca. Apabila minat ini sudah tumbuh dan berkembang,
sudah mulai suka membaca, maka kebiasaan membaca pun akan berkembang. Tempat yang terbaik untuk
menumbuhkan minat dan mengembangkan kebiasaan membaca adalah di rumah, terutama
karena suasana kekeluargaan itu.Waktunya sebaiknya sedini mungkin semasa
kanak-kanak. (Tampubolon,
1993, hal. 41)
Sedangkan
menurut (Yamin, 2010, hal. 106) membaca adalah suatu
cara untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan merupakan
hasil ramuan pndapat, gagasan, teori-teori, hasil penelitian para ahli untuk
diketahui dan menjadi pengetahuan siswa.
Menurut
Steinberg menggariskan lima prinsip pokok pengajaran membaca dini :
a
Materi
bacaan harus terdiri atas kata-kata , frase-frase, dan kalimat-kalimat yang
bermakna , terutama dari segi pengalaman anak.
b
Membaca
terutama harus didasarkan pada kemampuan memahami bahasa lisan, dan bukan pada
kemampuan berbicara.
c
Membaca
bukan mengajarkan (aspek-aspek bahasa) atau konsep-konsep.
d
Membaca
tidak harus bergantung pada pengajaran menulis.
e
Pengajaran
membaca harus menyenangkan bagi anak.
Tentunya
dalam mengembangkan minat dan kebiasaan membaca pada peserta didik harus ada
usaha-usaha yang dilakukan oleh pendidik di sekolah maupun di rumah yakni orang
tua.Sehingga selaku pendidik di Sekolah yakni sosok seorang guru harus
memberikan motivasi agar peserta didiknya mau membaca dan tugas dari pendidik
di rumah yakni orang tua adalah dengan membiasakan budaya membaca di rumah.
Orang
tua harus menjadi tei ladan bukan hanya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
umumnya, tetapi juga dalam membaca.Ibu hendaklah menjadi pecinta buku, dalam
arti membuat membaca menjadi kebiasaan pribadi dan keluarga. (Tampubolon, 1993, hal. 48)
Seperti
ayah dan ibunya membiasakan membaca buku atau surat kabar.Itulah sebabnya maka
anak yang berusia satu sampai tiga tahun kadang-kadang tiba-tiba kedekat ibunya
atau bapaknya yang sedang membaca, seraya mengambil bacaan itu dan meniru apa
yang telah dilakukan oleh bapak atau ibunya. Itulah salah satu cara untuk mengembangkan
minat dan kebiasaan membaca pada seorang anak atau peserta didik.
2.
Membimbing peserta didik dalam pelajaran membaca
Dasar yang paling utama dan yang paling penting untuk mengadakan
suatu kerjasama yang baik adalah saling pengertian yang mantap. Kerjasama
antara orang tua dan guru dalam membimbng peserta didik dalam pelajaran
membaca. Maksudnya seperti yang telah dipaparkan diatas orang tua di rumah
membantu anaknya dalam pelajaran membaca salah satunya dengan bentuk perhatian,
ucapan orang tua hendaklah bersifat mendorong dengan memberikan penghargaan
berupa pujian atas apa yang telah dipelajarinya.
Dan dari pihak guru hendaknya tidak hanya mendorong atau memotivasi
peserta didi saja tetapi alangkah baiknya mengadakan pertemuan dengan orang tua
khusus membahas kegiatan belajar mengajar di Sekolah seperti membaca, memang
perlu dukungan juga dari orang tua agar peserta didik mau membiasakan membaca
dari sejak dini.
3.
Membaca membantu melihat inti masalah dan menambah
wawasan intelektual
Setiap siswa dituntut banyak membaca, membaca akan
membuat lebih mudah “melihat” apa yang sedang dibicarakanseorang penceramah,
guru, dosen, sebuah buku dan sebuah program komputer. Siswa visual akan menjadi
lebih baik bila dia melihat contoh nyata dari dunia nyata, seperti diagram,
peta konsep, peta gagasan, ikon gambar, dan gambar dari segala macam hal ketika
mereka sedang belajar.
Belum ada sejarah yang tercatat di dunia bahwa
seseorang yang cerdas, memiliki daya intelektual tinggi padahal dia tidak suk membaca, atau pengetahuan yang
didapatkannya melalui semedi. Rasūl Allāh Muhammad SAW pertama kali mendapat
wahyu dari Allāh adalah tentang anjuran untuk membaca “iqra”.
Intelektual seseorang akan menjdi tajam manakala
dia selalu membaca buku, informasi, meneliti atau membaca hasil penelitian
orang kemudian mengimplementasikan, dia dapat berfikir rasional dengan hasil
pengetahuan yang didapat melalui membaca, dan hasil kajiannya berdasar
teori yang ia baca.
Dalam buku yang berjudul Kiat Membaca Siswayang dikarang oleh Dr. Martinis Yamin, M.Pd.
mengungkapkan bahwa banyak aspek yang dilahirkan dari membaca dan membuat
intelektual eseorang bertambah tajam, seperti :
a. Mampu memecahkan masalah yang dihadapi
b. Mampu menganalisa pengalamannya
c. Mampu mengerjakan perencanaan strategismampu
melahirkan gagasan kreatif dan inovatif
d. Mampu mencari dan menyaring informasi
e. Mampu merumuskan pertanyaan
f. Manpu menciptakan model mental
g. Mampu menerapkan gagasa baru pada pekerjaan
h. Mampu meramalkan implikasi suatu gagasan baru pada pekerjaan
i.
Mampu meramalkan implikasi suatu gagasan
4. Meningkatkan kemampuan membaca
Menurut Sudarmanto sebagaimana yang
dikutip oleh Yamin (2010: 119) kemampuan sesorang membaca sangat ditentukan
oleh bahan yang dibaca. Semakin berat bahan bacaan, semakin sedikit jumlah kata
yang berhasil dibaca, demikian sebaliknya semakin ringan bahan bacaan semakin
banyak jumlah kata yang berhasil dibaca.
Ada
kiat untuk membuktikan, kita sudah berkonsentrasi atau siap untuk membaca
dengan mencoba :
a. Ambil segemgam beras, kemudian hitung butiran beras
sampai seratus, setelah beras tersebut dihitung, coba lagi menghitungnya
kembali, bila ternyata hitungan kita tepat seratus butir menunjukkan kita sudah
berkonsentrasi, bila hitungan meleset kurang atau lebih berarti kita belum
berkonsentrasi
b. Dapat dilakukan dengan cara menghitung langkah,
buat garis di halaman rumah kemudian langkahkan kaki kita sampai ke 40 atau 50
,setelah itu kembali ke garis yang kita buat, jika jumlah langkah yang
dilakukan sama maka kita sudah berkonsentrasi jika eleset maka kita belum
konsentrasi dan belum siap.
5. Dengan membaca dapat
meningkatkan kualitas keimanan seseorang.
6.
Sifat guru
Menurut ‘Isa (1994: 131)
salah satu kiat sukses pendidikan Islam adalah keteladanan, karena untuk
membangkitkan semangat iman dalam jiwa para siswa, dimana semangat itu
dijadikan hakikat yang nyata dikalangan siswa. Maka setiap guru dalam
pendidikan Islam harus mampu memberikan contoh keteladanan dan sebagai panutan
yang baik bagi peserta didiknya. Bisa menyelaraskan pemikiran dengan amal
perbuatan. Sehingga guru yang memiliki sifat, sikap dan keteladanan yang dapat
dijadikan panutan bagi para anak didknya, pada gilirannya akan merasa yakindengan
kemampuan akal pikirannya.
Selain sifat keteladan yang harus dimilki oleh seorang
guru adalah kebiasaan tindakan, yakni seorang guru hendaklah berusaha
membiasakan dirinya berbuat sesuai dengan ilmu yang diajarkannya. Seorang guru
mampu berbuat sama persis dengan apa yang diajarkannya, biasa bersifat,
bersikap dan bertindak sesuai dengan ilmu yang diajarkannya, maka peserta didk
pun akan berbuat demikian. ('Isa, 1994, hal. 133)
Berkaitan dengan firman
Allāh dalam Al Qur’an Surat Al-Anfal ayat 2
7.
$yJ¯RÎ) cqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sÎ)
tÏ.è
ª!$#
ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sÎ)ur ôMuÎ=è?
öNÍkön=tã
¼çmçG»t#uä öNåkøEy#y
$YZ»yJÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u
tbqè=©.uqtGt ÇËÈ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berimani ialah mereka yang bila disebut nama Allāh
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal.” (QS.
Al-Anfal[8]:2)
Implikasi dari ayat tersebut yang
bisa kita ambil, hendakalah seorang guru memiliki sifat tawakal karena guru
dituntut berusaha sekuat tenaga demi mencapai target pembelajaran. Segala upaya
harus dilakukan, agar anak didiknya menjadi paham dan pandai. Bahkan kebanggaan
tertinggi seorang guru tercapai ketika melihat anak didiknya memiliki prestasi
yang diperhitungkan ditengah masayarakat. Namun disis lain, seorang guru harus
pula ingat bahwa yang sedang dihadapinya adalah manusia. (Munir,
2007, hal. 22)
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang
bisa kita ambil dari makalah ini adalah Tilāwaħ menurut kamus besar bahasa indonesia memiliki
arti pembacaan (ayat Al-quran) dengan baik dan indah.(nasional 2008). Sedangkan dalam
kamus Al-Munawir kata (التلاوة) sama (القراءة) yang artinya bacaan. (Munawwir, 1997, hal. 138). Begitupun dalam
Kamus Kontemporer Arab-Indonesia تَلَا artinya membaca, تلاوة artinya bacaan atau tilāwaħ . (Muhdlor, 1998) Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengertian tilāwaħ menurut bahasa adalah bacaan.
Tilāwaħ menurut istilah seperti yang diungkapkan Ziad Khaled Moh
al-Daghameen dalam tulisannya “Al-Qur`an : Between The Horizons of Reading
and Recititation", yang dikutip oleh (Harun, 2008)
menyebutkan, tilāwaħ adalah
mengikuti petunjuk dan aturan-aturan (sunan) kitab suci. Ini berarti
keharusan berkesinambungan dalam memahami makna dan kebenaran-kebenaran (haqa,iq)-nya
dalam hati. Berbeda dengan tilāwaħ lebih
dikhususkan untuk al-Quran saja. Menurut Abu Hilal al-‘Askari yang dikutip dari
Ar-Raghib al-Asfahani di dalam al-Furûq al-Lughawiyah dan Murtadha
az-Zubaidi di Tâj al-‘Urûs menyatakan bahwa at-tilâwah itu dikhususkan
untuk mengikuti kitabullah dengan membaca (qira’ah) dan mematuhi (irtisâm)
kandungannya baik perintah, larangan, motivasi atau ancaman. Jadi at-tilâwah
itu lebih khusus dari qira’ah, setiap tilāwaħ adalah qira’ah, tetapi tidak setiap qira’ah
adalah tilāwaħ . (Banjar, 2011). Jadi, dapat
disimpulkan pengertian tilāwaħ secara
istilah adalah membaca dan memahami isi kandungan Al-Qur’an serta memahaminya.
Adapun implikasi pembelajaran yang
bisa diambil dari lima surat yang telah penyusun pilih adalah:
1.
Mengembangkan minat dan kebiasaan membaca
2.
Membimbing peserta didik dalam pelajaran
membaca
3.
Membaca membantu melihat inti masalah dan
menambah wawasan itelektual
4.
Meningkatkan kemampuan membaca
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat
penulis sampaikan dalam makalah ini adalah supaya kita beriman kepada
kitab-kitab yang Allāh turunkan yang meliputi kitab Taurat, Zabur , Injil dan
Al Qur’an, sebagai salah satu dari rukun iman yang kedua yakni beriman kepada
kitab-kitab Allāh.
Sebagai seorang muslim hendaknya menjalankan isi dari
Al-Qur’an dengan penuh ketaatan, berpetunjuk dengan petunjuknya, menghalalkan
apa yang dihalalkan olehnya, mengharamkan apa yang diharamkan olehnya,
mengamalkan semua hukum-hukumnya
Kemudian dalam beberapa surat juga
yang berkaitan dengan konsep tilāwaħ dalam Al-Qur’an, menganjurkan
kepada kita untuk membiasakan membaca mulai dari sejak dini, karena melalui
membaca kita dapat menambah wawasan dan memperluas pengetahuan. Serta setiap
seseorang bertambah luas ilmunya karena membaca maka seharusnya bertambah pula
keimanan mereka, karena semua ilmu pengetahuan yang ada didunia ini tidak lepas
semua itu datang nya dari Allāh SWT.
Penulis juga menyarankan untuk
pendidik baik yang berperan di rumah yakni orang tua ataupun yang berperan di
Sekolah yakni guru, hendaknya memotivasi peserta didik untuk membiasakan
membaca dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan. Karena orang tua dan guru
adalah sosok pendidik bagi peserta didik. Sehingga orang tua dan guru juga
diharapkan menjadi teladan bagi bagi peserta didik dengan membiasakan membaca.
Unruk mahasiswa kebiasaan membaca
itu sudah harus tertanam dan menjadi kebiasaan serta kebutuhannya. Kebiasaan
membaca ini akan memudahkannya untuk mendapakan ilmu atau pun informasi. Dan
jika anda belum memulainya maka mulailah dari sekarang dan jika malas
paksakanlah. SEMANGAT MEMBACA.
Daftar Pustaka
Ali, Abdullah Yusuf. Qur'an
Terjemah dan Tafsirnya. Dialihbahasakan oleh Ali Audah. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1995.
Al-Jaizari, Syaikh Abu Bakar Jbir. Tafsir
Al-Qur'an Al-Aisar Jilid 2. Jakarta : Daruss Sunnah, 2007.
Al-jazairi, abu bakar jabir. tafsir Al-Aisar.
Dialihbahasakan oleh azhari hatim dan abdurrahim mukti. Vol. 1. jakarta: darus
sunnah press, 2008.
Al-jazairi, syaikh abu bakar jabir. tafsir
Al-quran Al-aisar. Dialihbahasakan oleh fityan amaliy dan edi suwanto.
jakarta: darus sunnah, 2009.
Al-maraghi, ahmad mustafa. tafsir Al-maraghi.
Dialihbahasakan oleh anwar rasyidi, anshori umar sitanggal, hery noer aly dan
bahrun abubakar. Vol. 1,2, dan 3. semarang: karya toha putra semarang, 1992.
al-maraghi, ahmad musthafa. tafsir al-maraghi.
Dialihbahasakan oleh bahrun abu bakar dan hery noer aly. Vol. 4,5,dan 6.
semarang: karya toha putra semarang, 1993.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. TafsirAl-Maragi.
Disunting oleh Anwar Rasyidi dan Mazmur Sya'roni. Dialihbahasakan oleh Bahrun
AbuBakar dan Hery Noer Aly. Vol. 4,5,6. Semarang: CV TOHA PUTRA, 1993.
al-Qarni, aidh. tafsir Al-muyassar.
Disunting oleh tim editor qisthi press. Dialihbahasakan oleh tim penerjemah
qisthi press. Vol. 1. jakarta: qisthi press, 2007.
Al-Qurthubi, syaikh imam. tafsir Al-Qurthubi.
Disunting oleh ahmad zubairin. Dialihbahasakan oleh dudi rosyadi, nashirul haq
dan fathurrahman. Vol. 4. jakarta: pustaka azzam, 2008.
—. tafsir al-qurthubi juz'ama. Disunting
oleh m. sulton akbar dan mukhlis b. Dialihbahasakan oleh dudi rosyadi dan
faturrahman. jakarta: pustaka azzam, 2009.
ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Tafsir
Al-Qur'anul Majid. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2003.
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir
Al-Qur'anul Majid An-Nur. Vol. 1. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000.
—. Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur. Disunting
oleh Nourozzaman Shiddiqi dan Fuad Hasbi ash-Shiddieqy. Vol. 2. Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2000.
Banjar, Galuh. 26 Agustus 2011.
http://galuhbanjar.wordpress.com/ (diakses November 02, 2011).
Baqi, Muhammad Fu'ad 'Abdul. Al-Mu'jam Mufahros
lialfadzil Qur'an. Beirut: Dar al-mariefah, 2009.
DR, abdullah bin muhammad bin abdurrahman bin
ishaq alu syaikh. tafsir ibnu katsir. Dialihbahasakan oleh m. abdul
ghoffar, abdurrahim mu'thi dan abu ihsan al-atsari. Vol. 2. bogor: pustaka imam
as-syafi'i, 2004.
Hamka. Tafsir Al-Azhar Juzu' XXVIII.
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.
Hamka, prof. Dr. tafsir al-azhar. Vol. XXI.
jakarta: pustaka panjimas, 1988.
hamka, prof.DR. tafsir al-azhar. Vol. 1,2
dan 3. jakarta: anggota IKAPI, 1982.
Harun, Ibnu. 02 Juli 2008. http://ibnuharun.multiply.com/journal/item/18
(diakses November 02, 2010).
Hatta, Ahmad. Tafsir Qur'an Per Kata.
Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009.
'Isa, Kamal Muhammad. Manajemen Pendidikan
Islam. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 1994.
isawi, muhammad ahmad. tafsir ibnu mas'ud.
Dialihbahasakan oleh ali murtadho syahudi. jakarta: pustaka azam, 2009.
Jabir, Syaikh Abu Bakar. tafsir Al-quran
Al-Aisar. Disunting oleh team darus sunnah. Dialihbahasakan oleh fityan
amaliy dan Edi suwanto. Vol. 5. jakarta: darus sunnah, 2008.
juz'ama, tim penyusun tafsir. tafsir juz'ama
universitas islam bandung. bandung: LSI unisba, 2008.
Kurnia, Iyus, Teteng Sopian, Yayan Suryana,
Makbul, Sobar Nugraha , dan Mumung Maulana Al-Ghifari. Al-Qur'an Qordoba.
Bandung: Cordoba International Indonesia, 2012.
Muhdlor, Atabik Ali Ahmad Zuhdi. Kamus
Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus
Arab-Indonesia. Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997.
Munir, Abdullah. Spritual Teaching.
Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007.
nasional, departemen pendidikan. kamus besar
bahasa indonesia pusat bahasa. jakarta: gramedia pustaka utama, 2008.
shihab, m.quraish. tafsir al-mishbah. Vol.
10. jakarta: lentera hati, 2009.
—. tafsir al-mishbah. jakarta: lentera
hati, 2009.
Shihab, Muhammad Shihab. Tafsir Al-Misbah
Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an Volum 2. Jakarta: Lentera Hati,
2008.
syaikh, abdullan bin muhammad bin abdurrahman bin
ishaq alu. tafsir ibnu katsir. Disunting oleh m.yusuf harun.
Dialihbahasakan oleh m abdull ghoffar, abdurrahim mu'thi dan abu ihsan
al-atsari. Vol. 6. bogor: pustaka imam asy-syafi'i, 2004.
syaikh, DR. abdullah bin muhammad bin abdurrahman
bin ishaq alu. tafsir ibnu katsir. Disunting oleh m.yusuf harun. Dialihbahasakan
oleh m abdul ghoffar, abdurrahim mu'thi dan abu ihsan al-atsari. Vol. 1. bogor:
pustaka imam as-syafi'i, 2009.
syihab, m.quraish. tafsir al-mishbah.
jakarta: lentera hati, 2007.
Tampubolon. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan
Membaca Pada Anak. Bandung: Angkasa, 1993.
Yamin, Martinis. Kiat Membelajarkan Siswa.
Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2010.
Zuhaili, Wahbah, Wahbi Sulaiman, Muhammad Adnan
Salim, dan Muhammad Bassam Rusydi Zein. Buku Pintar Al-Qur'an Seven in One.
Disunting oleh Solihin, Abdul Rasyid Masykur dan Amad Anis. Dialihbahasakan
oleh Imam Ghazali Masykur, Ahmad Syaikhu dan M. Tatam Wijaya. Jakarta Pusat:
Penerbit Almahira, 2009.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق