BAB 2 ANTROPOLOGI SOSIAL
Definisi Antropologi Sosial
Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari
tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain
sebagainya. Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari
kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos
memiliki arti cerita atau kata.
Secara
harfiyah antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan
kebudayaannya.
Konsep Dasar Antropologi
Konsep Dasar Antropologi
Mencakup
5 pokok kajian yaitu :
1. Sejarah
terjadi dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2. Sejarah
terjadinya aneka warna manusia berdasarkan cirri-ciri tubuh.
3. Persebaran
dan terjadinya keseragaman bahasa yang diucapkan manusia.
4. Perkembangan
persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia.
5. Masalah
keragaman budaya suku-suku bangsa seluruh dunia dewasa itu.
Pengertian Bagan Ruang Lingkup Antropologi Sosial
Antropologi
fisik adalah ilmu yang mencoba menelaah manusia sebagai makhluk fisik yang
tumbuh dan berkembang hingga terjadinya keanekaragaman manusia menurut iri-ciri
tubuh atau fenotipe seperti warna kulit, rambut, warna mata, bentuk hidung dan
sebagainya.
Sejarah Antropologi Sosial
Kebanyakan antropolog sependapat bahwa antropologi
muncul sebagai suatu cabang keilmuan yang jelas batasannya pada sekitar
pertengahan abad ke-19, tatkala perhatian orang pada evolusi manusia
berkembang. Antropologi sebagai disiplin akademik baru dimulai tidak lama
setelah itu ketika pengangkatan pertama antropolog profesional di Universitas,
museum, dan kantor-kantor pemerintahan (Garbarino,1984;koenjtaraningrat,1991).
Namun tidak ada keraguan bahwa gagasan antropologi sudah ada jauh sebelumnya.
Tapi, ihwal kapan adalah diperdebatkan meski tidak khusus setiap antropolog dan
ahli sejarah memiliki alasan sendiri-sendiri untuk menentukan kapan antropologi
dimulai. Dari sudut pandang “sejarah gagasan”, tulisan-tulisan filsuf, dan
peziarah yunani, sejarawan arab kuno, peziarah eropa kuno, maupun masa
renaisans, dan filsuf, ahli hukum, ilmuwan berbagai bidang dari Eropa, semuanya
bisa dianggap pendorong bagi dibangunnya tradisi antropologi (Koentjaraningrat,
1991).
Sebagai contoh, Alan Barnard (2000)
berpendapat bahwa kelahiran antropologi adalah ketika konsep “kontrak sosial”
tersebut. Perdebatan pada abad ke-18 mengenai asal usul bahasa dan megenai
hubungan antara manusia dengan apa yang kita sebut primata yang lebih tinggi
juga relevan, sebagaimana halnya perdebatan pada abad ke-19 antara poligenesis
(keyakinan bahwa setiap ‘ras’ mempumyai asal usul terpisah) dan monogenesis
(keyakinan bahwa manusia memiliki asal usul keturunan yang sama, dari adam atau
dari makhluk semacam kera.
Antropologi di Eropa pada abad ke-18
Menurut
Jean jacques Rousseau, dalam tulisannya of the social contract
(1973[1762]:183), menyatakan bahwa: “kalau kita mengikuti pandangan [Grotius]
bahwa kekuasaan itu dibangun bagi yang dikuasai, maka niscaya spesies manusia
terbagi-bagi menjadi begitu banyak kelompok seperti kelompok penggembalaan
ternak –nya demi kepentingan mereka sendiri” (1973[1762]:183).
Antropologi pada abad ke-19, terlebih
abad ke-20, berkembang dalam arah yang lebih sistematik dan menggunakan
peralatan metodologi ‘ilmiah’. Persoalan paradigma menjadi semakin penting. (achmad fedyani saifuddin, 2006)
Pendekatan Antropologi Sosial
Pada
dasarnya, perhatian antropologi yang paling awal adalah mengenai ciri-ciri dan
sifat-sifat masyarakat: bagaimana manusia berhubungan satu sama lain, dan
bagaimana masyarakat berubah sepanjang waktu dan mengapa masyarakat berubah
sepanjang waktu.
Pendekatan secara interaktif memusatkan perhatian
pada mekanisme, yang melalui mekanisme tersebut individu-individu saling
berhadapan dengan individu lainnya, atau semata-mata tentang cara-cara
individu-individu mendefinisikan situasi sosial mereka.
Pendekatan yang di gunakan
antropologi menggunakan pendekatan kuantitatif (positivistik) dan
kualitatif (naturalistik). Artinya,
dalam penelitian antropologi dapat di lakukan melalui pengkajian secara
statistik matematis, baik di lakukan untuk mengukur pengaruh maupun maupun
korelasi antar variabel penelitian, maupun dilakukan secara
kualitatif-naturalistik.
Selain pendekatan positivistik dan
naturalistik, menurut kapplan dan manners(1999:6) dalam antropologi pun di
kenal pendekatan relativistik dan lomparatif. Pendekatan relativistik memandang
bahwa setiap kebudayaan merupakan konfigurasi unik yang memiliki cita rasa kha,
gaya, serta kemampuan tersendiri. Keunikan itu sering di nyatakan dengan
dukungan maupun tanpa dukungan bukti serta tidak banyak upaya membahas atau
menjelaskannya. Memang dalam pengertian tertentu, setiap budaya itu unik,
persis sebagaimana uniknya individu,tiap helai rambut dan tiap atom di alam
semesta tidak sama. Perbedaan itu kadarnya bermacam-macam. Apabila suatu
fenomena sepenuhnya unik maka mustahil kita akan memahaminya. Sebab kita mampu
memahami sesutu fenomena hanya dengan memahami bahwa ia mengandung beberapa
kemiripan tertentu dengan hal-hal yang telah kita kenal sebelumnya. Masyarakat
relativ menyatakan bahwa suatu budaya harus diamati sebagai suatu kebulatan
tunggal dan hanya sebagai dirinya sendiri.
Kaum komparativis berpendapat bahwa
suatu institusi, proses, kompleks, atau ihwal sesuatu hal, haruslah terlebih
dahulu dicopot dari matriks budaya yang lebih besar dengan cara tertentu
sehingga dapat dibandingkan dengan institusi, proses, kompleks, atau
ihwal-ihwal dalam konteks sosiokultular lain. Adanya relativitas yang ekstrem,
berangkat dari anggapan-anggapan bahwa tidak ada dua budaya pun yang sama,
pola, tatanan, dan makna akan di paksakan jika elemen-elemen diabstraksikan
demi perbandingan. Oleh karena itu, perbandingan bagian-bagian yang telah di
abstraksikan dari suatu keutuhan, tidaklah dapat di pertahankan secara
analitis.
Namun, karena pemahaman tentang
ketidaksamaan itu bersumber dari perbandingan, maka tidak dapat kita katakan
bahwa pendekatan relativistik itu tidak memiliki titik temu dengan pendekatan
komparatif . titik temu kedua pendekatan tersebut terletak pada pasal tidak di
izinkannya pemaksaan . terutama soal-soal yang berkaitan dengan ideologi,
minat, dan tekanan yang menimbulkan keragaman pendekatan metodologis
tersebut.sebab komparatif dan relatifis sama-sama mengetahui bahwa tidak ada
dua budaya pun yang sama persis. Sungguh pun demikian, mereka berbeda satu sama
lain. Perbedaan itu paling tidak 2 hal penting, yaitu walaupun para
komparatifis mengakui bahwa semua bagian suatu budaya niscaya ada unsur
perbedaannya, tetapi mereka percaya dan menekankan pada unsur persamaannya yang
saling berkaitan secara fungsional,sebaliknya kaum relatifis sangat menekankan
masalah-masalah perbedaan di banding komparatifis (kapplan dan mannrs,
1999:6-8).
Teori Antropologi Sosial
Dalam
antropologi sosial atau budaya, suatu pembedaan sering kali dibuat antara
‘etnografi’ dan ‘teori’. Etnografi secara harfiah adalah praktik penulisan
mengenai suatu masyarakat. Sering kali etnografi sebagai cara kita untuk
manjadikan masuk akal mode pemikiran orang lain, karena ahli antropologi
biasanya mempelajari budaya lain ketimbang kebudayaannya sendiri.oleh karena
itu, teori dan etnografi mau tak mau menjadi satu kesatuan, seperti dua sisi pada sekeping uang
logam. Adalah tidak mungkin kita membicarakan dalam etnografi tanpa gagasan
tertentu tentang apa yang penting dan yang tidak penting.
Etnografi adalah berasal dari kata ethnos yang
berarti bangsa dan graphein yang berarti tulisan atau uraian. Jadi berdasarkan
asal katanya, etnografi berarti tulisan tentang/ mengenai bangsa. Namun
pengertian tentang etnografi tidak hanya sampai sebatas itu. Burhan Bungin (
2008:220) mengatakan etnografi merupakan embrio dari antropologi. Artinya
etnografi lahir dari antropologi di mana jika kita berbicara etnografi maka
kita tidak lepas dari antropologi setidaknya kita sudah mempelajari dasar dari
antropologi. Etnografi merupakan ciri khas antropologi artinya etnografi
merupakan metode penelitian lapangan asli dari antropologi ( Marzali 2005:42).
Etnografi biasanya berisikan/menceritakan tentang suku bangsa atau suatu masyarakat yang biasanya diceritakan yaitu mengenai kebudayaan suku atau masyarakat tersebut. Dalam membuat sebuah etnografi, seorang penulis etnografi (etnografer) selalu hidup atau tinggal bersama dengan masyarakat yang ditelitinya yang lamanya tidak dapat dipastikan, ada yang berbulan-bulan dan ada juga sampai bertahun-tahun. Sewaktu meneliti masyarakat seorang etnografer biasanya melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam atau menditeil untuk memproleh native’s point of view. Serta metode pengumpulan data yang digunakan biasanya wawancara mendalam ( depth interview) dan obserpasi partisipasi di mana metode pengumpulan data ini sangat sesuai dengan tujuan awal yaitu mendeskripsiakan secara mendalam.
Membuat
etnografi juga merupakan hal yang wajib dilakukan uuntuk para sarjana
antropologi. Seperti yang ditulis oleh Marzali (2005: 42): “ Bagaimanapun,
etnografi adalah pekerjaan tingkat awal dari seorang ahli antropologi yang
propesional. Etnografi adalah satu pekerjaan inisiasi bagi yang ingin manjadi
ahli antropologi professional. Seseorang tidak mungkin dapat diakui sebagai
seorang ahli antropologi professional jika sebelumnya dia tidak melakukan
sebuah etnografi, dan melaporkan hasil penelitiannya. Hasil penelitiannya ini
harus dinilai kualitasnya…Untuk meningkat ke peringkat yang lebih tinggi
maka…pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai
comperative study, basik secara diakronis maupun secara sinkronis”.
Jika
kita membaca tulisan tersebut, terlihat penulis ingin menekankan bahwa membuat
etnografi itu merupakan suatu kewajiban. Sesorang sarjana antropologi wajib
menghasilkan sebuah etnografi jika belum maka seseorang tersebut belum
dikatakan seorang sarjana antropologi. Namun jika sudah maka seseorang tersebut
berhak untuk dikatakan seorang sarjana antropologi namun belum bisa dikatakan
sebagai ahli antropologi sesungguhnya ( ahli etnologi ). Seseorang dikatakan
ahli etnologi apabila seseorang tersebut melakukan pekerjaan yang lebih tinggi
yaitu comparative study dalam basic diakronis maupun sinkronis.
(marjali, 2005) (bungin, 2008)
(marjali, 2005) (bungin, 2008)
Macam-macam Antropologi Sosial
Macam-macam Antropologi Sosial adalah
sebagai berikut:
1. Antropologi fisik
2. Antropologi budaya
3. Antropologi medis
4. Antropologi psikologi
5. Antropologi sosial
Antropologi fisik mampelajari manusia
sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya
dan menyelidiki variasi biologisnya dalam berbagai jenis (species ). Keistimewaan
apapun yang dianggap melekat pada dirinya yang dimiliki manusia, mereka
digolongkan pada binatang menyusui, khususnya primata.
Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya
pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Menurut Havilan
cabang antropologi budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni
arkeologi, antropologi linguistik, dan etologi. Untuk memahami pekrjaan para
ahli antropologi budaya, kita harus tahu tentang hakikat kabudayaan, menyangkut
konsep kabudayaan, dan karakteristiknya serta kebudayaan dan kepribadian.
Antropologis medis merupakan subdisiplin
yang sekarang paling populer di Amerika serikat, bahkan tumbuh pesat
dimana-mana. Antropologis medis ini banyak membahas hubungan antara penyakit
dan kebudayaan yang tampak mempengaruhi evolusi manusia, terutama berdasarkan
hasil-hasil penemuan paleopatologi. Beberapa dokter yang menjadi ahli antropologi medis pada
masa-masa awal adalah W.H.R. Rivers yang merasa tertarik pada reaksi penduduk
pribumi terhadap penyakit, dimana para penduduk berkeyakinan bahwa datangnya
penyakit sebagai kejadian alam yang tidak berhubungan dengan kebudayaan.
Antropologis psikologi bidang ini merupakan
wilayah antropologi yang mengkaji tentang hubungan antara individu dengan makna
dan nilai dengan kebiasaan sosial dari sistem budaya yang ada. Adapun ruang
lingkup antropologi psikologi tersebut sangat luas dan menggunakan berbagai
pendekatan pada masalah kemunculan dalam interaksi antara pikiran, nilai, dan
kebiasaan sosial. Kajian ini dibntuk secara khusus oleh percakapan
interdisipliner antara antropologi dan ruang lingkup lain dalam ilmu-ilmu
sosial serta humaniora (Schawartz, 1992). Sedangkan fokus kajian bidang ini
terpusat pada individu dalam masyarakat makin mendekatkan hubungan dengan
psikologi dan psikistri dibanding dengan mainstream antropologi. Namun, secara
historis bidang antropologi psikologi tersebut lebih dekat pada psikoalanisasi
daripada psikologi eksperimental.
Antropologi sosial bidang ini mulai
dikembangkan oleh James George Frazer di Amerika serikat pada awal abad ke-20.
Dalam kajiannya, antropologi sosial mendeskripsikan proyek evolusionis yang bertujuan
untuk merekontruksi masyarakat primitif
asli dan mencatat perkembangannya melalui berbagai tingkat peradaban .
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Antropologi berasal dari bahasa yunani, asal
kata dari anthoropus berarti manusia , dan logos berarti ilmu. Dengan demikian,
secara harfiah antropologi adalah ilmu kemanusiaan. Para ahli antropologi
sering mengemukakan bahwa antropologi marupakan studi tentang umat manusia yang
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya,
antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kemanisiaan baik dalam
bentuk fisik, kemanusiaan, dan kebudayaanya,
Adapun macam-macam antropologi adalah:
Ø
Antropologi
fisik
Ø
Antropologi
budaya
Ø
Antropologi
sosial
Ø
Antropologi
medis
Ø
Antropologi psikologi.
Secara khusus, ilmu antropologi
terbagi kedalam lima subilmu yang mempelajari:
1.
Masalah asal dan
perkembangan manusia atau evolusinya secara biologis.
2.
Masalah
terjadinya aneka ragam fisik manusia.
3.
Masalah
terjadinya perkembangan dan persebaran aneka ragam kebudayaan manusia.
4.
Masalah
terjadinya perkembangan dan persebaran aneka ragam bahasa yang diucapkan
seluruh dunia.
5.
Masalah mengenai
asas-asas dari masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka ragam suku bangsa
yang tersebar diseluruh dunia masa kini.
(supardan, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fedyani Saifuddin, P. (2006). Antropolodi
Kontemporer. Jakarta: Kencana.
Bungin, B. (2008). Penelitiem Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Marjali, A. (2005). Antropologi dan Pembangunan Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara.
Good... :)
ردحذفsangat keliatan sih tulisannya
ردحذف