A.
Tawadhu
Orang Muslim itu
tawadhu’ tanpa menghinakan dirinya, dan tawadhu’ adalah akhlak, dan sifatnya
yang mulia, serta sombong itu bukan sifatnya, karena ia tawadhu’ untuk tinggi
dan tidak sombong agar tidak rendah. Ini karena ketentuan Allah Ta’ala
menghendaki mengangkat orang – orang yang tawadhu’ karena - Nya dan merendahkan
orang - orang yang sombong. Rasulullah SAW. bersabda, “ Harta itu tidak
berkurang karena sedekah. Allah tidak menambahkan pada hamba yang memaafkan
melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang tawadhu’ karena Allah melainkan
Allah mengangkatnya.” ( Riwayat Muslim )
Rasulullah SAW.
bersabda,
“ Hak Allah bahwa tidaklah sesuatu dari dunia itu sombong
melainkan Allah merendahkannya. “ ( Riwayat Bukhori )
Rasulullah SAW. bersabda,
“ Pada hari kiamat, orang - orang sombong dikumpulkan
seperti semut kecil dalam bentuk Dajjal yang diliputi kehinaan dari semua
tempat. Mereka digiring ke penjara di Jahannam yang bernama Bulas, api neraka
mengepung mereka, dan mereka diberi minum dan usharah ( cairan yang keluar dari
nanah dan darah ) penghuni neraka. “ ( Diriwayatkan Tirmidzi dan Nasai )
1.
Tawadhu mempunyai dua makna :
a. Menerima kebenaran yang datangnya dari siapa
saja.
Sebagian manusia tidak menerima
kebenaran kecuali datangnya dari orang yang lebih senior. Tapi, jika kebenaran
itu dari orang yang lebih rendah kedudukannya, ia tidak mau menerimanya sama
sekali.
Yang dinamakan
tawadhu’ tidaklah begitu.Ia akan menerima kebenaran yang datngnya dari
siapapun, baik orang itu miskin ataupun kaya, terhormat ataupun sederhana, kuat
ataupun lemah, dari temannya sendiri atau bahkan dari musuhnya.
b.
Mampu
menjalin interaksi dengan semua manusia.
Sikap penuh kasih
sayang dan kelembutan, baik itu pada pembantu maupun tuannya, orang yang
terhormat maupun sederhana, orang besar maupun hina.Apakah anda mampu menjalin
interaksi bersama manusia dengan berbagai strata yang dimilikinya penuh dengan
kelembutan dan kasih sayang?
Secara global , tawadhu dapat
diartikan : “ Merendahkan diri di hadapan Allah SWT. “
2.
Bentuk -
bentuk Tawadhu’ :
a.
Jika
seseorang seperti dirinya menonjolkan diri di pertemuan, maka ia sombong. Jika
orang tersebut agak mundur , ia tawadhu’.
b.
Iaberdiri
dari kursinya untuk orang alim, atau orang mulia, dan mempersilahkannya duduk
di kursinya. Jika orang alim atau orang mulia tersebut berdiri, ia siapkan
sandalnya dan mengantarnya ke pintu rumahnya dengan berjalan di belakangnya.
c.
Ia berdiri untuk orang biasa, menghadapinya dengan wajah yang berseri -
seri, lemah lembut ketika bertanya kepadanya, menjawab panggilannya, memenuhi
kebutuhannya, dan tidak melihat dirinya lebih baik daripadanya.
d.
Ia
mengunjungi orang yang statusnya di bawahnya, atau orang yang selevel dengannya
dengan membawa oleh - oleh untuknya, dan berjalan bersamanya untuk memenuhi
kebutuhannya.
e.
Ia
mau duduk bersama orang -
orang miskin, orang – orang sakit, orang -
orang cacat, menjawab panggilan mereka,
makan bersama mereka dan berjalan bersama mereka.
f.
Ia makan - makan tanpa berlebihan, dan berpakaian dengan tidak sombong.
3.
Contoh - contoh Agung tentang Tawadhu’ :
a.
Dikisahkan bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz mendapatkan tamu ketika ia
sedang menulis di malam hari, dan lampunya nyaris padam. Tamu tersebut berkata,
“ Bagaimana kalau aku berdiri untuk memperbaiki lampumu? “ Umar bin Abdul Aziz
berkata, “ Seseorang tidak mulia jika ia menjadikan tamunya sebagai
pembantunya. “ Tamu tersebut berkata, “ Kalau begitu, aku bangunan budak? “
Umar bin Abdul Aziz berkata, “ Dia baru saja tidur, jadi jangan bangunkan dia.
“ Usai berkata seperti itu, Umar bin Abdul Aziz berjalan ke botol minyak, dan
mengisi lampunya dengan minyak. Tamu tersebut berkata kepada Umar bin Abdul
Aziz , “ Engkau sendiri melskuksn hal ini, wahai Amirul Mukminin? “ Umar bin
Abdul Aziz menjawab, “ Aku pergi sebagai Umar, dan pulang tetap sebagai Umar.
Tidak ada sedikitpun yang kurang dariku. Manusia terbaik adalah orang yang
tawadhu’ di sisi Allah.
b.
Dikisahkan bahwa Abu Hurairah r.a. pulang dari pasar dengan memikul seikat
kayu bakar padahal ketika itu ia menjabat sebagai gubernur Madinah pemerintahan
Marwan sambil berkata, “ Tolong beri jalan gubernur kalian agar ia bisa
berjalan dengan memikul seikat kayu bakar. “
c.
Dikisahkan bahwa Umar bin Khattab r.a. pada suatu hari membawa daging
dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya memegang tongkat, padahal ketika
itu ia adalah Amirul Mukminin, dan khalifah mereka.
d.
Dikisahkan bahwa Ali bin Abu Thalib r.a. membeli daging, kemudian
meletakkannya di mantelnya. Dikatakan kepadanya, “ Bagaimana kalau dagingmu
dibawakan orang lain, wahhai Amirul Mukminin? “ Ali bin Abu Thalib menjawab, “
Tidak usah, karena bapak anak - anak itu lebih berhak membawanya. “
e.
Anas bin Malik r.a. “ Salah seorang budak wanita Madinah memegang tangan
Rasulullah SAW. kemudian berjalan dengan beliau kemanapun ia mau.”
f.
Abu Salamah berkata bahwa aku pernah bertanya kepada Abu Sa’id Al - Khudri,
“ Bagaimana pendapatmu tentang produk manusia misalnya pakaian, minuman, kendaraan
dan makanan?” Abu Sa’id Al - Khudri menjawab, “Anak saudaraku, makanlah karena
Allah, minumlah karena - Nya, dan berpakaianlah karena - Nya, Jika pada itu
semua terdapat kesombongan, riya’, dan sum’ah, maka itu maksiat, dan sikap
berlebih - berlebihan. Bekerjalah di rumahmu sebagaimana Rasulullah SAW. ,
karena dulu beliau memberi makan kepada hewan, mengikat unta, menyapu di rumah,
memerah susu kambing, memperbaiki sandal, menambal baju, makan bersama
pembantunya, membuat tepung jika pembantunya kelelahan, membeli sesuatu dari
pasar, malu tidak menghalanginya untuk mengikat barang dengan tangannya, atau
meletakkannya diujung bajunya, pulang ke keluarganya, berjabat tangan dengan
orang kaya, berjabat tangan dengan orang miskin, berjabat tangan dengan anak
kecil, dan memulai mengucapkan salam kepada siapa saja yang ditemuinya baik itu
anak kecil, orang tua, orang yang berkulit hitam, atau orang berkulit sawo
matang, orang merdeka, dan budak diantara kaum muslimin. “
4.
Keutamaan Tawadhu’
Allah akan
meninggikan derajatnya. Nabi SAW. bersabda,
“ Tiada satupun
karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu’ kepada Allah kecuali
Allah meninggikan dserajatnya. “
Dari hadits
tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap orang yang mempunyai sifat
tawadhu’ dia akan semakin dicintai baik oleh Allah SWT. maupun orang - orang
yang ada disekelilingnya dan karena
ketawadhuannya itu maka Allah akan mengangkat derajatnya.
Sebaliknya, jika
orang itu bersikap sombong, manusia pasti membencinya, dan secara otomatis ia
tidak akan dihargai.
Nabi SAW. bersabda,
“ Barangsiapa yang
bersikap tawadhu’ karena Allah satu derajat saja, pasti Allah mengangkatnya
satu derajat, sampai ia mencapai ketinggian derajat yang paling tinggi. Dan
barangsiapa yang bersikap sombong kepada Allah satu derajat saja, pasti Allah
merendahkannya satu derajatsampai ia mencapai kerendahan derajat serendah –
rendahnya. “
Alangkah tingginya
derajat orang - orang mukmin yang bersikap tawadhu’ karena mereka akan
diselamatkan dan alangkah hinanya martabat orang - orang karena akan
dibinasakan.
5.
Jalan menuju ketawadhu’an
a.
Tawadhu’ dalam berpakaian
Satu contoh
ketawadhu’an yang paling melekat dalam kehidupan kita, mulailah dalam masalah
pakaian. Seorang laki – laki mendatangi Nabi SAW. dan berkata, “ Wahai
Rasulullah, saya ingin bajuku bagus juga sandalku bagus. Apakah hal ini
termasuk kesombongan? “ Nabi SAW. menjawab, “ Tidak, karena sesungguhnya Allah
itu Maha Indah dan mencintai keindahan. “
Sebagian orang
beranggapan bahwa tawadhu’ dalam berpakaian berarti ia memakai pakaian yang
usang. Jangan terpengaruh dengan anggapan orang bahwa orang beragama itu tidak
mempunyai selera dalam berpakaian dan tidak mengikuti mode. Ia akan tetap
berpakaian dengan baik, rapi, dan bersih. Itu yang harus dilakukan. Tetapi
jangan takabur! Sebaliknya, katakanlah kepada orang bahwa orang – orang yang
taat beragama itu adalah orang yang paling baik, termasuk dalam hal berpakaian.
Nabi SAW. bersabda,
“ Diantara orang
yang berjalan berlengak – lengok dalam pakaiannya, kemudian Allah
menenggelamkannya ke dalam bumi, dan ia akan berteriak – teriak sampai hari
kiamat. “
b.
Tawadhu’ kepada pembantu
Nabi SAW. bersabda
:
“ Allah menjadikan
saudara – saudaramu di bawah duri tanganmu: maka berilah makan mereka apa yang
engkau makan, berilah pakaian dari apa yang engkau pakai, pekerjakanlah mereka
sesuai dengan kemampuannya. Jika engkau mempekerjakannya diluar kemampuannya,
maka bantulah mereka.”
Nabi SAW. juga
bersabda,
“ Jika seorang
pembantu datang kepada salah satu dari kalian sambil membawa makanan maka
hendaklah ia duduk bersamanya. Jika ia tidak duduk bersamanya maka hendaklah ia
memberikan makanan padanya sesuap ataupun dua suapan.”
Fakta berbicara :
Seorang istri
mendatangi pembantunya seraya berkata, “ Kita akan membersihkan rumah ini dari
pangkal sampai ujung.” Seketika itu, pembantu tersebut membersihkannya
sepanjang hari sampai ia mengalami keletihan yang luar biasa. Kemudian ia
diserahi pekerjaan lainnya yang ia tidak sanggup lagi mengrjakannya.
Memang ada sebagian tuan rumah
yang tidak memberikan toleransi sedikitpun. Ketika pembantunya melakukan
kesalahan dalam pekerjaannya, nyonya tadi mendampratnya dengan segala sumpah
serapahnya.
c.
Tawadhu’ dalam membangun rumah
Ali bin Abi Thalib
r.a. berkata , “ Fathimah, putri Nabi SAW. melengkapi isi rumahnya untukku. Aku
memasuki rumah tersebut bersamanya. Demi Allah, seharian penuh tidak ada yang
disuguhkan padaku kecuali kulit domba yang terbentang diatas lantai dan bantal
berisikan serabut.”
Sebenarnya rumah
Ali r.a, adalah potret rumah ideal dan penuh limpahan rezeki dari Allah SWT.
Meski kisah yang diatas itu begitu indah , akantetapi jangan sampai kita
terlalu hemat. Ketika ada seseorang yang berkunjung ke rumah berikanlah minuman
atau makanan untuk mereka.
d.
Tawadhu’ terhadap para kerabat, terutama yang miskin
Bersikaplah
tawadhu’ kepada para kerabat, terutama yang miskin. Pikirkanlah mulai sekarang
dan berbuat baiklah serta tanyailah mereka. Kunjungilah juga, dan jangan lupa
membangu mereka.
Kita jangan berbuat
baik hanya kepada kerabat yang kaya saja. Oleh karena itu jangan pernah malu
berkunjung pada orang yang lebih kecil, lebih lemah dari kita, bersikap
tawadhu’lah kepada mereka dan jangan merasa karena dari segi finansial derajat
kita lebih besar maka kita bersikap sombong terhadap kerabat kita yang
membutuhkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang - orang yang sombong.
e.
Tawadhu’ terhadap guru
Bersikaplah tawadhu’ kepada guru kita. Janganlah kita merendahkannya
apalagi mencacinya.
f.
Tawadhu’ kepada orang tua
Allah ta’ala
berfirman,
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuhkesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil". (
Q.S. Al – Isra’ : 24 )
Itu jika keduanya masih hidup. Namun jika keduanya telah
meninggal dunia, maka mintakanlah pengampunan untuk keduanya. Kerjakanlah amal
shalih sebagai tambahan amal dalam timbangan keduanya, dan berbuat baiklah
terhadap teman keduanya.
Pelajaran aplikatif :
Seseorang mengatakan, “ Saya ingin menerapkan sikap
tawadhu’ terhadap kedua orangtua saya, tetapi saya tidak tahu (harus
bagaimana).”Wahai saudaraku tercinta, hendaklah anda mencium kedua tangan
orangtua anda.
Apakah kita mampu mencium tangan kedua orangtuamu didepan
orang banyak, kerabat dan tamu lain? Jika kita ingin belajar bertawadhu’ maka
ciumlah tangan kedua orangtua anda selama sebulan. Pasti diri kita akan
berubah.ari tawadhu’
Seseorang mengatakan, “ Saya dapat mencium tangan ibu
saya, tetapi dengan ayah saya tidak bisa. “Jika begitu, mulailah dengan ayah
kita, walaupun kondisinya amat berat. Ketahuilah, sesungguhnya itulah maksud dari
tawadhu’.
“ Dan
janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. “ ( Q.S. Al – Mudatstsir : 6 )
Janganlah
terlalu mengharapkan balasan pada shalatmu , tahajudmu, puasamu, hajimu,
ketahuilah Allah berfirman,
“ Allah
telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa
yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” ( Q.S.
An – Nisa : 113 )
Bersikaplah tawadhu’ terhadap Rabbmu, dan janganlah kita
mengharapkan balasan lebih besar dari Allah, karena hal itu dapat menyeret kita
ke jurang kehancuran.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق