MUHKAM dan MUTASYĀBIHĀT
A. Definisi
Menurut Abu Nawar dalam menjelaskan bahwa, ada beberapa pengertian
yang yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai Muhkam dan mutasyābihāt:
1. MenurutAs-Suyuti Muhkam
adalah suatu yang jelas artinya, sedangkan mutasyābihāt adalah sebaliknya.
2. Menurut imam Ar-Raji Muhkam
adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat, baik maksud maupun lafaznya. Sedangkan
mutasyābihāt adalah ayat-ayat yang dalalah nya lemah, masih bersifat mujmal,
memerlukan takwil dan sulitdipahami.
3. Menurut Manna Al –Qattan Muhkam
adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan
keterangan lain. Sedangkan mutasyābihāt tdak seperti itu, ia memerlukan
penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Adapun menurut Ahmad Izzan yang dimaksud dengan Muhkam dan mutasyābihāt
adalah:
Muhkam secara bahasa, berasal dari kata hakam-hukm yang artinya
memutuskan antara dua hal atau lebih perkara. Hakim adalah orang-orang yang
mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Jadi, Muhkam
adalah sesuatu hal yang kokoh, jelas, dan fasih yang dengannya ia
membedakanantara yang hak dan yang batil. Dengan penegrtian inilah Allāh
mensifati alquran dengan kata Muhkam.
Mutasyābihāt, secara bahasa, berasal dari kata syabaha, yakni bila
salah satu dari dua hal serupa dengan lainnya. Syubhah ialah keadaan tentang
satu dari dua hal yang tidak dapat dibedakan
dari lainnya karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkret
atau abstrak. Bedasarkan pengertian ini, Allāh menyebutkan alquran sebagai
kitabun mutasyābihātun matsani yang tertera dalam surat (Az-Zumar ayat :23).
Muhkam berasal dari “hakamtu dabbah wa ahkamtu”, artinya saya
menahan binatang itu. Namun ada pula yang berpendapat kata-kata Muhkam itu
berarti kuat, kokoh, indah, rapi, susunannya dan sama sekali tidak mengandung
kelemahan baik dalam hal lafaznya, rangkaian kalimatnya maupun maknanya.
Sedangkan mutasyābihāt secara bahasa berarti “tasyabuh”, yaitu bila
satu dari dua hal serupa dengan yang lain, tapi pada umumnya, ulama ahli bahasa
memaknai “mutasyābihāt” untuk arti persamaan /kesamaran yang mngarah kepada
keserupaan.
Ada beberapa pendapat ulama yang berbeda dalam memberikan
pengertian Muhkam dan Mutasyābihāt.:
1. Golongan ahli sunnah dan
jama’ah mengakatan bahwa yang dimaksud lafal Muhkam adalah lafal yang mudah
difahami oleh akal pikiran manusia sedangkan yang dimaksud dengan ayat Mutasyābihāt.
hanya Allāh sajalah yang mengetahui.
2. Golongan Hanafi
berpendapat bahwa yang dimaksud lafal Muhkam adalah lafal yang jelas
petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh pikiran manusia ataupun tidak
tercantum dalil-dalil nash.
3. Imam Ibnu Hambal dan
pengikutnya mengatakan bahwa lafal Muhkam adalah ayat yang dapat diketahui secara
langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyābihāt memerlukan
penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat yang lain.
Disebutkan oleh Nasiruddin Baidan dalam bukunya wawasan baru ilmu
tafsir bahwa pengertian dari Muhkam adalah Muhkam dan Mutasyābihāt. berasal
dari bahasa arab ihkam yang mempunyai arti mencegah, apabila dikaitkan dengan
ilmu Al-qur’an maka dapat dikatakan
bahwa semua ayat-ayat alquran itu disususn secara rapih dan kokoh tidak ada
celah untuk mengkritik nya sedikitpun.
Mutasyābihāt yang dalam bahasa indonesia dapat diartikan mirip ayau
samar-samar juga mengandung berbagai konotasi yang biasanya membawa kepada
ketidakpastian atau ragu, timbulnya keraguan tersebut diakibatkan karena sangat
miripnya dua benda tersebut. Kondisi inilah yang dijumpai dalam ayat-ayat
alquran saking miripnya ayat satu dengan yang lain, maka tidak dapat dibedakan
antara masing-masing ayat karena semuanya sama dari segi sudutnya baik dari
segi sudutnya, dapat sebagainya.
Dari beberapa pendapat diatasdapat kami simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan ayat Muhkam adalah ayat yang sudah jelas dan tidak perlu
diadakannya pentakwilan kembali, adapun yang dimaksud dengan
ayat Mutasyābihāt. adalah ayat-ayat yang makna maupun lafaznya
tidak jelas atau diperlukan pentakwilan karena sulitnya untuk dimengerti
biasanya ayat terdapat pada ayat yang menerangkan sifat Allāh serta pembahasan
tentang yaumil akhir dikarenakan kejadian tersebut belum dialami oleh manusia.
Mengingat ayat-ayat Muhkam sudah jelas dan tidak perlu lagi
penjelasan maka kami disini akan menjelaskan tentang ayat-ayat Mutasyābihāt.
secara terperinci, maka yang akan dibahas lebih lanjut adalah tentang Mutasyābihāt..
B. Ruang Lingkup Mutasyābihāt
Ada tiga bentuk tasyabun dalam ayat-ayat Mutasyābihāt. yaitu
menyangkut dari segi lafal, dari segi makna, dan dari segi lafal sekaligus
makna.
1.
Lafal
Kesamaran makna dalam suatu ayat atau dalam suatukosakata
disebabkan karena tidak lazimnya dan tidak biasanya kosakata tersebut digunakan
contoh pertama seperti lafal (أبّا) di dalam ayat 31 dari surat abasa: (وفاقهة وأبّا),
Abu Bakar dan Umar tidak dapat menjelaskan maksud dari ayat tersebut, sehingga
membuat umar berkata: “mana langit yang akan menaungiku, dan mana bumi yang
tempat aku berpijak, jika kukatakan sesuatu yang tidak ada dalam kitab Allāh?.”
Begitu juga dengan Umar beliau mengakatan hal yang sama bahwa Umar juga
tidak tahu maksud dari ayat tersebut.
Kesamaran arti yang disebabkan banyaknya konotasi suatu lafal,اmisalnya lafal (يمين) pada kalimat ayat 93 dari surat Al-Ṡaffat
yang berbunyi (فراغ عليهم ضربا بليمين) yang menunjuk kepada tangan kanan,
kekuatan. Ataupun sumpah. Dalam ayat ini pengertiannya sangatlah tidak jelas
konotasinya apakah mempunyai arti “tangan kanan” atau “kekuatan”. Jika kata (يمين)
mempunyai arti tangan kanan maka yang dimaksud ayat tersebut adalah bahwa nabi
ibrahim memukul berhala-berhala itu dengan tangan kanan, akan tetapi jika kata
tersebut memiliki arti kekuatan maka maksud dari ayat tersebut adalah nabi
ibrahim memukul berhal-berhala itu dengan kekuatan penuh. Contah lain, dalam
ayat 228 surat al-baqarah terdapat kata (قروء) dalam kalimat (والمطلقات
يتربصن بأنفسهن ثلاثت قروء).
Dalam bahasa arab kata (قروء) dapat berarti haid ataupun suci, inilah salah satu yang
menyebabkan ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum idah bagi wanita
apakah tiga kali suci ataupun tiga kali haid.
2.
Makna
Terjadi kemiripan yang terdapat dalam suatu ayat Al-qur’an biasanya terdapat dalam ayat-ayat yang
menginformasikan berita-berita ghaib
seperti sifat-sifat Tuhan , malaikat, kondisi akhirat, syurga, neraka,
hari akhir dan lain sebagainya. Semua itu tidak akan jelas bagi siapapun karena
semua orang didunia ini belum pernah merasakannya. Sehingga apa yang ditulis
dalam Al-qur’an tentang semua itu tidak
dapat dibayangkan secara tepat dalam benak kita.
Ketidak jelasan makna
dalam kata-kata tersebut ada karena manusia juga memakai kata tersebut, tetapi
tuhan mengatakan bahwa dirinya sangatlahd berbeda dengan makhluknya dari semua
sisi. Oleh karena itu semua yang di informasikan tuhan tentang dirinya dalam Al-qur’an
maupun hadist dan yang lainnya itulah
hanya simbol semata yang ma’na hakikatnya hanya Allāh lah yang tahu.
3.
Lafal
dan makna
Ruang lingkup yang ketiga adalah kesamaran dari segi makna maupun
lafalnya. Menurut Al-Raghib Al-Isfahani, kesamaran tersebut dapat dilihat dari
lima aspek, yaitu kuantitas, kualitas, waktu, tempat dan persyaratan sah atau
batalnya suatu perbuatan. Contoh ayat Qur’an yang kesamaran makna dan lafalnya
dapat dilihat pada surat albaqoroh ayat 189 yang berbunyi:
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا... (al- baqarah: 189)
Artinya: dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya[116], kata Al-Zarqani yang dikutip oleh Nasiruddin Baidan, ungkapan
itu sulit sekali difahami karena terlalu padat, maka dari itu perlu diberi
penjelasan, misalnya dengan menambahkan lafal dengan dengan demikian ayat itu
dapat dipahami. Dari gambaran itu telah tampak bahwa ayat tersebut kesamarannya
terdapat dari dua bagian yaitu dari segi makna dan lafal, dari segi makna
karena ungkapannya terlalu padat dari segi makna berkaitan dengan asbabunnuzul
dari ayat tersebut.
C. Kriteria Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.
Kriteria ayat-ayat Muhkam danMutasyābihāt.: Abdurrazak dan
Aminuddin mengutip J.M.S. Baljon mengutip pendapat Zamasykari, berpendapat
bahwa yang termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat apabila ayat-ayat tersebut
berhubungan dengan hakikat (kenyataan), sedangkan untuk ayat-ayat Mutasyābihāt.
adalah ayat yang menuntut penelitian.
D. Sikap Ulama terhadap Ayat Mutasyābihāt
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam menyikapi
maksud suatu ayat. Ada yang menerima tanpa takwil, ada juga yang menerima
dengan takwil. Kelompok ulama yang menerima tanpa takwil ini adalah aliran
salaf. Mereka menerima dan percaya begitu saja ayat-ayat Mutasyābihāt.. Mereka
tidak mempermasalahkan arti ayat Mutasyābihāt., karena mereka berpendapat bahwa
yang mengetahui makna dari ayat-ayat Mutasyābihāt. hanyalah Allāh. Sedangkan
kelompok ulama yang menerima dengan takwil adalah aliran khalaf. Mereka adalah
kelompok ulama yang berubah sesuai dengan perubahan zaman. Sehingga dalam
menyikapi ayat-ayat mutasyābihāt mereka sedikit lebih toleran. Kelompok yang
menerima dengan takwil ini pun terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Kelompok ini adalah kelompok yang
menakwilkan ayat-ayat mutasyābihāt sesuai dengan sifat-sifat yang diterima dari
Allāh.
E. Hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.
Hikmah dari keberadaan ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.
menurut al-suyuti dalam buku stidi ilmu qur’an (abd.rozak,
2010, hal. 88)
Ayat-ayat Mutasyābihāt. ini mengharuskan upaya
uang lebih untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang
mengkajinya.
1.
Sekiranya alquran seluruhnya Muhkam
tentinya hanya ada satu mazhab. Sebab, kejelasan akan membatalkan semua mazhab
dan tidak memanfaatkannya. Akan tetapijika al-quran mengandung Muhkam dan mutasyābihāt
maka masing-masing dari penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan
pendapatnya. Selanjutnya, semua penganut mazhab akan memperhatikan dan
merenungkannya. Sekiranya mereka terus menggalinya maka ayat-ayat Muhkamat
menjadi penafsirannya.
2.
Jika al-quran mengandung ayat-ayat Mutasyābihāt.,
maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan
yang lainnya. Hal ini ini memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa,
gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh, dan lain sebagainya. Sekiranya hal
itu demikian sudah barang tentu ilmu-ilmu tersebut tidak muncul.
3.
Al-quran berisi da’wah terhadap
orang-orang tertentu dan umum. Orang-orang awam biasanya tidak menyukai
hal-halyan bersifat abstrak.
F. Contoh-contoh ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.
Contoh ayat-ayat Muhkamat:
ª!$#ß,Î=»yzÈe@à2&äóÓx«(uqèdur4n?tãÈe@ä.&äóÓx«×@Ï.urÇÏËÈ
Allāh menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.(Q.S az-zumar: [62])
cÎ)©!$#4n?tãÈe@ä.&äóÓx«ÖÏs%ÇËÉÈ
Sesungguhnya Allāh berkuasa atas
segala sesuatu. (Q.S
al-baqarah: [20])
öNs9ô$Î#töNs9urôs9qãÇÌÈ
Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan. (Q.S
al-ikhlas:[3])
}§øs9¾ÏmÎ=÷WÏJx.Öäïx«(uqèdurßìÏJ¡¡9$#çÅÁt7ø9$#ÇÊÊÈ
Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia.(Q.S as-syuraa:[11])
Contoh ayat-ayat Mutasyābihāt.:
ß`»oH÷q§9$#n?tãĸöyèø9$#3uqtGó$#ÇÎÈ
(yaitu) Tuhan
yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy. (Q.S Thaha: 5)
@ä.>äóÓx«î7Ï9$ydwÎ)¼çmygô_ur4ÇÑÑÈ
tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allāh.(Q.S al-qhasas:[88])
4s+ö7turçmô_ury7În/uÇËÐÈ
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu(Q.S ar-rahman:[27])
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Muhkam
adalah ayat-ayat alquran yang makna serta pengertiannya sudah jelas tanpa
adanya pentakwilan, sedangkan mutasyābihāt adalah ayat-ayat al-quran yang makna
serta pengertiannya samar-samar atau perlunya pentakwilan.
2.
Ruang
lingkup dari mutasyābihāt adalah ditinjau dari segi makna, lafal, dan lafal
serta makna. Yang dimaksud dari segi makna yaitu ayat-ayat alquran yang makna
nya harus ditinjau terlebih dahulu dikarenakan kata dari makna ayat quran itu
sudah lazm di pakai oleh manusia akan tetapi zat Allāh tidak sama seperti
halnya manusia. Dari segi lafal mempunyai maksud yaitu suatu kata dalam ayat
al-quran yang tidak mempunyai makna atau hanya Allāh saja yang mengetahui makna
tersebut.
3.
Kriteria
ayat-ayat Muhkam dan mutasyābihāt adalah, bila ayat-ayat Muhkamat biasaya
terdapat dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan hakikat(kebenaran), sedangkan
ayat-ayat yang mutasyābihāt biasanya behubungan dengan hal-hal yang gaib, sifat
Allāh, hari akhir dan lain sebagainya yang memerluka penelitian.
4.
Sikap
ulama terhadap ayat mutasyābihāt adalah mereka semua berbed pendapat ada yang
berpendapat bahwa ayat Mutasyābihāt. hanya Allāh lah yang tahu makna ebenarnya
dan tidak melakuan penelitian, ada juga ulama yang melakukan penelitian karea
adanya ayat Mutasyābihāt. dengan cara membandingkan ayat satu dengan ayat
lainnya.
5.
Hikmah
adanya ayat Mutasyābihāt. dalam al-quran adalah membuat semua ulama yang ada
didunia ini berpikir keras untuk mengartikan makna dari ayat-ayat yang
terkndung dari ayat-ayat Mutasyābihāt..
B. Saran
Smoga dngan adanya makalah ini dapat mempermudah para pembaca dalam
memahami ayat-ayat Mutasyābihāt. dan ayat-ayat Muhkam, serta dapat membedakan
ayat-ayat yang termask kedalam Muhkam serta ayat-ayat Mutasyābihāt.. Selamat
membaca.
DAFTAR PUSTAKA
abd.rozak, a. (2010). studi ilmu
qur'an. jakarta: mitra wacana media.
al-qattan, m. k. (2009). studi ilmu-ilmu qur'an. jakarta: litea
antar nusa.
anwar, a. (2009). uumul qur'an sebuah pengantar. amzah.
baidan, n. (2011). wawasan baru ilmu tafsir. yogyakarta: pustaka
pelajar.
izzan, a. (2011). ulumul qur'an. bandung: tafakur.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق