الجمعة، 7 ديسمبر 2012

muhkam mutasyabih

MUHKAM dan MUTASYĀBIHĀT


A.    Definisi

Menurut Abu Nawar dalam menjelaskan bahwa, ada beberapa pengertian yang yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai Muhkam dan mutasyābihāt:
1.   MenurutAs-Suyuti Muhkam adalah suatu yang jelas artinya, sedangkan mutasyābihāt adalah sebaliknya.
2.   Menurut imam Ar-Raji Muhkam adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat, baik maksud maupun lafaznya. Sedangkan mutasyābihāt adalah ayat-ayat yang dalalah nya lemah, masih bersifat mujmal, memerlukan takwil dan sulitdipahami.
3.   Menurut Manna Al –Qattan Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan mutasyābihāt tdak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Adapun menurut Ahmad Izzan yang dimaksud dengan Muhkam dan mutasyābihāt adalah:
Muhkam secara bahasa, berasal dari kata hakam-hukm yang artinya memutuskan antara dua hal atau lebih perkara. Hakim adalah orang-orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Jadi, Muhkam adalah sesuatu hal yang kokoh, jelas, dan fasih yang dengannya ia membedakanantara yang hak dan yang batil. Dengan penegrtian inilah Allāh mensifati alquran dengan kata Muhkam.
Mutasyābihāt, secara bahasa, berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan lainnya. Syubhah ialah keadaan tentang satu dari dua hal yang tidak dapat dibedakan  dari lainnya karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkret atau abstrak. Bedasarkan pengertian ini, Allāh menyebutkan alquran sebagai kitabun mutasyābihātun matsani yang tertera dalam surat (Az-Zumar ayat :23).
Muhkam berasal dari “hakamtu dabbah wa ahkamtu”, artinya saya menahan binatang itu. Namun ada pula yang berpendapat kata-kata Muhkam itu berarti kuat, kokoh, indah, rapi, susunannya dan sama sekali tidak mengandung kelemahan baik dalam hal lafaznya, rangkaian kalimatnya maupun maknanya.
Sedangkan mutasyābihāt secara bahasa berarti “tasyabuh”, yaitu bila satu dari dua hal serupa dengan yang lain, tapi pada umumnya, ulama ahli bahasa memaknai “mutasyābihāt” untuk arti persamaan /kesamaran yang mngarah kepada keserupaan.
Ada beberapa pendapat ulama yang berbeda dalam memberikan pengertian Muhkam dan Mutasyābihāt.:
1.   Golongan ahli sunnah dan jama’ah mengakatan bahwa yang dimaksud lafal Muhkam adalah lafal yang mudah difahami oleh akal pikiran manusia sedangkan yang dimaksud dengan ayat Mutasyābihāt. hanya Allāh sajalah yang mengetahui.
2.   Golongan Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud lafal Muhkam adalah lafal yang jelas petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh pikiran manusia ataupun tidak tercantum dalil-dalil nash.
3.   Imam Ibnu Hambal dan pengikutnya mengatakan bahwa lafal Muhkam adalah ayat yang dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyābihāt memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat yang lain.
Disebutkan oleh Nasiruddin Baidan dalam bukunya wawasan baru ilmu tafsir bahwa pengertian dari Muhkam adalah Muhkam dan Mutasyābihāt. berasal dari bahasa arab ihkam yang mempunyai arti mencegah, apabila dikaitkan dengan ilmu Al-qur’an  maka dapat dikatakan bahwa semua ayat-ayat alquran itu disususn secara rapih dan kokoh tidak ada celah untuk mengkritik nya sedikitpun.
Mutasyābihāt yang dalam bahasa indonesia dapat diartikan mirip ayau samar-samar juga mengandung berbagai konotasi yang biasanya membawa kepada ketidakpastian atau ragu, timbulnya keraguan tersebut diakibatkan karena sangat miripnya dua benda tersebut. Kondisi inilah yang dijumpai dalam ayat-ayat alquran saking miripnya ayat satu dengan yang lain, maka tidak dapat dibedakan antara masing-masing ayat karena semuanya sama dari segi sudutnya baik dari segi sudutnya, dapat sebagainya.
Dari beberapa pendapat diatasdapat kami simpulkan bahwa yang dimaksud dengan ayat Muhkam adalah ayat yang sudah jelas dan tidak perlu diadakannya pentakwilan kembali, adapun yang dimaksud dengan
ayat Mutasyābihāt. adalah ayat-ayat yang makna maupun lafaznya tidak jelas atau diperlukan pentakwilan karena sulitnya untuk dimengerti biasanya ayat terdapat pada ayat yang menerangkan sifat Allāh serta pembahasan tentang yaumil akhir dikarenakan kejadian tersebut belum dialami oleh manusia.
Mengingat ayat-ayat Muhkam sudah jelas dan tidak perlu lagi penjelasan maka kami disini akan menjelaskan tentang ayat-ayat Mutasyābihāt. secara terperinci, maka yang akan dibahas lebih lanjut adalah tentang Mutasyābihāt..

B.     Ruang Lingkup Mutasyābihāt

Ada tiga bentuk tasyabun dalam ayat-ayat Mutasyābihāt. yaitu menyangkut dari segi lafal, dari segi makna, dan dari segi lafal sekaligus makna.
1.      Lafal
Kesamaran makna dalam suatu ayat atau dalam suatukosakata disebabkan karena tidak lazimnya dan tidak biasanya kosakata tersebut digunakan contoh pertama seperti lafal (أبّا) di dalam ayat 31 dari surat abasa: (وفاقهة وأبّا), Abu Bakar dan Umar tidak dapat menjelaskan maksud dari ayat tersebut, sehingga membuat umar berkata: “mana langit yang akan menaungiku, dan mana bumi yang tempat aku berpijak, jika kukatakan sesuatu yang tidak ada dalam kitab Allāh?.” Begitu juga dengan Umar beliau mengakatan hal yang sama bahwa Umar juga tidak  tahu maksud dari ayat tersebut.
Kesamaran arti yang disebabkan banyaknya konotasi suatu lafal,اmisalnya lafal (يمين) pada kalimat ayat 93 dari surat Al-Ṡaffat yang berbunyi (فراغ عليهم ضربا بليمين) yang menunjuk kepada tangan kanan, kekuatan. Ataupun sumpah. Dalam ayat ini pengertiannya sangatlah tidak jelas konotasinya apakah mempunyai arti “tangan kanan” atau “kekuatan”. Jika kata (يمين) mempunyai arti tangan kanan maka yang dimaksud ayat tersebut adalah bahwa nabi ibrahim memukul berhala-berhala itu dengan tangan kanan, akan tetapi jika kata tersebut memiliki arti kekuatan maka maksud dari ayat tersebut adalah nabi ibrahim memukul berhal-berhala itu dengan kekuatan penuh. Contah lain, dalam ayat 228 surat al-baqarah terdapat kata (قروء) dalam kalimat (والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثت قروء). Dalam bahasa arab kata (قروء) dapat berarti haid ataupun suci, inilah salah satu yang menyebabkan ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum idah bagi wanita apakah tiga kali suci ataupun tiga kali haid.
2.      Makna
Terjadi kemiripan yang terdapat dalam suatu ayat Al-qur’an  biasanya terdapat dalam ayat-ayat yang menginformasikan berita-berita ghaib  seperti sifat-sifat Tuhan , malaikat, kondisi akhirat, syurga, neraka, hari akhir dan lain sebagainya. Semua itu tidak akan jelas bagi siapapun karena semua orang didunia ini belum pernah merasakannya. Sehingga apa yang ditulis dalam Al-qur’an  tentang semua itu tidak dapat dibayangkan secara tepat dalam benak kita.
      Ketidak jelasan makna dalam kata-kata tersebut ada karena manusia juga memakai kata tersebut, tetapi tuhan mengatakan bahwa dirinya sangatlahd berbeda dengan makhluknya dari semua sisi. Oleh karena itu semua yang di informasikan tuhan tentang dirinya dalam Al-qur’an  maupun hadist dan yang lainnya itulah hanya simbol semata yang ma’na hakikatnya hanya Allāh lah yang tahu.
3.      Lafal dan makna
Ruang lingkup yang ketiga adalah kesamaran dari segi makna maupun lafalnya. Menurut Al-Raghib Al-Isfahani, kesamaran tersebut dapat dilihat dari lima aspek, yaitu kuantitas, kualitas, waktu, tempat dan persyaratan sah atau batalnya suatu perbuatan. Contoh ayat Qur’an yang kesamaran makna dan lafalnya dapat dilihat pada surat albaqoroh ayat 189 yang berbunyi:
                                                                                          وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا... (al- baqarah: 189)
Artinya: dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], kata Al-Zarqani yang dikutip oleh Nasiruddin Baidan, ungkapan itu sulit sekali difahami karena terlalu padat, maka dari itu perlu diberi penjelasan, misalnya dengan menambahkan lafal dengan dengan demikian ayat itu dapat dipahami. Dari gambaran itu telah tampak bahwa ayat tersebut kesamarannya terdapat dari dua bagian yaitu dari segi makna dan lafal, dari segi makna karena ungkapannya terlalu padat dari segi makna berkaitan dengan asbabunnuzul dari ayat tersebut.

C.    Kriteria Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.

Kriteria ayat-ayat Muhkam danMutasyābihāt.: Abdurrazak dan Aminuddin mengutip J.M.S. Baljon mengutip pendapat Zamasykari, berpendapat bahwa yang termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat apabila ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan), sedangkan untuk ayat-ayat Mutasyābihāt. adalah ayat yang menuntut penelitian.

D.    Sikap Ulama terhadap Ayat Mutasyābihāt

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam menyikapi maksud suatu ayat. Ada yang menerima tanpa takwil, ada juga yang menerima dengan takwil. Kelompok ulama yang menerima tanpa takwil ini adalah aliran salaf. Mereka menerima dan percaya begitu saja ayat-ayat Mutasyābihāt.. Mereka tidak mempermasalahkan arti ayat Mutasyābihāt., karena mereka berpendapat bahwa yang mengetahui makna dari ayat-ayat Mutasyābihāt. hanyalah Allāh. Sedangkan kelompok ulama yang menerima dengan takwil adalah aliran khalaf. Mereka adalah kelompok ulama yang berubah sesuai dengan perubahan zaman. Sehingga dalam menyikapi ayat-ayat mutasyābihāt mereka sedikit lebih toleran. Kelompok yang menerima dengan takwil ini pun terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Kelompok ini adalah kelompok yang menakwilkan ayat-ayat mutasyābihāt sesuai dengan sifat-sifat yang diterima dari Allāh.

E.      Hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.

Hikmah dari keberadaan ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābihāt. menurut al-suyuti dalam buku stidi ilmu qur’an (abd.rozak, 2010, hal. 88)
Ayat-ayat Mutasyābihāt. ini mengharuskan upaya uang lebih untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
1.    Sekiranya alquran seluruhnya Muhkam tentinya hanya ada satu mazhab. Sebab, kejelasan akan membatalkan semua mazhab dan tidak memanfaatkannya. Akan tetapijika al-quran mengandung Muhkam dan mutasyābihāt maka masing-masing dari penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya. Selanjutnya, semua penganut mazhab akan memperhatikan dan merenungkannya. Sekiranya mereka terus menggalinya maka ayat-ayat Muhkamat menjadi penafsirannya.
2.      Jika al-quran mengandung ayat-ayat Mutasyābihāt., maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ini memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh, dan lain sebagainya. Sekiranya hal itu demikian sudah barang tentu ilmu-ilmu tersebut tidak muncul.
3.    Al-quran berisi da’wah terhadap orang-orang tertentu dan umum. Orang-orang awam biasanya tidak menyukai hal-halyan bersifat abstrak.

F.     Contoh-contoh ayat Muhkam dan Mutasyābihāt.


Contoh ayat-ayat Muhkamat:
ª!$#ß,Î=»yzÈe@à2&äóÓx«(uqèdur4n?tãÈe@ä.&äóÓx«×@Ï.urÇÏËÈ
Allāh menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.(Q.S az-zumar: [62])

žcÎ)©!$#4n?tãÈe@ä.&äóÓx«ÖƒÏs%ÇËÉÈ

Sesungguhnya Allāh berkuasa atas segala sesuatu. (Q.S al-baqarah: [20])

öNs9ô$Î#tƒöNs9urôs9qãƒÇÌÈ
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (Q.S al-ikhlas:[3])

}§øŠs9¾ÏmÎ=÷WÏJx.Öäïx«(uqèdurßìŠÏJ¡¡9$#玍ÅÁt7ø9$#ÇÊÊÈ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.(Q.S as-syuraa:[11])

Contoh ayat-ayat Mutasyābihāt.:
ß`»oH÷q§9$#n?tãĸöyèø9$#3uqtGó$#ÇÎÈ
(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy. (Q.S Thaha: 5)
@ä.>äóÓx«î7Ï9$ydžwÎ)¼çmygô_ur4ÇÑÑÈ
 tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allāh.(Q.S al-qhasas:[88])

4s+ö7tƒurçmô_ury7În/uÇËÐÈ

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu(Q.S ar-rahman:[27])










BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

1.      Muhkam adalah ayat-ayat alquran yang makna serta pengertiannya sudah jelas tanpa adanya pentakwilan, sedangkan mutasyābihāt adalah ayat-ayat al-quran yang makna serta pengertiannya samar-samar atau perlunya pentakwilan.
2.      Ruang lingkup dari mutasyābihāt adalah ditinjau dari segi makna, lafal, dan lafal serta makna. Yang dimaksud dari segi makna yaitu ayat-ayat alquran yang makna nya harus ditinjau terlebih dahulu dikarenakan kata dari makna ayat quran itu sudah lazm di pakai oleh manusia akan tetapi zat Allāh tidak sama seperti halnya manusia. Dari segi lafal mempunyai maksud yaitu suatu kata dalam ayat al-quran yang tidak mempunyai makna atau hanya Allāh saja yang mengetahui makna tersebut.
3.      Kriteria ayat-ayat Muhkam dan mutasyābihāt adalah, bila ayat-ayat Muhkamat biasaya terdapat dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan hakikat(kebenaran), sedangkan ayat-ayat yang mutasyābihāt biasanya behubungan dengan hal-hal yang gaib, sifat Allāh, hari akhir dan lain sebagainya yang memerluka penelitian.
4.      Sikap ulama terhadap ayat mutasyābihāt adalah mereka semua berbed pendapat ada yang berpendapat bahwa ayat Mutasyābihāt. hanya Allāh lah yang tahu makna ebenarnya dan tidak melakuan penelitian, ada juga ulama yang melakukan penelitian karea adanya ayat Mutasyābihāt. dengan cara membandingkan ayat satu dengan ayat lainnya.
5.      Hikmah adanya ayat Mutasyābihāt. dalam al-quran adalah membuat semua ulama yang ada didunia ini berpikir keras untuk mengartikan makna dari ayat-ayat yang terkndung dari ayat-ayat Mutasyābihāt..



B.     Saran

Smoga dngan adanya makalah ini dapat mempermudah para pembaca dalam memahami ayat-ayat Mutasyābihāt. dan ayat-ayat Muhkam, serta dapat membedakan ayat-ayat yang termask kedalam Muhkam serta ayat-ayat Mutasyābihāt.. Selamat membaca.


















DAFTAR PUSTAKA


abd.rozak, a. (2010). studi ilmu qur'an. jakarta: mitra wacana media.
al-qattan, m. k. (2009). studi ilmu-ilmu qur'an. jakarta: litea antar nusa.
anwar, a. (2009). uumul qur'an sebuah pengantar. amzah.
baidan, n. (2011). wawasan baru ilmu tafsir. yogyakarta: pustaka pelajar.
izzan, a. (2011). ulumul qur'an. bandung: tafakur.

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق