الجمعة، 7 ديسمبر 2012

konsep tilawah dalam al-quran


MAKALAH
KONSEP TILĀWAĦ  DI DALAM Al-QURAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Tafsir Al-quran 3 (Nažar Tarbawī)
Dosen Pembimbing:
Dr. Aam abdussalam, M.Pd.
Dr. Toyib Zakaria, M.A.





Oleh :
Dini Rinjani                                         (1105816)
Ranty lembayu                                    (1104403)
Dewi purwasani                                  (1104971)

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
2012


Kata Pengantar


            Alhamdulillah, segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Dzat Ilahi Rabbi Allāh Swt, yang telah memberikan ridha, rahmat, dan hidayah-Nya. Sehingga kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Tilāwaħ  di dalam Al-Quran”. Tak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Alam Nabi Muhammad Saw, beserta Keluarganya, Sahabat-sahabatnya, Tabiin Tabiat, dan sampai kepada kita selaku Umatnya sampai akhir zaman.
            Makalah ini berisikan pemaparan tentang konsep tilawah dalam Al-quran Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Al-quran 3 (Nažar Tarbawī).
            Sebelumnya, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dr. Aam abdussalam, M.Pd.Dr. Toyib Zakaria, M.A. Selaku dosen mata kuliah yang telah membantu penyusun selama menyusun makalah ini, rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penyusun untuk menyelesaikan penulisan makalah ini, dan semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini, tidak bisa kami sebut satu persatu. Dan semoga Allāh Swt memberikan balasan yang berlipat ganda.
            Kami selaku penyusun sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika dan tehnik penulisannya. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan adanya kritikan yang membangun dari para pembaca sekalian. Semoga makalah ini memberikan manfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca sekalian. Aamiin.

Bandung, 11nopember 2012

Penyusun



BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar belakang

Salah satu mukjizat terbesar Nabī Muhammad Saw adalah Al-Qur`ān. Al-Qur`ān merupakan wahyu Illahi yang diberikan Allāh kepada utusan-Nya Muhammad Saw, melalui perantara malaikat Jibril. Tak kan pernah ada hentinya kita sebagai umat Muhammad untuk selalu membaca dan mengkaji makna yang terkandung di dalamnya, karena Al-Qur`ān merupakan pedoman hidup seluruh manusia agar selamat dunia dan akhirat. Bahasa yang terkandung didalam Al-Qur`ān begitu indah dan menakjubkan, sehingga mampu membuat kita merenungi kata demi kata untuk memahaminya. Selain itu juga didalam Al-Qur`ān terkandung begitu banyak ilmu pengetahuan yang membuat kita berpikir lebih rasional dengan disandarkan kepada ayat-ayat Allāh Swt tersebut.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Ayat al-Qur`ān yang pertama kali turun pun berisikan perintah untuk membaca. Membaca adalah kunci ilmu pengetahuan, sehingga sejak awal Islam memang mencurahkan pehatian pada penguasaan ilmu. Sebab ia merupakan alat untuk tersebar luasnya agama islam. Ini menunjukkan bahwa agama sangat menekankan pentingnya aktifitas membaca, menelaah dan meneliti segala sesuatu yang ada di alam raya ini. Dan aktifitas membaca tersebut hanya diperintahkan kepada manusia, karena hanya manusialah makhluk yang memiliki akal dan hati, yang menjadi pembeda utama dengan makhluk lainnya. Dengan hati dan akal itulah manusia bisa memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, sehingga memiliki kemampuan untuk mengemban amanah sebagai  khalīfatullah fil ar.
Sudah tak asing lagi terdengar oleh kita semua, kata-kata tilāwaħ, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun khusunya di dalam Al-Qur`ān. Kata tilāwaħ memiliki makna, baik ketika berdiri sendiri, ataupun sering disandarkan dengan kata lain, seperti “tilāwaħ Al-Qur`ān”. Lalu sebenarnya apa yang dimaksud tilāwaħ itu? Dan bagaimanakah konsep pendidikan tilāwaħ dalam Al-Qur`ān. Oleh karena itu, maka kami tertarik dan mencoba untuk membahasnya dalam sebuah makalah.

B.     Rumusan masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan tilāwaħ ?
2.      Ada berapa pengulangan kata tilāwaħ  didalam al-qur’an?
3.      Bagaimanakah konsep tilāwaħ  didalam al-qur’an?
4.      Bagaimana implikasi kependidikan  dari konsep tilāwaħ  dalam al-qur’an?

C.     Tujuan pembuatan makalah


1.      Mengetahui maksud tilāwaħ .
2.      Mengetahui pengulangan kata tilāwaħ  didalam al-qur’an.
3.      Mengetahui konsep tilāwaħ  didalam al-qur’an.
4.      Mengetahui implikasi kependidikan dari konsep tilāwaħ  dalam al-qur’an.

D.    Sistematika makalah


Dalam rangka mempermudah dan memahami penyusunan makalah ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan makalah yang meliputi :
Bab I  Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan makalah.
Bab II  Konsep Tilāwaħ dalam Al-Qur`ān.
Bab III            Implikasi Kependidikan Konsep Tilāwaħ dalam Al-qur`ān.
Bab IV            Penutupan meliputi kesimpulan dan saran- saran.






BAB II

Konsep tilāwaħ  dalam al-quran

A.    Definisi tilāwaħ

Tilāwaħ  menurut kamus besar bahasa indonesia memiliki arti pembacaan (ayat Al-quran) dengan baik dan indah.(nasional 2008). Sedangkan dalam kamus Al-Munawir kata (التلاوة) sama (القراءة) yang artinya bacaan. (Munawwir, 1997, hal. 138). Begitupun dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia تَلَا artinya membaca, تلاوة artinya bacaan atau tilāwaħ . (Muhdlor, 1998) Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian tilāwaħ  menurut bahasa adalah bacaan.
Tilāwaħ menurut istilah seperti yang diungkapkan Ziad Khaled Moh al-Daghameen dalam tulisannya “Al-Qur`an : Between The Horizons of Reading and Recititation", yang dikutip oleh (Harun, 2008) menyebutkan, tilāwaħ  adalah mengikuti petunjuk dan aturan-aturan (sunan) kitab suci. Ini berarti keharusan berkesinambungan dalam memahami makna dan kebenaran-kebenaran (haqa,iq)-nya dalam hati. Berbeda dengan tilāwaħ  lebih dikhususkan untuk al-Quran saja. Menurut Abu Hilal al-‘Askari yang dikutip dari Ar-Raghib al-Asfahani di dalam al-Furûq al-Lughawiyah dan Murtadha az-Zubaidi di Tâj al-‘Urûs menyatakan bahwa at-tilâwah itu dikhususkan untuk mengikuti kitabullah dengan membaca (qira’ah) dan mematuhi (irtisâm) kandungannya baik perintah, larangan, motivasi atau ancaman. Jadi at-tilâwah itu lebih khusus dari qira’ah, setiap tilāwaħ  adalah qira’ah, tetapi tidak setiap qira’ah adalah tilāwaħ . (Banjar, 2011). Jadi, dapat disimpulkan pengertian tilāwaħ  secara istilah adalah membaca dan memahami isi kandungan Al-Qur’an serta memahaminya.

B.     Kata tilāwaħ  dalam al-quran

Dalam Al-Qur`ān kata tilāwaħ menurut kamus Al-Mu’jam, dan akar ('Isa, 1994)kata asalnya yang terkait dengan tilāwaħ disebut dan diulang sebanyak 42 kali. Diantaranya adalah sebagai berikut (Baqi, 2009) :
Akar kata Tilāwaħ
Banyaknya
Surat dalam Al-Qur`ān
تلاوته
1 Kali
Al-Baqaraħ: 121
تلا ها
1 Kali
Asy-Syam: 91
تتلوا

6 Kali
-          Al-Baqaraħ: 102
-          Yūnus: 62
-          Ar-Ra’du: 30
-          Al-Qoṣoṣ: 45
-          Al-Ankabut: 48
يتلوا


7 Kali
-          Al-Baqaraħ: 129
-          Al-Baqaraħ: 151
-          Alī-‘Imrān: 164
-          Al-Qoṣoṣ: 59
-          Al-Jumu’aħ: 2
-          A -alaq: 11
-          Al-Bayyinaħ: 2
تتلون
2 Kali
-          Al-Baqaraħ: 44
-          Alī-‘Imrān: 101
يتلون
5 Kali
-          Al-Baqaraħ: 113
-          Alī-‘Imrān: 113
-          Al-Hajj: 72
-          Fair: 29
-          Az-Zumar: 71

يتلوه
1 Kali
Hūd: 17
يتلونه
1 Kali
Al-Baqaraħ:121
تتلى
14 Kali
-          Al-anfal: 8
-          Yūnus: 15
-          Maryam: 58
-          Maryam: 73
-          Al-Hajj: 72
-          Al-Mu`minūn: 66
-          Al-Mu`minūn: 105
-          Lukmān: 7
-          Saba: 43
-          Al-Jatsiyaħ: 25
-          Al-Jatsiyaħ: 31
-          Al-Ahqof: 71
-          Al-Qolam: 15
-          Al-Muṭafifin: 13
يتلى
7 Kali
-          An-Nisā: 127
-          Al-Maidah: 1
-          Al-Isara: 107
-          Al-Hajj: 30
-          Al-Qoṣoṣ: 53
-          Al-‘Ankabūt: 51
-          Al-Ahzab: 34
Jumlah
42 Kali


C.     Konsep tilāwaħ  dalam al-quran


1.      Al-Quran surat Al-Ankabut ayat 51

أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٥١)
Artinya:Dan Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.(QS. Al-Ankabut:51)

a.       Makna Mufrodat

Apakah tidak
أَوَلَمْ
Mencukupi mereka
يَكْفِهِمْ
Bahwasannya kami
أَنَّا
Kami telah menurunkan
Kepadamu
أَنْزَلْنَا
Kitab
الْكِتَابَ
Dibacakan
يُتْلَى
Kepada mereka
عَلَيْهِمْ
Sesungguhnya
إِنَّ
Didalam
فِي
Itu
ذَلِكَ
Benar-benar ada rahmat
لَرَحْمَةً
Dan pelajaran
وَذِكْرَى
Bagi kaum
لِقَوْمٍ
Mereka beriman
يُؤْمِنُونَ
 Sumber: (Kurnia, et al. 2012, 801)

b.      Asbabun Nuzul
Yahya bin Ja’dah ra. Menjelaskan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan beberapa orang muslin yang menemui Rasullullah saw. Sambil membawa kitab berisi tulisan yang mereka dengar dari kaum Yahudi. Rasul saw. Pun bersabda, “cukuplah kesesatan kaum itu yang tak menyukai kitab yang diturunkan kepada nabi mereka, dan mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang dibawa oleh selain nabi.(Hatta 2009, 402)

c.       Makna global

Allāh menjelaskan tentang kebodohan mereka yang mendorong mereka meminta mukjizat-mukjizat hissiy untuk menunjukan kebenaran kerasulannya, padahal telah diberikan kepada mereka mukjizat yang bersifat abadi untuk selama-lamanya, yaitu Al-Qur’an yang dibacakan kepada mereka pada malam dan siang hari. Didalamnya terdapat kisah tentang umat-umat sebelum mereka dan berita tentang orang-orang sesudah mereka. Juga hukum yang memutuskan diantara mereka. Dan didalam Al-Qur’an terkandung penjelasan tentang orang-orang sesudah mereka. Juga hukum yang memutuskan diantara mereka. Dan didalam alqur’an terkandung penjelasan tentang perkara yang haq dan tolakan terhadap perkara yang batil. Bahkan didalamnya terkandung peringatan akan turunnya azab atas orang-orang yang mendustakan  orang-orang yang berbuat maksiat.(Al-Maragi 1993, 12)


d.      Pendapat para mufassir
Menurut tafsir al-azhar, al kitab yang dimaksud dalam ayat ini adalah al-quran. Al-quran ini sampai dari tuhan sebagai wahyu, yang telah dibacakan pula kepada mereka. Orang-orang quraisy pun tahu bahwa al-quran memiliki kualitas bahasa yang tinggi.manusia-manuasia yang tadinya tidak berarti, manusia yang tadinya tidak berharga, tidak mempunyai tujuan hidup, tidak mempunyai cita-cita, lalu dibacakan kepadanya al-quran, maka kepada manusia itu jadi berubah. Sebagaimana dalam ayat lain dikatakan hendaklah orang menyambut baik seruan Allāh dan rasul. Karena seruan Allāh dan rasul untuk membuat dirimu menjadi hidup. Maka orang yang tidak menerima seruan Al-quran samalah al-quran samalah arti hidupnya dengan mati.(Hamka 1988)
Adapun menurut tafsir Al-aisar maksud dari ayat ini adalah tidaklah cukup bagi kalian satu mukjijat, bahwa Allāh ta’ala telah menurunkan kepadaku kitab-Nya, lalu aku membacakannya kepada kalian pada pagi dan sore hari? Maka, mukjijat manakah yang lebih besar selain kitab yang dibawa olehrasul ummi? Dimana ayat-ayatnya mengandung petunjuk dan cahaya, pada waktu yang sama ia sebagai rahmat dan peringatan yaitu nasihat bagi kaum yang beriman. Ia adalah mukjijat yang akan tetap ada, kokoh dan tegak. Mereka yang membacanya akan memperoleh nasehat dan rahmat sehingga mereka saling menyayangi. Al-quran adalah rahmat dan pengingat, yakni sebagai pelajaran dan nasihat bagi orang-orang yang mengimaninya, dan mengimani orang yang diturunkan kepadanya Al-quran itu.(Jabir 2008)
Menurut pak M.Quraish Syihab(shihab 2009) yang dimaksuda dengan ayat ini adalah. Dan mereka yakni tokoh-tokoh kafir makkah, berkata: “mengapa tidak diturunkan kepadanya bukti-bukti, yakni mukjijat-mukjijat yang bersifat indriawi dari tuhan yang diakui sebagai pemelihara dan pembimbingnya?” katakanlah: “sesungguhnya bukti-bukti, yakni mukjijat-mukjijat yang kamu minta itu, semata-mata berada disisi Allāh, yakni dibawah wewenang dan terserah kepada-Nya kepadaku dan aku hanya seorang pemberi berita gembira yang jelas bagi yang taat kepada Allāh peringatan yang nyata bagi yang membangkang. Penggunaan bentuk mudhari’ (kata kerja masa kini dan datang) pada kata yatlu mengisyaratkan bahwa ayat-ayat al-quran, sejak masa nabi muhammad saw, kini, dan masa datang akan terus dibaca.
Adapun menurut tafsir ibnu katsir ayat ini memiliki makna, apakah tidak cukup bagi mereka satu tanda bahwa kami telah menurunkan kepadamu sebuah kitab agung yang mengandung kabar sebelum mereka, kabar setelah mereka dan hukum di antara mereka. Sedangkan engkau adalah seorang yang ummi, tidak mampu membaca dan tidak mampu menulis serta tidak bercampur dengan seorang ahli kitab pun. Maka, engkau datangkan kepada mereka dengan berita-berita yang ada pada shuhuf-shuhuf pertama dengan memberikan penjelasan yang benar tentang apa yang mereka perselisihkan serta dengan kebenaran yang tegas, jelas dan nyata. Didalam al-quran ini sungguh mengandung penjelasan kebenaran dan penghapus kebatilan serta peringatan dengan isinya yang mengandung lepasnya bencana dan turunnya siksaan bagi para pendusta dan para pelaku maksiat terhadap kaum yang beriman.(a. b. syaikh 2004)
Menurut tafsir al-maragi apakah kurang cukup dalil yang menunjukan kebenaranmu bagi mereka. Yaitu kami telah menurunkan Al-Kitab kepadamu, yang dapat mereka baca dan mereka pelajari dimalam dan siang hari. Sedang kamu adalah orang ummy yang tidak pandai membaca dan menulis, serta kamu belum pernah berguru dengan seorang ahli kitabpun? Kamu telah mendatangkan kepada mereka berita-berita tentang apa yang terdapat di dalam kitab-kitab yang dahulu, kamu menjelaskan mana yang benar tentang apa yang mereka perselisihkan di antara sesamanya.(Al-Maragi 1993, 15)

2.      Al-quran surat Al-Mutafifin ayat 13


إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٣)
Artinya: yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu" (QS. Al-Mutafifin:13)
a.       Makna Mufrodat

Apabila
إِذَا
Dibacakan
تُتْلَى
Kepadanya
عَلَيْهِ
Ayat-ayat kami
آيَاتُنَا
Berkata
قَالَ
Cerita-cerita dongeng
أَسَاطِيرُ
Orang-orang yang terdahulu
الأوَّلِينَ
Sumber : (Kurnia, et al. 2012, 1173)

b.      Asbabun Nuzul
Ibnu Abi Hatim mengatakan, “Ayat ini turun berkenaan denganUbay bin Khalaf.” Rabbmu yang telah menciptakanmu, lalu menjadikan anggota tubuhmu dalam keadaan sempurna, tidak cacat lagi bermanfaat, dan menjadikanmu sebagai sosok yang seimbang dan selaras. (Zuhaili, et al. 2009, 588)
c.       Makna global
Dalam ayat-ayat ini dijelaskan bahwa Allāh telah menyediakan sebuah kitab yang mencatat semua perbuatan orang yang berdosa. Orang-orang yang melampaui batas agama adalah mereka yang mendustakan hari akhir. Apabila ayat-ayat al-qur’an dibacakan, merekapun menyatakan bahwa apa yang didengarnya itu tidak lain merupakan dongengan orang-orang purbakala. Perbuatan mereka seperti itu, yang telah menjadi kebiasaan, menutup jiwa dan hatinya sehingga sulit untuk menerima kebenaran.(ash-Shiddieqy 2003, 4525)
d.      Pendapat para mufassir
Menurut tafsir al-maraghi cerita al-qur’an tentang syurga, tentang neraka, tentang ancaman, tentang azab, siksaaan Tuhan kepada yang durhaka dianggapnya dongeng belaka. Karena dari zaman purbakala telah datang rasul-rasul Allāh menyampaikan berita itu. Berita tentang hidup kekal sesudah mati, tentang pembalasan yang akan diterima kelak. Mereka anggap itu dongeng sebab mereka memandang bahwa dalam hal itu tidak ada bukti. Tidak ada orang yang telah masuk ke dalam kubur yang hidup kembali buat meberitahukan pengalaman-pengalaman yang mereka tempuh di alam lain itu.(Hamka 1985)
Menurut tafsir al-qurthubi yang dimaksud dengan ayat ini adalah yang artinya “yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata: “itu adalah dongengan orang-orang terdahulu,” menurut mayoritas ulama yang dimaksud dengan تُتْلَى dengan dua huruf ‘ta’ ialah qira’ah atau membaca. Adapun menurut abu haiwah, abu simak, asyhab al uqaili, dan as-sullami إِذَا تُتْلَىdengan huruf ‘ya’ firman Allāh ta’ala أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (dongengan-dongengan) yakni uah pembicaraan dan sendagurau mereka yang mereka tulis dan hias dengan penuh kebohongan, bentuk tunggalnya adalah”ustuurotun”dan “istoorotun”    penjelasannya telah di sebutkan sebelumnya. (Al-Qurthubi 2009, 187-188)
Adapun menurut tafsir ulama unisba maksud dari ayat ini adalah, menolak kebenaran ayat-ayat yang disampaikan nabi dan para rasulnya. Mereka mengatakan, ajaran yang disampaikan nabi merupakan dongeng dan kisah orang-orang terdahulu.al-quran adalah informasi-informasi oarng-orang kuno yang telah ketinggalan zaman. Orang-orang terdahulu terkenal pembohong dan penyebar kesalahan. Jadi, orang-orang pendusta itu berdalih, al-quran yang disampaikan nabi Muhammad bukan wahyu Allāh Swt. Penolakan semacam ini seringkali dikemukakan orang kafir saat disampaikan ajaran yang benar. (juz'ama 2008, 135)
Menurut tafsir al-azhar ayat ini mengandung arti (p. d. hamka 1985, 80)Cerita al-quran  tentang syurga, tentang neraka, tentang ancaman azab siksaan tuhan kepada yang durhaka dianggapnya dongeng belaka. Karena dari zaman purbakala telah datang rasul-rasul Allāh menyampaikan berita itu. Berita tentang hidup kekal setelah mati, tentang pembalasan yang akan diterima kelak. Mereka anggap itu dongeng sebab mereka memandang bahwa dalam hal itu tidak ada bukti. Tidak ada orang yang telah masuk ke dalam kubur yang hidup kembali buat memberitahukan pengalaman yang mereka tempuh di alam “lain” itu.
Dan menurut al-aisar ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang melampaui batas dan banyak berbuat dosa ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allāh untuk mengingatkan dan sebagai pelajaran untuk mereka, maka mereka akan menolaknya dan berkata “ itu adalah dongengan rang-orang zaman dahulu,” maksudnya dongeng dan cerita orang-orang terdahulu yang masih tertulis. Mereka mendustakan dan mengingkari Al-Quran. (s. a. Al-jazairi 2009, 845)
Menurut tafsir al-mishbah maksud ayat ini adalah, pengingkaran terhadap hari pembalasan mengakibatkan seseorang enggan melakukan kebaikan kalau tidak mendapat ganjaran segera dan juga berani melakukan kejahatan terhadap yang lemah. Sebaliknya, kepercayaan tentang adanya hari pembalasan menjadikan selalu awas dan waspada, dan kalau dia mengahdapi orang lemah, ia tetap berhitung bahwa, kalau kini ia kuat dan dapat berlaku berwenang-wenang atasnya, ada hari dimana manusia semua akan diperlakukan Allāh secara adil dan ketika itu ia terancam mendapat balasan kejahatannya. Keyakinan bahkan dugaan ini akan mampu menjadikan manusia berpikir dua kali sebelum melangkahkan kaki melakukan dosa. (shihab, tafsir al-mishbah 2009, 146)
Menurut sumber lain, mereka memperolok kebenaran dan menganggapnya kebohongan saja.(Ali 1995, 1580)
Orang-orang yang apabila dibacakan al-qur’an, mengatakan: “Al-Qur’an itu bukan wahyu yang diturunkan dari Allāh, tetapi nkumpulan cerita orang-orang purbakala, yang diterima dari orang lain.”(ash-Shiddieqy 2003, 4525)

3.      Al-quran surat Al-Baqarah ayat 121

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (١٢١)
Artinya:orang-orang yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[84], mereka itu beriman kepadanya. dan Barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi.(QS. Al-Baqarah:121)
a.       Makna Mufrodat

Orang-orang yang
الَّذِينَ
Telah kami beri mereka
آتَيْنَاهُمُ
Kitab
الْكِتَابَ
Mereka membacanya
يَتْلُونَهُ
Sebenar-benarnya
حَقَّ
Bacaannya
تِلاوَتِهِ
Mereka itulah
أُولَئِكَ
Mereka beriman
يُؤْمِنُونَ
Kepadanya
بِهِ
Dan barang siapa
وَمَنْ
Dia ingkar
يَكْفُر
Kepadanya
بِهِ
Maka mereka itulah
فَأُولَئِكَ
Merekalah
هُمُ
Orang-orang yang merugi
الْخَاسِرُونَ




b.      Asbabun nuzul
Ayat ini turun disebabkan orang-orang Yahudi meminta Nabi untuk berdamai dan mereka berjanji kepada beliau, bahwa jika beliau ingin berdamai dengan mereka, maka mereka akan mengikuti dan setuju dengan ajaran yang beliau bawa.(Zuhaili, et al. 2009, 20)

c.       Makna global
Menurut tafsir an-nur dalam ayat-ayat ini Allāh menjelaskan ada segolongan orang Yahudi yang bisa diharapkan akan beriman, yaitu golongan yang memahami Kitabnya dan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka bisa memahami rahasia-rahasia agama dan meyakini apa yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad saw adalah benar sesuai dengan kemaslahatan manusia. Itulah orang-orang yang jiwanya bersih.(T. M. ash-Shiddieqy 2000, 120)
d.      Pendapat mufasir
Menurut tafsir an-nur ayat ini memberikan penjelasan diantara ahli kitab ada segolongan orang yang membaca Taurat dan meresapi isinya, serta menghayatinya. Mereka juga memelihara lafal-lafal Taurat dan mamahami makna, rahasia, serta hikmah yang terkandung didalamnya. Merekalah yang dipandang sebagai orang-orang yang berakal , karena mereka memahami apa yang dibawa nabi muhammad adalah benar dan mereka menjadikannya sebagai petunjuk. Mereka itu seperti Abdullah ibn Salam dan kawan-kawannya yang telah beriman kepada nabi.(T. M. ash-Shiddieqy 2000, 198)
Menurut tafsir al-azhar ayat ini memberikan penjelasan kepada kaum muslimin, bahwasanya apabila mereka membaca kitab al-quran yang diturunkan kepada mereka dengan perantaraan nabi. Sebenar-benarnya membaca, yaitu difahamkan isinya dan diikuti, orang yang semacam itulah yang akan merasai nikmat iman kepadanya. Kalau kita sambungkan dengan ayat sebelumnya, bahwasannya yahudi dan nasrani tidak bersenang hati, sebelum orang islam mengikuti agama mereka, maka orang islam yang tidak memperhatikan, membaca dan mengikuti al-Quran yang akan dapat mengikuti agama yang lain. Setelah ahli tafsir mengartikan yatlūnahu dengan membaca dan mengikutinya. Al-azhar pun menggabungkan kedua arti itu, membaca dan mengikuti. Jangan hanya semata-mata hanya membaca, padahal tidak diikuti. Jadi, setelah membaca maka ikuti apa yang telah dibaca. (hamka, 1982)
Adapun menurut tafsir al-maraghi maksud dari ayat ini adalah  diantara ahli kitab ada yang mempelajari kitab taurat dengan penuh pengertian, hingga mampu memahami secara detail. Mereka juga menjaga kefasihan kata-katanya dan memikirkan makna yang terkandung, di samping memahami hukum dan rahasia-rahasia. Mereka adalah orang-orang yang mengetahui bahwa yang dibawa muhammad adalah kebenaran. Karenanya, golongan ini mau beriman kepada rasulullah saw. Dan memakai petunjuk yang lurus ini. Di antara mereka, abdullah ibnu salam dan kaum yahudi lain yang mengikuti jejaknya. Mereka adalah pemimpin yang keras kepala dan orang-orang yang bodoh terhadap perkataan orang-orang kelompok pertama. Mereka adalah orang-orang yang rugi karena kehilangan kebahagiaan di dunia, kemuliaan, kejayaan yang Allāh anugerahkan kepada siapa saja yang membeda agama-Nya. (Al-maraghi, 1992)
Dari tafsir al mishbah (syihab, 2007)Setelah mengancam siapa diantara ahl kitab yang wajar diperingati dan diancam karena mengubah kandungan al-kitab, dijelaskan di sini kelompok yang wajar mendapat berita gembira. Mereka adalah orang-orang yang telah kami berikan kitab yakni taurat dan injil, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya yakni mengikuti tuntutanannya secara baik dan sempurna serta sesuai dengan apa yang diturunkan Allāh tanpa melakukan atau mempercayai perubahan yang ada, mereka itu yakni yang sungguh tinggi kedudukannya di sisi Allāh beriman kepadanya yakni kepada kitab suci. Dan barang siapa yang ingkar yakni kepada kitab suci, maka mereka itulah bukan selain mereka orang-orang yang benar-benar rugi, celaka dan binasa. Kalimat yatlūnahu haqqa tilāwātihi yakni mereka membaca dengan tekun sambil mempelajari secara sungguh-sungguh kandungannya, lalau mengikuti bacaan itu dengan pengalaman yang benar.
Menurut tafsir al-aisar dalam ayat ini Allāh ta’ala memberitahukan bahwa mereka yang diberi kitab taurat dan injil, lalu mereka senantiasa mengkajinya secara benar, mereka tidak menyelewengkan dan tidak menyembunyikan isinya, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman kepada Al-kitab. Barang siapa dari ahli kitab yang beriman kepada Allāh dan ia membacanya dengan sungguh-sungguh, maka sudah pasti ia akan beriman kepada nabi muhammad yang ummi (buta huruf) dan mau masuk ke dalam agamanya. Jalan petunjuk ilahi bisa ditempuh melalui tilāwaħ  kitab Allāh ta’ala secara sungguh-sungguh, yaitu dengan memperindah bacaan, menghayati isi petunjuknya, mengimani ayat yang muhkamat maupun ayat mutasyabihat, menhalalkan apa yang dihalalkan dan mengaharamkan apa yang diharamkan, serta menegakan batas-batas ketentuannya sebagaimana menegakan (membaca dengan baik dan benar) huruf-hurufnya. (Al-jazairi, 2008)
Di dalam tafsir al-muyasar dikatakan bahwa maksud dari ayat ini adalah orang-orang yang telah diberi kitab mereka menjalankan isinya dengan penuh ketaatan, berpetunjuk dengan petunjuknya, menghalalkan apa yang dihalalkan olehnya, mengharamkan apa yang diharamkan olehnya, mengamalkan semua hukum-hukumnya, dan mempercayai hal-hal yang hanya diketahui oleh Allāh maksudnya dari isi kitab tersebut maka mereka itulah orang-orang yang benar-benar mempercayai dan memegangnya. Mereka bukan termasuk orang-orang yang membeda-bedakan kitab-kitab Allāh dan para rasul-Nya dengan berkata, “kami beriman kepada sebagian dan kafir kepada sebagian yang lain.” Ketahuilah, barang siapa berperilaku seperti ini maka ia telah keluar dari ketaatan kepada kami, membangkang dari syariat kami, dan melanggar janji kami. Dan balasan baginya adalah kerugian, kebinasaan, dan siksaan yang kekal. (al-Qarni, 2007)
Menurut tafsir ibnu katsir yang dimaksud orang-orang dalam ayat ini adalah para sahabat rasulullah. Barang siapa diantara ahlul kitab yang menegakan kitab Allāh yang diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan sebenar-benarnya, maka ia akan berfirman kepada apa yang engkau bawa. Jika kalian benar-benar menegakan taurat, injil, dan Al-quran, beriman kepadanya dengan sebenar-benarnya, serta membenarkan kandungannya yang memuat berita-berita mengenai pengutusan nabi muhammad saw, sifat-sifatnya, perintah untuk mengikutinya dan membantu serta mendukungnya, niscaya hal itu akan menuntun kalian kepada kebenaran dan menjadikan kalian mengikuti kebaikan di dunia dan di akhirat.(syaikh, 2009)
Menurut ath-tabari(isawi, 2009) Amru bin ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Al muammil menceritakan kepada kami, ia berkata: sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata: yazin menceritakan kepada kami dari murrah, dari abdullah; tentang firman Allāh “mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya” ia berkata, ‘mengikutinya dengan sebaik-baiknya”. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan tentang maksud dari ayat ini adalah membaca dengan bacaan yang sebenarnya adalah dengan menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, membacanya sesuai yang diturunkan Allāh, tidak mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, dan tidak mentakwilkan sesuatu diluar takwilnya.

4.      Al-Qur’an surat al-anfal ayat 2

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٢)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allāh[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal:2)

a.       Makna Mufrodat

Sesungguhnya
إِنَّمَا
Orang-orang yang beriman
الْمُؤْمِنُونَ
Orang-orang yang
الَّذِينَ
Apabila
إِذَا
Disebutkan
ذُكِرَ
Allāh
اللَّهُ
Gemetar
وَجِلَتْ
Hati mereka
قُلُوبُهُمْ
Dan apabila
وَإِذَا
Dibacakan
تُلِيَتْ
Kepada mereka
عَلَيْهِمْ
Ayat-ayatnya
آيَاتُهُ
Maka ia menambahkan mereka
زَادَتْهُمْ
Keimanan
إِيمَانًا
Dan kepada
وَعَلَى
Tuhan mereka
رَبِّهِمْ
Mereka bertawakal
يَتَوَكَّلُونَ


b.      Asbabun Nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan pembagian harta rampasan Perang Badar. Ayat ini tentang cara pembagian rampasan perang dan diperuntukan bagi siapa, apakah bagi sahabat Muhajirin, atau sahabat Anshar, atau dua-duanya. (Zuhaili, et al. 2009, 178)
c.       Makna global
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa Allāhlah yang menetapkan pembagian harta rampasan perang. Selain itu menjelaskan tentang sifat-sifat mukmin yang hak (benar), yaitu : gentarhatinyajikadiingatkan (disebut) nama Allāh, bertambah imannya apabila ayat-ayat Allāh dibaca di depannya, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allāh (tawakal), mendirikan sembahyang dan menafkahkan sebagian hartanya.(T. M. ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur 2000, 1548)
d.      Pendapat para mufassir
Menurut tafsir an-nur berpendapat bahwa semuua orang mukmin yang benar dan hatinya tulus ikhlas dalam beriman adalah mereka yang memiliki lima sifat seperti diuraikan berikut ini. Pertama, mereka yang apabila ingat kepada Allāh, mengakui kebesaran-Nya, serta mengingat janji dan ancaman-Nya, maka timbulah ketakutan dalam jiwanya. Kedua, mereka yang apabila dibacakan atau membacakan al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad, maka bertambahlah imannya, berangsur-angsur sempurnalah keyakinannya dan meningkatlah kesungguhan beramal. Orang mukmin semakin banyak dalil yang diperolehnya semakin kuat hujjah yang didapatinya, akan semakin tinggi imannya, semakin tertanam dalam akidahnya dan semakin mengerjakan amalan yang baik. Ketiga, mereka sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allāh, tidak kepada sesuatu yang lain, mereka bertawakal dan beramal degngan sesungguh hati, disamping mengerjakan ibadat agama. Ketiga sifat tersebut ini merupakan sifat hati yang berkaitan dengan hati. Adapun dua sifat lainnya yang berkaitan dengan amalan fisik.(T. M. ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur 2000, 1547)
Dalam tafsir al maraghi juz 7,8,9 hal 311 disebutkan bahwa orang yang benar benar beriman yaitu, orang-orang yang ikhlas dalam keimanan mereka adalah orang orang yang ingat kepada Allāh dalam hati mereka maka mereka merasa takut terhadap kebesaran dan kekuasan Allāh terhadap janji ancaman dan perhitungannya kelak terhadap hamba-hambanya. Dan apabila dibacakan kepada ayat-ayat Allāh yang diturunkan kepada Nabi-Nya yang terakhir maka bertambah yakinlah mereka dalam beriman, bertambah mantaplah mereka dalam ketentraman dan bertambah semangat dalam beramal. Bahwa orang-orang yang beriman itu bertawakal kepada Tuhan semata-mata, tanpa menyerahkan urusan mereka kepada selain Allāh siapa saja yang yakin bahwa Allāh lah yang mengatur segala urusannya dan segala urusan alam semesta ini, dia tidak mungkin menyerahkan urusan-urusaan itu sedikitpun kepada selain Allāh.
Dalam tafsir dalam tafsir al-qurthubi jilid hal. 923 disebutkan bahwa para ulama berkata “ayat ini merupakan dorongan kepada kaum Muslimin untuk menaati perintah Rasulullah saw. Yang berkaitan dengan pembagian harta rampasan perang. Kalimat “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambah iman mereka (karenanya), maksud ayat ini adalah keyakinannya semakin bertambah. Keimanan seseorang pada hari ini merupakan tambahan dari keimamannya di hari kemarin. Orang yang meyakini sesuatu hal untuk kedua dan ketiga kalinya, maka hal itu merupakan tambahan bagi keyakinan sebelumnya. Ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah dada mereka bertambah lapang dengan banyak ayat dan dalil yang didengar.
Dalam tafsir ibnu katsir jili 4 hal 6 disebutkan bahwa Imam Bukhari dan imam-imam lainnya telah menjadikan ayat ini dan ayat semisal lainnya sebagai dalil yang membuktikan bahwa iman itu bertambah dan tingakatannya di dalam hati berbeda-beda, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Makdud kalimat “Dan kepada Rabb-lah mereka bertawakal” adalah mereka tidak mengharap selain Dia kepada-nya tidak berlindung kecuali di sisi-Nya tidak meminta kebutuhan-kebutuhannya kecuali dari-Nya. Mereka pun mengetahui bahwa apa yang dikehendaki Allāh pastilah terjadi dan apa yang tidak Allāh kehendaki tidaklah terjadi. Dialah yang mengatur kerajaan-Nya, Dialah yang tunggal dan tiada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menolak keputusan-Nya dan Allāh-lah yang Mahacepat hisab-Nya.
Dalam tafsir al-Misbah volum 5 hal 375 dijelaskan bahwa ayat ini Allāh menjelaskan sebagian sifat yang menyandang predikat mukmin yaitu: Orang-orang mukmin yang mantap imannya dan kukuh lagi sempurna keyakinannya hanya mreka yang membuktikan pengakuan iman dengan perbuatan sehingga apanbila disebut nama Allāh sekedar mendengar kata itu, getarlah hati mereka karena mereka sadar akan kekuasaan dan keindahan serta keagungan-Nya dan apabila dibacakan oleh siapapun kepada mereka ayat-ayat-Nya, ia yakni ayat-ayat itu menambah iman mereka karena memang mereka telah mempercayai sebelum dibacakan, sehingga setiap ia mendengarnya kembali tebuka lebih luas wawasan mereka dan dan terpancar lebih banyak cahaya ke hati mereka dan kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang mengahadapi segala sesuatu sehingga hasilnya adalah dan kepada Tuhan mereka saja mereka berserah diri.
Dalam Tafsir Al –Azhar juz 7,8,9 hal 250 disebutkan bahwa apabila ada orang yang mengakui dirinya beriman, belumlah diterima iman itu dan belumlah terhitung ikhlas, kalau hatinya belum bergetar mendengar nama Allāh disebut orang. Apabila nama itu disebut, terbayanglah dalam ingatan orang yang beriman itu betapa maha besarnya kekuasaan Allāh, mengadakan, menghidupkan, mematikan, dan melenyapkan. Dan ingatan kepada Allāh itu bukan semata-mata karena disebut, melainkan karena melihat pula bekas kekuasaan-Nya. Maka merasa takutlah ia kalau-kalau usianya akan habis padahal ia belum melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allāh.

5.      Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 164

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (١٦٤)

Artinya: sungguh Allāh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allāh mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allāh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(QS. Al-Imran:164)
a.       Makna Mufrodat

Sungguh telah
لَقَدْ
Memberi karunia
مَنَّ
Allāh
اللَّهُ
Kepada
عَلَى
Orang-orang beriman
الْمُؤْمِنِينَ
Ketika
إِذْ
Dia mengutus
بَعَثَ
Diantara mereka
فِيهِمْ
Seorang rasul
رَسُولا
Dari
مِنْ
Mereka sendiri
أَنْفُسِهِمْ
Dia membacakan
يَتْلُو
Kepadanya
عَلَيْهِمْ
Ayat-ayatnya
آيَاتِهِ
Dan membersihkan mereka
وَيُزَكِّيهِمْ
Dan mengajarkan kepada mereka
وَيُعَلِّمُهُمُ
Kitab
الْكِتَابَ
Dan hikmah
وَالْحِكْمَةَ
Dan jika
وَإِنْ
Mereka dahulu
كَانُوا
Dari
مِنْ
Sebelum
قَبْلُ
Sungguh dalam
لَفِي
Kesesatan
ضَلالٍ
Yang nyata
مُبِينٍ


b.      Asbabun Nuzul
 Ibnu Abbas berkata,”Ayat ini turun ketika sebuah topi merah yang hilang setelah Perang Badar, lantas sebagian orang berkata, “Mungkin Rasulullah mengambilnya, “Lalu Allāh menurunkan ayat, dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat.”(Zuhaili, et al. 2009, 72)
c.       Makna global
            Sesungguhnya Allāh s.w.t. telah memberi karunia dan memuliakan kaum Muslimin dengan mengutus Muhammad s.a.w. yang beraal dari bangsa dan kabilah mereka sendiri; agar mereka mengikuti beliau dan menjadikan beliau sebagai panutan bagi mereka. Beliau membacakan ayat-ayat Allāh s.w.t. bagi mereka, menjelaskan segala hokum, menunjukkan budi pekerti yang paling mulia,membersihkan hati mereka dari kotoran, najis, sangsi dan keraguan, serta mengajarkan kepada mereka al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal, sebelumnya mereka tenggelam dalam kegelapan dan terperosok dalam pelanggaran. Mereka tidak memiliki cahaya yang dapat member mereka petunjuk. Juga tidak ada pemimpin yang layak diikuti, tidak ada pula syariat yang bisa dijadikan sandaran hukum. Mereka justru berada kesesatan yang besar dan nyata. (al-Qarni, Tafsir Muyassar, 2007)

d.      Pendapat mufasir
Allāh telah menggambarkan sifat  nabi dengan gambaran yang masing-masingnya menunjukan suatu anugerah yang agung dan tidak ternilai:, Sesungguhnya Nabi saw. Berasal dari mereka. Maksudnya beliau berasal dari kalangan bangsa Arab. Dengan demikian, mereka akan lebih cepat menanggapi ajakannya, mengambil hidayah dengan petunjuknya. Sang nabi akan lebih dipercaya oleh mereka dibandingkan jika beliau bukan berasal dari kalangan mereka. Nabi membacakan untuk mereka ayat-ayat Allāh yang menunjukan kekuasaan, keesaan dan pengetahuan-Nya, agar jiwa manusia terarah padanya untuk mengambil faedah dan teladan darinya. Sesungguhnya nabi menyucikan dan membersihkan jiwa mereka dari lidah palsu, bujukan-bujukan wasaniy dan kotorannya. Sebab bangsa Arab dan lainnya sebelum islam, hidup dalam kekacauan akhlak, akidah dan etika. Kemudian Nabi Muhammad saw. Mencabut dari mereka akar-akar wasaniy dan mengenyahkan kepercayaan batil dari akidah mereka.  Nabi saw. Mengajari mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (hadis). Mengajarkan Al-Kitab berarti memaksakan mereka agar mau belajar menulis dan membebaskan mereka dari kebuta hurufan menuju cahaya ilmu dan pengetahuan. Nabi meminta agar mereka menulis Al-Qur’an dan beliau membentuk sekretaris-sekretaris wahyu. (al-maraghi 1993)
Menurut tafsir al-Qurthubi firman Allāh SWT, يَتْلُو عَلَيْهِمْ, يَتْلُو  berada pada posisi nasab dan ia adalah na’at (sifat) bagi  رَسُولا. makna يَتْلُو adalah membaca “tilaawatan” artinya perihal membaca. (Al-Qurthubi, tafsir Al-Qurthubi 2008)
Adapun menurut tafsir al-muyassar ayat ini menjelaskan tentang, sesungguhnya Allāh telah memberikan karunia dan memuliakan kaum muslimin dengan mangutus Muhammad SAW. Yang berasal dari bangsa dan kabilah mereka sendiri, agar mereka mengikuti beliau dan menjadikan beliau sebagai panutan bagi mereka. Beliau membacakan ayat-ayat Allāh bagi mereka, menjelaskan secara hukum, menunjukan budi pekerti yang paling mulia, membersihkan hati mereka dari kotoran,najis, sangsi, dan keraguan, serta mengajarkan kepada mereka al-quran dan as-sunnah. Padahal sebelumnya mereka tenggelam dalam kegelapan dan terperosok dalam pelanggaran. Mereka tidak memiliki cahaya yang dapat memberi mereka petunjuk. Juga tidak ada pemimpin yang layak diikuti, tidak ada pula syariat yang bisa dijadikan sandaran hukum. Mereka justru berada dalam kesesatan yang besar dan nyata. (al-Qarni 2007, 327)
Menurut M.Quraish Shihab volum 2 dijelaskan  bahwa Allāh swt. mengutus Nabi Muhammad saw. kepada seluruh manusia tetapi karena yang meraih manfaat dari kehadiran dan memperoleh anugrah dari pengutusan beliau sebagai Rasūl Allāh hanyalah orang-orang mukmin maka ayat diatas yang memang dalam konsteks pembicaraan tentang anugrah ilahi. Sebagian ulama memahami kata min anfusuhim yang diterjemahkan dari kalangan mereka sendiri, bukan dalam arti jenis manusia, tetapi dari golongan mereka yakni orang Arab. Selain itu ada juga memahami kata anfusihim dalam pengertian yang seluas-luasnya, pertama dari lingkungan mereka sehingga Nabi yang luas itu, dikenal sejak kecil hingga dewasa pengenalan yang sangat luas serta pengenalsifat-sifatnya yang terpuji (Shihab 2008, 264).
Dalam tafsir Al-Aisar jilid 2 hal. 247 ayat ini merupakan penjelasan Allāh tentang anugrah Allāh kepada orang-orang yang beriman dari bangsa Arab, berupa diutusnya seorang Rasul Allāh kepada mereka. Rasul ini membacakan ayat-ayat Allāh kepada mereka sehingga mereka beriman dan mencapai kesempurnaan iman; ia mensucikan jiwa-jiwa mereka dari bahaya syirik dan kegelapan kekafran melalui hidayah yang ia bawa ia menyeru ke jalan Allāh dengan beriman dan melaksanakan amal saleh berakhlak mulia dan beretika yang luhur dan ia mengajarkan kepada mereka al-qur’an yang berisi aturan-aturan syari’at, hidayah dan ilmu hikmah untuk memahami rahasia-rahasia yang terkandung di dalam al-qur’an dan as-Sunnah. Nikmat besar begitu jelas bagi siapapun yang mengingat kondisi kepada bangsa Arab pada zaman jahiliyah sebelum kedatangan rasul tersebut kepada mereka (Al-Jaizari 2007, 247)
Adapun menurut tafsir ibnu katsir maksud dari ayat ini adalah di mana rasul yang diutus kepada mereka itu adalah dari jenis mereka sendiri, sehingga dengan demikian mereka akan dapat berkomunikasi dan menjadikannya tempat rujukan dalam memahami firmannya. Firman Allāh yang memiliki arti “yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allāh” yakni memerintahkan kepada mereka dari perbuatan munkar, agar dengan demikian mereka dapat menyucikan diri mereka dari kotoran dan najis yang menyelimuti mereka ketika masih dalam keadaan jahiliyah yang meliputi kemusyrikan. (DR 2004, 181)













BAB III

Implikasi tilāwaħ  dalam kependidikan


Ada  beberapa tujuan pendidikan yang bisa diambil dari konsep tilāwaħ menurut Al-Qur’an :
1.      Mengembangkan minat dan kebiasaan membaca
Membaca adalah suatu kegiatan fisik dan mental. Melalui membaca informasi dan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Inilah motivasi pokok yang dapat mendorong tumbuhnya dan berkembangnya minat membaca. Apabila minat ini sudah tumbuh dan berkembang, sudah mulai suka membaca, maka kebiasaan membaca pun akan  berkembang. Tempat yang terbaik untuk menumbuhkan minat dan mengembangkan kebiasaan membaca adalah di rumah, terutama karena suasana kekeluargaan itu.Waktunya sebaiknya sedini mungkin semasa kanak-kanak. (Tampubolon, 1993, hal. 41)
Sedangkan menurut (Yamin, 2010, hal. 106) membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan merupakan hasil ramuan pndapat, gagasan, teori-teori, hasil penelitian para ahli untuk diketahui dan menjadi pengetahuan siswa.
Menurut Steinberg menggariskan lima prinsip pokok pengajaran membaca dini :
a         Materi bacaan harus terdiri atas kata-kata , frase-frase, dan kalimat-kalimat yang bermakna , terutama dari segi pengalaman anak.
b        Membaca terutama harus didasarkan pada kemampuan memahami bahasa lisan, dan bukan pada kemampuan berbicara.
c         Membaca bukan mengajarkan (aspek-aspek bahasa) atau konsep-konsep.
d        Membaca tidak harus bergantung pada pengajaran menulis.
e         Pengajaran membaca harus menyenangkan bagi anak.
Tentunya dalam mengembangkan minat dan kebiasaan membaca pada peserta didik harus ada usaha-usaha yang dilakukan oleh pendidik di sekolah maupun di rumah yakni orang tua.Sehingga selaku pendidik di Sekolah yakni sosok seorang guru harus memberikan motivasi agar peserta didiknya mau membaca dan tugas dari pendidik di rumah yakni orang tua adalah dengan membiasakan budaya membaca di rumah.
Orang tua harus menjadi tei ladan bukan hanya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat umumnya, tetapi juga dalam membaca.Ibu hendaklah menjadi pecinta buku, dalam arti membuat membaca menjadi kebiasaan pribadi dan keluarga. (Tampubolon, 1993, hal. 48)
Seperti ayah dan ibunya membiasakan membaca buku atau surat kabar.Itulah sebabnya maka anak yang berusia satu sampai tiga tahun kadang-kadang tiba-tiba kedekat ibunya atau bapaknya yang sedang membaca, seraya mengambil bacaan itu dan meniru apa yang telah dilakukan oleh bapak atau ibunya. Itulah salah satu cara untuk mengembangkan minat dan kebiasaan membaca pada seorang anak atau peserta didik.          
2.      Membimbing peserta didik dalam pelajaran membaca
Dasar yang paling utama dan yang paling penting untuk mengadakan suatu kerjasama yang baik adalah saling pengertian yang mantap. Kerjasama antara orang tua dan guru dalam membimbng peserta didik dalam pelajaran membaca. Maksudnya seperti yang telah dipaparkan diatas orang tua di rumah membantu anaknya dalam pelajaran membaca salah satunya dengan bentuk perhatian, ucapan orang tua hendaklah bersifat mendorong dengan memberikan penghargaan berupa pujian atas apa yang telah dipelajarinya.
Dan dari pihak guru hendaknya tidak hanya mendorong atau memotivasi peserta didi saja tetapi alangkah baiknya mengadakan pertemuan dengan orang tua khusus membahas kegiatan belajar mengajar di Sekolah seperti membaca, memang perlu dukungan juga dari orang tua agar peserta didik mau membiasakan membaca dari sejak dini.
3.      Membaca membantu melihat inti masalah dan menambah wawasan intelektual

Setiap siswa dituntut banyak membaca, membaca akan membuat lebih mudah “melihat” apa yang sedang dibicarakanseorang penceramah, guru, dosen, sebuah buku dan sebuah program komputer. Siswa visual akan menjadi lebih baik bila dia melihat contoh nyata dari dunia nyata, seperti diagram, peta konsep, peta gagasan, ikon gambar, dan gambar dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar.
Belum ada sejarah yang tercatat di dunia bahwa seseorang yang cerdas, memiliki daya intelektual tinggi padahal  dia tidak suk membaca, atau pengetahuan yang didapatkannya melalui semedi. Rasūl Allāh Muhammad SAW pertama kali mendapat wahyu dari Allāh adalah tentang anjuran untuk membaca “iqra”.
Intelektual seseorang akan menjdi tajam manakala dia selalu membaca buku, informasi, meneliti atau membaca hasil penelitian orang kemudian mengimplementasikan, dia dapat berfikir rasional dengan hasil pengetahuan yang didapat melalui membaca, dan hasil kajiannya berdasar teori  yang ia baca.
Dalam buku yang berjudul Kiat Membaca Siswayang dikarang oleh Dr. Martinis Yamin, M.Pd. mengungkapkan bahwa banyak aspek yang dilahirkan dari membaca dan membuat intelektual eseorang bertambah tajam, seperti :
a.       Mampu memecahkan masalah yang dihadapi
b.      Mampu menganalisa pengalamannya
c.       Mampu mengerjakan perencanaan strategismampu melahirkan gagasan kreatif dan inovatif
d.      Mampu mencari dan menyaring informasi
e.       Mampu merumuskan pertanyaan
f.       Manpu menciptakan model mental
g.      Mampu menerapkan gagasa baru pada pekerjaan
h.      Mampu meramalkan implikasi suatu  gagasan baru pada pekerjaan
i.        Mampu meramalkan implikasi suatu gagasan
4.      Meningkatkan kemampuan membaca
Menurut Sudarmanto sebagaimana yang dikutip oleh Yamin (2010: 119) kemampuan sesorang membaca sangat ditentukan oleh bahan yang dibaca. Semakin berat bahan bacaan, semakin sedikit jumlah kata yang berhasil dibaca, demikian sebaliknya semakin ringan bahan bacaan semakin banyak jumlah kata yang berhasil dibaca.
Ada kiat untuk membuktikan, kita sudah berkonsentrasi atau siap untuk membaca dengan mencoba :
a.       Ambil segemgam beras, kemudian hitung butiran beras sampai seratus, setelah beras tersebut dihitung, coba lagi menghitungnya kembali, bila ternyata hitungan kita tepat seratus butir menunjukkan kita sudah berkonsentrasi, bila hitungan meleset kurang atau lebih berarti kita belum berkonsentrasi
b.      Dapat dilakukan dengan cara menghitung langkah, buat garis di halaman rumah kemudian langkahkan kaki kita sampai ke 40 atau 50 ,setelah itu kembali ke garis yang kita buat, jika jumlah langkah yang dilakukan sama maka kita sudah berkonsentrasi jika eleset maka kita belum konsentrasi dan belum siap.
5.      Dengan membaca dapat meningkatkan kualitas keimanan seseorang.
6.      Sifat guru
Menurut ‘Isa (1994: 131) salah satu kiat sukses pendidikan Islam adalah keteladanan, karena untuk membangkitkan semangat iman dalam jiwa para siswa, dimana semangat itu dijadikan hakikat yang nyata dikalangan siswa. Maka setiap guru dalam pendidikan Islam harus mampu memberikan contoh keteladanan dan sebagai panutan yang baik bagi peserta didiknya. Bisa menyelaraskan pemikiran dengan amal perbuatan. Sehingga guru yang memiliki sifat, sikap dan keteladanan yang dapat dijadikan panutan bagi para anak didknya, pada gilirannya akan merasa yakindengan kemampuan akal pikirannya.
Selain sifat  keteladan yang harus dimilki oleh seorang guru adalah kebiasaan tindakan, yakni seorang guru hendaklah berusaha membiasakan dirinya berbuat sesuai dengan ilmu yang diajarkannya. Seorang guru mampu berbuat sama persis dengan apa yang diajarkannya, biasa bersifat, bersikap dan bertindak sesuai dengan ilmu yang diajarkannya, maka peserta didk pun akan berbuat demikian. ('Isa, 1994, hal. 133)
Berkaitan dengan  firman  Allāh dalam Al Qur’an Surat Al-Anfal ayat 2
7.      $yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang berimani  ialah mereka yang bila disebut nama Allāh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal[8]:2)

            Implikasi dari ayat tersebut yang bisa kita ambil, hendakalah seorang guru memiliki sifat tawakal karena guru dituntut berusaha sekuat tenaga demi mencapai target pembelajaran. Segala upaya harus dilakukan, agar anak didiknya menjadi paham dan pandai. Bahkan kebanggaan tertinggi seorang guru tercapai ketika melihat anak didiknya memiliki prestasi yang diperhitungkan ditengah masayarakat. Namun disis lain, seorang guru harus pula ingat bahwa yang sedang dihadapinya adalah manusia. (Munir, 2007, hal. 22)



BAB IV

Penutup


A.   Kesimpulan


Kesimpulan yang bisa kita ambil dari makalah ini adalah Tilāwaħ  menurut kamus besar bahasa indonesia memiliki arti pembacaan (ayat Al-quran) dengan baik dan indah.(nasional 2008). Sedangkan dalam kamus Al-Munawir kata (التلاوة) sama (القراءة) yang artinya bacaan. (Munawwir, 1997, hal. 138). Begitupun dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia تَلَا artinya membaca, تلاوة artinya bacaan atau tilāwaħ . (Muhdlor, 1998) Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian tilāwaħ  menurut bahasa adalah bacaan.
Tilāwaħ menurut istilah seperti yang diungkapkan Ziad Khaled Moh al-Daghameen dalam tulisannya “Al-Qur`an : Between The Horizons of Reading and Recititation", yang dikutip oleh (Harun, 2008) menyebutkan, tilāwaħ  adalah mengikuti petunjuk dan aturan-aturan (sunan) kitab suci. Ini berarti keharusan berkesinambungan dalam memahami makna dan kebenaran-kebenaran (haqa,iq)-nya dalam hati. Berbeda dengan tilāwaħ  lebih dikhususkan untuk al-Quran saja. Menurut Abu Hilal al-‘Askari yang dikutip dari Ar-Raghib al-Asfahani di dalam al-Furûq al-Lughawiyah dan Murtadha az-Zubaidi di Tâj al-‘Urûs menyatakan bahwa at-tilâwah itu dikhususkan untuk mengikuti kitabullah dengan membaca (qira’ah) dan mematuhi (irtisâm) kandungannya baik perintah, larangan, motivasi atau ancaman. Jadi at-tilâwah itu lebih khusus dari qira’ah, setiap tilāwaħ  adalah qira’ah, tetapi tidak setiap qira’ah adalah tilāwaħ . (Banjar, 2011). Jadi, dapat disimpulkan pengertian tilāwaħ  secara istilah adalah membaca dan memahami isi kandungan Al-Qur’an serta memahaminya.
Adapun implikasi pembelajaran yang bisa diambil dari lima surat yang telah penyusun pilih adalah:
1.      Mengembangkan minat dan kebiasaan membaca
2.      Membimbing peserta didik dalam pelajaran membaca
3.      Membaca membantu melihat inti masalah dan menambah wawasan itelektual
4.      Meningkatkan kemampuan membaca

B.   Saran


Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini adalah supaya kita beriman kepada kitab-kitab yang Allāh turunkan yang meliputi kitab Taurat, Zabur , Injil dan Al Qur’an, sebagai salah satu dari rukun iman yang kedua yakni beriman kepada kitab-kitab Allāh.
Sebagai seorang muslim hendaknya menjalankan isi dari Al-Qur’an dengan penuh ketaatan, berpetunjuk dengan petunjuknya, menghalalkan apa yang dihalalkan olehnya, mengharamkan apa yang diharamkan olehnya, mengamalkan semua hukum-hukumnya
Kemudian dalam beberapa surat juga yang berkaitan dengan konsep tilāwaħ dalam Al-Qur’an, menganjurkan kepada kita untuk membiasakan membaca mulai dari sejak dini, karena melalui membaca kita dapat menambah wawasan dan memperluas pengetahuan. Serta setiap seseorang bertambah luas ilmunya karena membaca maka seharusnya bertambah pula keimanan mereka, karena semua ilmu pengetahuan yang ada didunia ini tidak lepas semua itu datang nya dari Allāh SWT.
Penulis juga menyarankan untuk pendidik baik yang berperan di rumah yakni orang tua ataupun yang berperan di Sekolah yakni guru, hendaknya memotivasi peserta didik untuk membiasakan membaca dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan. Karena orang tua dan guru adalah sosok pendidik bagi peserta didik. Sehingga orang tua dan guru juga diharapkan menjadi teladan bagi bagi peserta didik dengan membiasakan membaca.
Unruk mahasiswa kebiasaan membaca itu sudah harus tertanam dan menjadi kebiasaan serta kebutuhannya. Kebiasaan membaca ini akan memudahkannya untuk mendapakan ilmu atau pun informasi. Dan jika anda belum memulainya maka mulailah dari sekarang dan jika malas paksakanlah. SEMANGAT MEMBACA.



Daftar Pustaka


Ali, Abdullah Yusuf. Qur'an Terjemah dan Tafsirnya. Dialihbahasakan oleh Ali Audah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.
Al-Jaizari, Syaikh Abu Bakar Jbir. Tafsir Al-Qur'an Al-Aisar Jilid 2. Jakarta : Daruss Sunnah, 2007.
Al-jazairi, abu bakar jabir. tafsir Al-Aisar. Dialihbahasakan oleh azhari hatim dan abdurrahim mukti. Vol. 1. jakarta: darus sunnah press, 2008.
Al-jazairi, syaikh abu bakar jabir. tafsir Al-quran Al-aisar. Dialihbahasakan oleh fityan amaliy dan edi suwanto. jakarta: darus sunnah, 2009.
Al-maraghi, ahmad mustafa. tafsir Al-maraghi. Dialihbahasakan oleh anwar rasyidi, anshori umar sitanggal, hery noer aly dan bahrun abubakar. Vol. 1,2, dan 3. semarang: karya toha putra semarang, 1992.
al-maraghi, ahmad musthafa. tafsir al-maraghi. Dialihbahasakan oleh bahrun abu bakar dan hery noer aly. Vol. 4,5,dan 6. semarang: karya toha putra semarang, 1993.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. TafsirAl-Maragi. Disunting oleh Anwar Rasyidi dan Mazmur Sya'roni. Dialihbahasakan oleh Bahrun AbuBakar dan Hery Noer Aly. Vol. 4,5,6. Semarang: CV TOHA PUTRA, 1993.
al-Qarni, aidh. tafsir Al-muyassar. Disunting oleh tim editor qisthi press. Dialihbahasakan oleh tim penerjemah qisthi press. Vol. 1. jakarta: qisthi press, 2007.
Al-Qurthubi, syaikh imam. tafsir Al-Qurthubi. Disunting oleh ahmad zubairin. Dialihbahasakan oleh dudi rosyadi, nashirul haq dan fathurrahman. Vol. 4. jakarta: pustaka azzam, 2008.
—. tafsir al-qurthubi juz'ama. Disunting oleh m. sulton akbar dan mukhlis b. Dialihbahasakan oleh dudi rosyadi dan faturrahman. jakarta: pustaka azzam, 2009.
ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Qur'anul Majid. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2003.
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur. Vol. 1. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000.
—. Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur. Disunting oleh Nourozzaman Shiddiqi dan Fuad Hasbi ash-Shiddieqy. Vol. 2. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000.
Banjar, Galuh. 26 Agustus 2011. http://galuhbanjar.wordpress.com/ (diakses November 02, 2011).
Baqi, Muhammad Fu'ad 'Abdul. Al-Mu'jam Mufahros lialfadzil Qur'an. Beirut: Dar al-mariefah, 2009.
DR, abdullah bin muhammad bin abdurrahman bin ishaq alu syaikh. tafsir ibnu katsir. Dialihbahasakan oleh m. abdul ghoffar, abdurrahim mu'thi dan abu ihsan al-atsari. Vol. 2. bogor: pustaka imam as-syafi'i, 2004.
Hamka. Tafsir Al-Azhar Juzu' XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.
Hamka, prof. Dr. tafsir al-azhar. Vol. XXI. jakarta: pustaka panjimas, 1988.
hamka, prof.DR. tafsir al-azhar. Vol. 1,2 dan 3. jakarta: anggota IKAPI, 1982.
Harun, Ibnu. 02 Juli 2008. http://ibnuharun.multiply.com/journal/item/18 (diakses November 02, 2010).
Hatta, Ahmad. Tafsir Qur'an Per Kata. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009.
'Isa, Kamal Muhammad. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: PT Fikahati Aneska, 1994.
isawi, muhammad ahmad. tafsir ibnu mas'ud. Dialihbahasakan oleh ali murtadho syahudi. jakarta: pustaka azam, 2009.
Jabir, Syaikh Abu Bakar. tafsir Al-quran Al-Aisar. Disunting oleh team darus sunnah. Dialihbahasakan oleh fityan amaliy dan Edi suwanto. Vol. 5. jakarta: darus sunnah, 2008.
juz'ama, tim penyusun tafsir. tafsir juz'ama universitas islam bandung. bandung: LSI unisba, 2008.
Kurnia, Iyus, Teteng Sopian, Yayan Suryana, Makbul, Sobar Nugraha , dan Mumung Maulana Al-Ghifari. Al-Qur'an Qordoba. Bandung: Cordoba International Indonesia, 2012.
Muhdlor, Atabik Ali Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997.
Munir, Abdullah. Spritual Teaching. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007.
nasional, departemen pendidikan. kamus besar bahasa indonesia pusat bahasa. jakarta: gramedia pustaka utama, 2008.
shihab, m.quraish. tafsir al-mishbah. Vol. 10. jakarta: lentera hati, 2009.
—. tafsir al-mishbah. jakarta: lentera hati, 2009.
Shihab, Muhammad Shihab. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an Volum 2. Jakarta: Lentera Hati, 2008.
syaikh, abdullan bin muhammad bin abdurrahman bin ishaq alu. tafsir ibnu katsir. Disunting oleh m.yusuf harun. Dialihbahasakan oleh m abdull ghoffar, abdurrahim mu'thi dan abu ihsan al-atsari. Vol. 6. bogor: pustaka imam asy-syafi'i, 2004.
syaikh, DR. abdullah bin muhammad bin abdurrahman bin ishaq alu. tafsir ibnu katsir. Disunting oleh m.yusuf harun. Dialihbahasakan oleh m abdul ghoffar, abdurrahim mu'thi dan abu ihsan al-atsari. Vol. 1. bogor: pustaka imam as-syafi'i, 2009.
syihab, m.quraish. tafsir al-mishbah. jakarta: lentera hati, 2007.
Tampubolon. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Angkasa, 1993.
Yamin, Martinis. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2010.
Zuhaili, Wahbah, Wahbi Sulaiman, Muhammad Adnan Salim, dan Muhammad Bassam Rusydi Zein. Buku Pintar Al-Qur'an Seven in One. Disunting oleh Solihin, Abdul Rasyid Masykur dan Amad Anis. Dialihbahasakan oleh Imam Ghazali Masykur, Ahmad Syaikhu dan M. Tatam Wijaya. Jakarta Pusat: Penerbit Almahira, 2009.




ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق