الأحد، 9 ديسمبر 2012

zuhud


A.                Zuhud

1.             Ada dua ciri zuhud dalam islam

Tetapi zuhud dalam islam tidak sama dengan yang diajarkan agama – agama di luar islam. Ada dua ciri yang menandai zuhud dalam islam.

a.       Zuhud dalam islam tidak memusuhi dan tidak menolak kehidupan duniawi.

Nabi Muhammad menjelaskan hal ini dengan sabda beliau :

“ Zuhud di dunia tidak dengan mengharamkan yang halal dan tidak membuang harta benda, tetapi zuhud didunia ialah, bahwa engkau lebih percaya kepada apa yang ada di tangan Allah daripada yang ada ditanganmu “. (  Riwayat Tirmidzi )

Firman Allah Ta’ala :

“ Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.“( Q.S. Al - ‘Araf : 32 )

Di zaman Rasulullah SAW.Pernah terjadi, ada beberapa orang sahabat Nabi berusaha untuk hidup secara zuhud, tetapi zuhud yang keliru, yaitu zuhud yang memusuhi kehidupan duniawi.Diantara mereka ada yang mengharamkan buat dirinya untuk makan daging.Ada yang mengharamkan buat dirinya untuk tidur malam hari. Ada yang bertekad tiada akan makan di waktu siang hari. Bahkan seseorang diantara mereka, yaitu Usman bin Mad’un memutuskan untuk meninggalkan kehidupan perkelaminan dengan istrinya. Lebih jauh lagi Usman bin Mad’un ini merencanakan untuk mengebiri alat kelaminnya, supaya ia tidak terganggu mengerjakan ibadah.

Istri Usman bin Mad’un yang bernama Haula mengadukan kezuhudan suaminya itu kepada Nabi SAW. Sebab ia tentu saja merasa dirugikan. Usman dipanggil oleh Nabi, dan setelah mendengar pengakuan Usman, Nabi SAW.Berkata :

“ Celaka engkau, wahai Usman! Saya perintahkan supaya engkau melepaskan sikap yang keliru itu.Pulanglah, berbukalah dan pergaulilah istrimu seperti keadaan yang biasa “.

“ Perintah itu akan saya taati dan jalankan!” sahut Usman bin Mad’un.

Setelah terjadi peristiwa itulah, keluar Hadits nabi yang berbunyi :

“ Betapakah halnya orang – orang yang mengatakan begini dan begitu ( maksudnya : mengharamkan perempuan, mengharamkan makan daging, makan siang hari, tidur malam, dan lain sebagainya ). Sesungguhnya saya sendiri sembahyang, tidur ( malam ), puasa, tetapi berbuka dan mengawini wanita. Barang siapa tidak suka kepada Sunnahku, bukanlah ia termasuk dari golonganku.

Selain itu, ada cerita lain lagi.Ada seorang laki – laki yang dipuji oleh para sahabat di hadapan Rasulullah SAW.Karena laki – laki itu di waktu malam tidak tidur dan di waktu siang berpuasa, dengan tidak henti – hentinya beribadah. Menanggapi hal ini, Rasulullah bertanya : “ Siapa yang menanggung kebutuhan hidup laki – laki yang terus menerus beribadah itu? Jawab para sahabat , “ Kami semua ini, ya Rasulullah ! “ Rasulullah bersabda, “ Kamu semua lebih baik daripada laki – laki itu “.
b.      Zuhud dalam islam adalah zuhud yang bersifat sosial, bukan bersifat individual.
Artinya, seseorang dibenarkan oleh islam berbuat zuhud dari berbagai kesenangan, kalau hal itu dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

Ahli - ahli zuhud yang bersifat social ini, banyak terdiri dari orang – orang salih dan ulama - ulama cerdik pandai.Mereka telah merasa cukup dengan kesenangan pribadinya yang lebih sedikit dari yang semestinya, demi untuk kesenangan dan kesejahteraan masyarakat. Zuhud yang demikian inilah yang antara lain diabut oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab.

Umar tidak mau menyenangkan dirinya sendiri, karena menurut pendapatnya, jika ia berbuat demikian, berarti ia memberikan kesempatan kepada para pejabat pemerintah untuk berfoya - foya dan bersenang - senang pula, sehingga rakyat menjadi korban karenanya. Dengan demikian kezuhudan Umar itu adalah untuk kebahagiaan masyarakat.

2.             Bukti dan Kenyataan dari Zuhud Rasulullah SAW.

a.             Dalam Harta Benda

1.         Beliau tidak memonopoli harta benda yang banyak yang bersumber dari rampasan perang, fa’i, pajak, sadaqah dan hadiah - hadiah. Beliau hanya mengambil bagiannya yang seperlima itu. Kemudia beliau tidak menyimpan satu dirhampun dari yang seperlima itu bahkan beliau menafkahkannya untuk sasaran - sasaran yang semestinya dan untuk memperkuat kaum muslimin serta untuk kebahagiaan orang lain. Beliau bersabda :
Aku tidak akan senang mempunyai mas sebesar gunung Uhud lalu ada satu dinar dari mas itu yang masih aku simpan kecuali satu dinar yang aku sediakan untuk melunasi utangku. “
2.         Pada suatu ketika beliau menerima sejumlah dinar yang sangat banyak maka oleh beliau dinar itu dibagi - bagikan dan sisanya sebanyak enam dinar diserahkannya kepada seorang isterinya. Tetapi beliau tidak bias tidur semalaman karena teringat terus kepada dinar yang beliau serahkan kepada isterinya itu. Setelah dinar itu beliau bagi - bagikan lagi beliau berkata : sekarang barulah hatiku merasa tentram.

3.         Kepada beliau dikirim harta dari Bahrain dan harta tersebut merupakan harta yang paling banyak yang pernah dikirim kepada beliau. Maka beliau keluar untuk mengerjakan shalat dan beliau tidak menoleh kepada harta itu. Ketika beliau selesai mengerjakan shalat maka beliau duduk disamping harta itu. Dan setiap beliau melihat orang maka orang itu diberinya sebahagian dari harta itu.

b.             Dalam hal makanan

1.      Beliau tidak  mengumpulkan dlam perutnya dua macam makanan. Jika beliau memakan daging maka beliau tidak menambah dengan yang lain dan jika beliau memakan korma beliau tidak memakan lagi yang lainnya, dan jika beliau memakan roti bagi beliau cukuplah roti itu saja dan jika beliau menemukan susu tanpa roti maka itupun sudah cukup bagi beliau.

2.    Sayyidah ‘Aisyah berkata :bahwa keuarga Muhammad semenjak datang di Madinah tidak pernah kenyang memakan gandum, tiga hari berturut - turut sampai beliau meninggal.

3.    Beliau makan apa yang ada, beliau tidak menolak apa yang beliau dapati.

4.    Sayyidah ‘Aisyah berkata : Perut Rasulullah tidak pernah penuh sampai kenyang, beliau tidak pernah meminta makanan lalu makanan itu tidak disukainya, bila keluarga beliau memberikan makanan, makanan itu beliau makan dan apa saja makanan yang diberikan beliau makan dan apa saja minuman yang disuguhkan kepada beliau , beliau minum.

5.    Oleh karena itu beliau berkata : aku lapar sehari dan aku kenyang sehari. Bila aku lapar bersabar dan berdo’a dengan merendah diri kepada Allah, dan bila aku kenyang aku bersyukur kepadaNya.


3.             Hal - hal yang Mendorong Untuk Hidup Zuhud

a.                  Keimanan yang kuat dan selalu ingat bagaimana ia berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat guna mempertanggung-jawabkan segala amalnya, yang besar maupun yang kecil, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Ingat! betapa dahsyatnya peristiwa datangnya hari kiamat kelak. Hal itu akan membuat kecintaannya terhadap dunia dan kelezatannya menjadi hilang dalam hatinya, kemudian meninggalkannya dan merasa cukup dengan hidup sederhana.

b.                  Merasakan bahwa dunia itu membuat hati terganggu dalam berhubungan dengan Allah, dan membuat seseorang merasa jauh dari kedudukan yang tinggi di akhirat kelak, dimana dia akan ditanya tentang kenikmatan dunia yang telah ia peroleh, sebagaimana firman Allah, “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” ( Q.S. At - Takaatsur : 6 )
Perasaan seperti ini akan mendorong seorang hamba untuk hidup zuhud.


c.                  Dunia hanya akan didapatkan dengan susah payah dan kerja keras, mengorbankan tenaga dan pikiran yang sangat banyak, dan kadang-kadang terpaksa harus bergaul dengan orang-orang yang berperangai jahat dan buruk. Berbeda halnya jika menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah; jiwa menjadi tentram dan hati merasa sejuk, menerima takdir Allah dengan tulus dan sabar, ditambah akan menerima balasan di akhirat. Dua hal di atas jelas berbeda dan (setiap orang) tentu akan memilih yang lebih baik dan kekal.

d.                 Merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak menyebutkan tentang kehinaan dan kerendahan dunia serta kenikmatannya yang menipu (manusia). Dunia hanyalah tipu daya, permainaan dan kesia-siaan belaka. Allah mencela orang-orang yang mengutamakan kehidupan dunia yang fana ini daripada kehidupan akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya, “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Naaziat: 37-39)

4.              Tingkatan Zuhud

Ada beberapa tingkatan zuhud sesuai dengan keadaan setiap orang yang melakukannya, yaitu:

a.        Berusaha untuk hidup zuhud di dunia; sementara ia menghendaki (dunia tersebut), hati condong kepadanya dan selalu menoleh ke arahnya, akan tetapi ia berusaha melawan dan mencegahnya.

b.      Orang yang meninggalkan dunia dengan suka rela, karena di matanya dunia itu rendah dan hina, meskipun ada kecenderungan kepadanya. Dan ia meninggalkan dunia tersebut (untuk akhirat), bagaikan orang yang meninggalkan uang satu dirham untuk mendapatkan uang dua dirham (maksudnya balasan akhirat itu lebih besar daripada balasan dunia).

c.       Orang yang zuhud dan meninggalkan dunia dengan hati yang lapang. Ia tidak melihat bahwa dirinya meninggalkan sesuatu apapun. Orang seperti ini bagaikan seseorang yang hendak masuk ke istana raja, terhalangi oleh anjing yang menjaga pintu, lalu ia melemparkan sepotong roti ke arah anjing tersebut sehingga membuat anjing tersebut sibuk (dengan roti tadi), dan ia pun dapat masuk (ke istana) untuk menemui sang Raja dan mendapatkan kedekatan darinya. Anjing di sini diumpamakan sebagai syaitan yang berdiri di depan pintu (kerajaan/surga) Allah, yang menghalangi manusia untuk masuk ke dalamnya, sementara pintu tersebut dalam keadaan terbuka. Adapun roti diumpamakan sebagai dunia, maka barangsiapa meninggalkannya niscaya akan memperoleh kedekatan dari Allah.

Dalam ayat yang lainnya Allah berfirman,

“ Tetapi kamu ( orang – orang kafir ) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.“( Q.S. Al - A’laa : 16 - 17 )

Semua dalil-dalil, baik dari Al-Qur’an maupun as-Sunnah, mendorong seorang yang beriman untuk tidak terlalu bergantung kepada dunia dan lebih mengharapkan akhirat yang lebih baik dan lebih kekal.

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق