الأحد، 9 ديسمبر 2012

tawadhu


A.                      Tawadhu

Orang Muslim itu tawadhu’ tanpa menghinakan dirinya, dan tawadhu’ adalah akhlak, dan sifatnya yang mulia, serta sombong itu bukan sifatnya, karena ia tawadhu’ untuk tinggi dan tidak sombong agar tidak rendah. Ini karena ketentuan Allah Ta’ala menghendaki mengangkat orang – orang yang tawadhu’ karena - Nya dan merendahkan orang - orang yang sombong. Rasulullah SAW. bersabda, “ Harta itu tidak berkurang karena sedekah. Allah tidak menambahkan pada hamba yang memaafkan melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang tawadhu’ karena Allah melainkan Allah mengangkatnya.” ( Riwayat Muslim )


Rasulullah SAW. bersabda,
“ Hak Allah bahwa tidaklah sesuatu dari dunia itu sombong melainkan Allah merendahkannya. “ ( Riwayat Bukhori )

Rasulullah SAW. bersabda,

“ Pada hari kiamat, orang - orang sombong dikumpulkan seperti semut kecil dalam bentuk Dajjal yang diliputi kehinaan dari semua tempat. Mereka digiring ke penjara di Jahannam yang bernama Bulas, api neraka mengepung mereka, dan mereka diberi minum dan usharah ( cairan yang keluar dari nanah dan darah ) penghuni neraka. “ ( Diriwayatkan Tirmidzi dan Nasai )

1.         Tawadhu mempunyai dua makna :

a.      Menerima kebenaran yang datangnya dari siapa saja.

Sebagian manusia tidak menerima kebenaran kecuali datangnya dari orang yang lebih senior. Tapi, jika kebenaran itu dari orang yang lebih rendah kedudukannya, ia tidak mau menerimanya sama sekali.

Yang dinamakan tawadhu’ tidaklah begitu.Ia akan menerima kebenaran yang datngnya dari siapapun, baik orang itu miskin ataupun kaya, terhormat ataupun sederhana, kuat ataupun lemah, dari temannya sendiri atau bahkan dari musuhnya.

b.        Mampu menjalin interaksi dengan semua manusia.

Sikap penuh kasih sayang dan kelembutan, baik itu pada pembantu maupun tuannya, orang yang terhormat maupun sederhana, orang besar maupun hina.Apakah anda mampu menjalin interaksi bersama manusia dengan berbagai strata yang dimilikinya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang?
Secara global , tawadhu dapat diartikan : “ Merendahkan diri di hadapan Allah SWT. “

2.         Bentuk - bentuk Tawadhu’ :

a.         Jika seseorang seperti dirinya menonjolkan diri di pertemuan, maka ia sombong. Jika orang tersebut agak mundur , ia tawadhu’.

b.        Iaberdiri dari kursinya untuk orang alim, atau orang mulia, dan mempersilahkannya duduk di kursinya. Jika orang alim atau orang mulia tersebut berdiri, ia siapkan sandalnya dan mengantarnya ke pintu rumahnya dengan berjalan di belakangnya.

c.         Ia berdiri untuk orang biasa, menghadapinya dengan wajah yang berseri - seri, lemah lembut ketika bertanya kepadanya, menjawab panggilannya, memenuhi kebutuhannya, dan tidak melihat dirinya lebih baik daripadanya.

d.        Ia mengunjungi orang yang statusnya di bawahnya, atau orang yang selevel dengannya dengan membawa oleh - oleh untuknya, dan berjalan bersamanya untuk memenuhi kebutuhannya.

e.         Ia mau duduk bersama orang - orang miskin, orang – orang sakit, orang - orang cacat, menjawab panggilan mereka, makan bersama mereka dan berjalan bersama mereka.

f.         Ia makan - makan tanpa berlebihan, dan berpakaian dengan tidak sombong.
 
3.         Contoh - contoh Agung tentang Tawadhu’ :

a.         Dikisahkan bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz mendapatkan tamu ketika ia sedang menulis di malam hari, dan lampunya nyaris padam. Tamu tersebut berkata, “ Bagaimana kalau aku berdiri untuk memperbaiki lampumu? “ Umar bin Abdul Aziz berkata, “ Seseorang tidak mulia jika ia menjadikan tamunya sebagai pembantunya. “ Tamu tersebut berkata, “ Kalau begitu, aku bangunan budak? “ Umar bin Abdul Aziz berkata, “ Dia baru saja tidur, jadi jangan bangunkan dia. “ Usai berkata seperti itu, Umar bin Abdul Aziz berjalan ke botol minyak, dan mengisi lampunya dengan minyak. Tamu tersebut berkata kepada Umar bin Abdul Aziz , “ Engkau sendiri melskuksn hal ini, wahai Amirul Mukminin? “ Umar bin Abdul Aziz menjawab, “ Aku pergi sebagai Umar, dan pulang tetap sebagai Umar. Tidak ada sedikitpun yang kurang dariku. Manusia terbaik adalah orang yang tawadhu’ di sisi Allah.

b.        Dikisahkan bahwa Abu Hurairah r.a. pulang dari pasar dengan memikul seikat kayu bakar padahal ketika itu ia menjabat sebagai gubernur Madinah pemerintahan Marwan sambil berkata, “ Tolong beri jalan gubernur kalian agar ia bisa berjalan dengan memikul seikat kayu bakar. “

c.         Dikisahkan bahwa Umar bin Khattab r.a. pada suatu hari membawa daging dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya memegang tongkat, padahal ketika itu ia adalah Amirul Mukminin, dan khalifah mereka.

d.        Dikisahkan bahwa Ali bin Abu Thalib r.a. membeli daging, kemudian meletakkannya di mantelnya. Dikatakan kepadanya, “ Bagaimana kalau dagingmu dibawakan orang lain, wahhai Amirul Mukminin? “ Ali bin Abu Thalib menjawab, “ Tidak usah, karena bapak anak - anak itu lebih berhak membawanya. “

e.         Anas bin Malik r.a. “ Salah seorang budak wanita Madinah memegang tangan Rasulullah SAW. kemudian berjalan dengan beliau kemanapun ia mau.”

f.         Abu Salamah berkata bahwa aku pernah bertanya kepada Abu Sa’id Al - Khudri, “ Bagaimana pendapatmu tentang produk manusia misalnya pakaian, minuman, kendaraan dan makanan?” Abu Sa’id Al - Khudri menjawab, “Anak saudaraku, makanlah karena Allah, minumlah karena - Nya, dan berpakaianlah karena - Nya, Jika pada itu semua terdapat kesombongan, riya’, dan sum’ah, maka itu maksiat, dan sikap berlebih - berlebihan. Bekerjalah di rumahmu sebagaimana Rasulullah SAW. , karena dulu beliau memberi makan kepada hewan, mengikat unta, menyapu di rumah, memerah susu kambing, memperbaiki sandal, menambal baju, makan bersama pembantunya, membuat tepung jika pembantunya kelelahan, membeli sesuatu dari pasar, malu tidak menghalanginya untuk mengikat barang dengan tangannya, atau meletakkannya diujung bajunya, pulang ke keluarganya, berjabat tangan dengan orang kaya, berjabat tangan dengan orang miskin, berjabat tangan dengan anak kecil, dan memulai mengucapkan salam kepada siapa saja yang ditemuinya baik itu anak kecil, orang tua, orang yang berkulit hitam, atau orang berkulit sawo matang, orang merdeka, dan budak diantara kaum muslimin. “

4.         Keutamaan Tawadhu’

Allah akan meninggikan derajatnya. Nabi SAW. bersabda,
“ Tiada satupun karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu’ kepada Allah kecuali Allah meninggikan dserajatnya. “

Dari hadits tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap orang yang mempunyai sifat tawadhu’ dia akan semakin dicintai baik oleh Allah SWT. maupun orang - orang yang ada disekelilingnya  dan karena ketawadhuannya itu maka Allah akan mengangkat derajatnya.

Sebaliknya, jika orang itu bersikap sombong, manusia pasti membencinya, dan secara otomatis ia tidak akan dihargai.

Nabi SAW. bersabda,
“ Barangsiapa yang bersikap tawadhu’ karena Allah satu derajat saja, pasti Allah mengangkatnya satu derajat, sampai ia mencapai ketinggian derajat yang paling tinggi. Dan barangsiapa yang bersikap sombong kepada Allah satu derajat saja, pasti Allah merendahkannya satu derajatsampai ia mencapai kerendahan derajat serendah – rendahnya. “

Alangkah tingginya derajat orang - orang mukmin yang bersikap tawadhu’ karena mereka akan diselamatkan dan alangkah hinanya martabat orang - orang karena akan dibinasakan.

5.         Jalan menuju ketawadhu’an

a.       Tawadhu’ dalam berpakaian

Satu contoh ketawadhu’an yang paling melekat dalam kehidupan kita, mulailah dalam masalah pakaian. Seorang laki – laki mendatangi Nabi SAW. dan berkata, “ Wahai Rasulullah, saya ingin bajuku bagus juga sandalku bagus. Apakah hal ini termasuk kesombongan? “ Nabi SAW. menjawab, “ Tidak, karena sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. “

Sebagian orang beranggapan bahwa tawadhu’ dalam berpakaian berarti ia memakai pakaian yang usang. Jangan terpengaruh dengan anggapan orang bahwa orang beragama itu tidak mempunyai selera dalam berpakaian dan tidak mengikuti mode. Ia akan tetap berpakaian dengan baik, rapi, dan bersih. Itu yang harus dilakukan. Tetapi jangan takabur! Sebaliknya, katakanlah kepada orang bahwa orang – orang yang taat beragama itu adalah orang yang paling baik, termasuk dalam hal berpakaian.

Nabi SAW. bersabda,
“ Diantara orang yang berjalan berlengak – lengok dalam pakaiannya, kemudian Allah menenggelamkannya ke dalam bumi, dan ia akan berteriak – teriak sampai hari kiamat. “


b.      Tawadhu’ kepada pembantu
Nabi SAW. bersabda :
“ Allah menjadikan saudara – saudaramu di bawah duri tanganmu: maka berilah makan mereka apa yang engkau makan, berilah pakaian dari apa yang engkau pakai, pekerjakanlah mereka sesuai dengan kemampuannya. Jika engkau mempekerjakannya diluar kemampuannya, maka bantulah mereka.”

Nabi SAW. juga bersabda,
“ Jika seorang pembantu datang kepada salah satu dari kalian sambil membawa makanan maka hendaklah ia duduk bersamanya. Jika ia tidak duduk bersamanya maka hendaklah ia memberikan makanan padanya sesuap ataupun dua suapan.”

Fakta berbicara :

Seorang istri mendatangi pembantunya seraya berkata, “ Kita akan membersihkan rumah ini dari pangkal sampai ujung.” Seketika itu, pembantu tersebut membersihkannya sepanjang hari sampai ia mengalami keletihan yang luar biasa. Kemudian ia diserahi pekerjaan lainnya yang ia tidak sanggup lagi mengrjakannya.

Memang ada sebagian tuan rumah yang tidak memberikan toleransi sedikitpun. Ketika pembantunya melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, nyonya tadi mendampratnya dengan segala sumpah serapahnya.

c.       Tawadhu’ dalam membangun rumah

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata , “ Fathimah, putri Nabi SAW. melengkapi isi rumahnya untukku. Aku memasuki rumah tersebut bersamanya. Demi Allah, seharian penuh tidak ada yang disuguhkan padaku kecuali kulit domba yang terbentang diatas lantai dan bantal berisikan serabut.”
Sebenarnya rumah Ali r.a, adalah potret rumah ideal dan penuh limpahan rezeki dari Allah SWT. Meski kisah yang diatas itu begitu indah , akantetapi jangan sampai kita terlalu hemat. Ketika ada seseorang yang berkunjung ke rumah berikanlah minuman atau makanan untuk mereka.

d.      Tawadhu’ terhadap para kerabat, terutama yang miskin

Bersikaplah tawadhu’ kepada para kerabat, terutama yang miskin. Pikirkanlah mulai sekarang dan berbuat baiklah serta tanyailah mereka. Kunjungilah juga, dan jangan lupa membangu mereka.

Kita jangan berbuat baik hanya kepada kerabat yang kaya saja. Oleh karena itu jangan pernah malu berkunjung pada orang yang lebih kecil, lebih lemah dari kita, bersikap tawadhu’lah kepada mereka dan jangan merasa karena dari segi finansial derajat kita lebih besar maka kita bersikap sombong terhadap kerabat kita yang membutuhkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang - orang yang sombong.

e.       Tawadhu’ terhadap guru

Bersikaplah tawadhu’ kepada guru kita. Janganlah kita merendahkannya apalagi mencacinya.


f.       Tawadhu’ kepada orang tua

Allah ta’ala berfirman,

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuhkesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". ( Q.S. Al – Isra’ : 24 )


Itu jika keduanya masih hidup. Namun jika keduanya telah meninggal dunia, maka mintakanlah pengampunan untuk keduanya. Kerjakanlah amal shalih sebagai tambahan amal dalam timbangan keduanya, dan berbuat baiklah terhadap teman keduanya.

Pelajaran aplikatif :

Seseorang  mengatakan, “ Saya ingin menerapkan sikap tawadhu’ terhadap kedua orangtua saya, tetapi saya tidak tahu (harus bagaimana).”Wahai saudaraku tercinta, hendaklah anda mencium kedua tangan orangtua anda.

Apakah kita mampu mencium tangan kedua orangtuamu didepan orang banyak, kerabat dan tamu lain? Jika kita ingin belajar bertawadhu’ maka ciumlah tangan kedua orangtua anda selama sebulan. Pasti diri kita akan berubah.ari tawadhu’

Seseorang mengatakan, “ Saya dapat mencium tangan ibu saya, tetapi dengan ayah saya tidak bisa. “Jika begitu, mulailah dengan ayah kita, walaupun kondisinya amat berat. Ketahuilah, sesungguhnya itulah maksud dari tawadhu’.

“ Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. “ ( Q.S. Al – Mudatstsir : 6 )
Janganlah terlalu mengharapkan balasan pada shalatmu , tahajudmu, puasamu, hajimu, ketahuilah Allah berfirman,

“ Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” ( Q.S. An – Nisa : 113 )

Bersikaplah tawadhu’ terhadap Rabbmu, dan janganlah kita mengharapkan balasan lebih besar dari Allah, karena hal itu dapat menyeret kita ke jurang kehancuran.













ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق